Bagian 2

6.3K 544 33
                                    

Damian memainkan jam pasir di atas meja kerjanya. Andai buliran pasir di dalamnya memiliki perasaan, mereka pasti akan mengeluh, pusing karena Damian tak hentinya memutar-mutar jam pasir tersebut.

Jemarinya memang tengah bermain dengan jam pasir, namun sepasang mata tajam itu tengah bertumpu pada jam dinding yang tidak hentinya berputar. Jarum jam seolah mengejeknya karena ia terus bertemu dengan angka 12 meskipun ia telah melewatinya. Jarum itu selalu kembali dan menemukan asalnya berhenti. Tapi tidak dengannya.

Ada yang hilang dalam diri Damian. Sejak dulu, ia mencari. Namun, ia merasa tolol karena dirinya sendiri pun tidak tahu apa yang dicarinya.

Damian melempar jam pasir di tangannya ke arah jam dinding di hadapannya. Jam dinding tersebut retak, sementara jam pasir mungil itu hancur berkeping. Bunyi pecahan kaca yang cukup nyaring seolah belum cukup membuat Damian puas. Ia bahkan ingin melempar dirinya sendiri ke dasar laut karena hidup seperti kambing dungu yang tidak punya arah.

Lelaki itu melirik jam dinding retak yang rupanya masih bertahan di tempatnya. Pukul 08:00 malam. Mungkin ia perlu mengisi perutnya dahulu kemudian beristirahat. Kekosongan waktu seperti ini membuat Damian terus berpikir hal-hal bodoh yang tidak seharusnya ia pusingkan.

Ia telah mendapatkan seluruhnya. Semua dirampasnya tanpa ampun hingga ia bisa seperti sekarang. Damian harus mengakui, kelicikan seseorang dalam diri ternyata sangat perlu dikembangkan. Buktinya adalah Damian sendiri. Tidak perlu bersusah payah, semua kini berada di tangannya. Dalam kuasanya.

Dosa? Itu urusan nanti. Ini dunia, bukan akhirat! Lagi pula, siapapun sepertinya tidak pantas berbicara soal dosa pada iblis sempurna semacam Damian. Lelaki itu memang berlumur dosa sejak lahir. Segala macam dosa telah ia cicipi bahkan saat dirinya masih kecil.

Damian yang malang. Damian yang dikasihani. Damian yang tidak diacuhkan dulu, sudah mati.

Damian yang dibicarakan saat ini adalah Damian Artadewa. Nama yang menjijikan untuknya karena ia tidak pantas menyandang nama "Dewa". Ia lebih pantas diberi nama devil, Lucifer, satan, atau semacamnya.

Damian yang sekarang adalah lelaki berbahaya yang dihormati semua orang. Tidak hormat, maka kau akan bersujud dengan paksa di bawah kaki lelaki itu.

Semua orang tahu siapa dirinya, tapi tidak dengan si Damian malang dahulu.

***

Sara melahap roti isi yang dibawanya seraya berjalan cepat. Langkah sempitnya membuat perempuan itu gemas sendiri! Pintu lift di seberang terbuka, Sara harus cepat ke sana sebelum lift tertutup dan naik sebelum Sara masuk. Ia memilih menggunakan lift karena lantai tempatnya bekerja cukup melelahkan bila ditempuh dengan anak tangga yang tidak sedikit!

Ini adalah hari pertama Sara bekerja. Ia bahkan merias tipis wajahnya agar tidak terlihat begitu buruk di depan para rekan barunya.

Pintu lift nyaris tertutup dan membuat Sara menghela napas pasrah. Namun, sebuah tangan dari dalam menahannya hingga pintu tersebut otomatis terbuka kembali. Sara terperangah dengan apa yang didapatinya.

Lekaki itu bukan manusia! Batinnya memekik. Bagaimana mungkin ada manusia setampan ini?

Lagi, batinnya merutuki pemikirannya sendiri. Sara bahkan terlihat menggeleng kecil, lantas menangkap tatapan tajam tersebut. Lelaki itu menatapnya tidak bersahabat! Atau mungkin jengkel karena Sara yang tidak kunjung masuk ke dalam lift?

Sara meringis kecil, nyaris tak kentara kalau saja lelaki itu tidak memerhatikannya. Wajahnya sedikit matang karena malu, tertangkap basah tengah diam-diam mengagumi lelaki yang saat ini berada di satu lift dengannya.

The Innocent DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang