Bagian 3

5.5K 481 22
                                    

           

Lelaki itu mengamati perempuan yang baru saja keluar dari Everest putih di depan gerbang besar perusahaannya. Tidak sampai masuk, mobil itu lantas berlalu meninggalkannya. Perempuan itu tersenyum manis seraya melambaikan tangan sebelum ia melangkah masuk ke arah gedung.

Sepasang matanya menajam mengamati Everest tersebut dari kejauhan. Dari dalam mobilnya, ia bisa leluasa tenggelam dalam pikiran tanpa ada yang berani mengusiknya.

Seluruh kaca Everest putih tersebut berwarna hitam legam. Tidak sedikit pun dapat memperlihatkan isi di dalamnya, seolah kendaraan itu milik negara dan begitu rahasia. Perempuan yang sempat mengusik pikirannya kemarin tersebut memang tampak biasa dari luar, namun ada sesuatu yang membuat iblis dalam diri lelaki itu tiba-tiba berbisik, betapa menggiurkannya perempuan mungil itu.

Ia tidak suka bermain-main. Selain menghabiskan waktu, ia tidak sudi menangkap satu pun perempuan meskipun mereka dengan suka rela melempar diri padanya. Mangsanya bukanlah orang-orang yang tidak ada hubungan dengan dirinya. Ia adalah kejam, selalu berhasil merenggut apapun yang bukan haknya. Dan mendapati sendiri orang-orang tersebut menderita, merupakan kesenangan tersendiri untuknya.

Lelaki itu kembali melajukan mobilnya, memasuki pelataran parkir perusahaannya.

Roda memang berputar. Lelaki itu sendiri telah mengalami dan memercayainya. Mungkin, bukan hal mustahil untuk dirinya akan "terjatuh" dan berada di bawah seperti dulu. Maka dari itu, merampas adalah bentuk pertahanan dirinya. Ia cerdas sekaligus licik. Ia memanfaatkan fakta itu untuk merenggut seluruhnya dari orang-orang yang mengenalnya. Dari kalangan apapun mereka berasal.

Bahkan, sekalipun orang itu telah berjasa untuk kejayaannya kini.

Balas budi? Lelaki itu mendengus, remeh. Tidak ada yang namanya balas budi. Katakanlah ia tidak tahu cara berterima kasih. Tidak apa. Itu semua memang kebaikan yang malaikat miliki. Bukan iblis seperti dirinya.

***

Sara tersenyum mendapati lift di hadapannya terbuka dan tidak ada seorang pun di sana. Tidak, ini bukan lift khusus yang kemarin ia gunakan. Ini adalah lift karyawan. Entahlah, ia hanya merasa lega karena tidak perlu berdesakan dengan karyawan lain.

Namun, ternyata pemikirannya salah. Ketika dirinya masuk ke dalam, seluruh karyawan yang tengah duduk di ruang tunggu justru ikut memasuki lift, bahkan ada beberapa yang berlari kecil agar mendapatkan ruang di dalam.

Sara yang menjadi orang pertama di lift tersebut tentu saja memundurkan langkahnya hingga punggungnya membentur dinding lift. Sara begitu mungil di antara orang-orang tersebut, menjadikan perempuan ini terhimpit dan sedikit merasa sesak. Beberapa lelaki besar yang berada di belakang bersamanya, bahkan tidak menyadari kehadiran Sara sehingga mereka terus mundur dan menjepit tubuh kecilnya.

Sara memalingkan wajah begitu punggung salah seorang karyawan laki-laki, nyaris menghimpit kepalanya. Ia berjinjit kecil, merapatkan tubuhnya pada sisi lift. Oh ya Tuhan! Perusahaan ini termasuk perusahaan terbesar, tidak sedikit lift untuk karyawan yang tersedia. Tapi mengapa mereka lebih suka menggunakan lift ini?

Ia mengembuskan napasnya, samar. Apa bedanya dengan dirinya sendiri? Sara juga lebih suka menggunakan lift ini. Selain karena letaknya yang strategis, lift ini adalah lift utama yang tentu saja lebih besar dan bagus dari yang lain. Padahal terdapat 4 lift utama, tapi tetap saja menyesakkan seperti ini.

Lift tertutup dan mulai naik. Namun, baru beberapa saat, lift tersebut kembali terhenti.

Lantai dua?

Sara mengernyit mendapati lift berhenti. Ia kontan melirik tombol-tombol lift yang menyala. Tidak ada orang yang ingin ke lantai dua karena lampu tombol tersebut tidak menyala. Huh, pasti ada orang yang ingin menggunakan lift ini juga! Belum tahu saja, betapa sesaknya lift ini karena tidak ada ruang yang tersisa.

The Innocent DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang