Kembali

198 10 3
                                    

     "Claudia?" sebuah suara memanggil Claudia dari belakang memecah keheningan ruangan itu, membuatnya terlonjak kaget.
     Disamping sebuah meja operasi berdiri serang wanita muda. Wajah dan perawakannya mirip dengan dirinya, namun ia tak terlalu yakin. Setelah sekian lama tak melihat cermin apakah penampilannya masih sama seperti itu. Mata berwarna coklat dengan bulu mata panjang yang dalam, hidung mancung yang sempurna -yang berbeda darinya ia tahu hidungya pernah patah dan hingga sekarang masih bengkok- perawakan tinggi langsing dengan rambut tergerai sebahu. Wanita itu mengenakan setelan jas putih seorang dokter. Ia tersenyum kearah Claudia.
    "Selamat datang kembali." ucapnya, suaranya lembut menenangkan, berbeda dengan suaranya yang parau.

     Claudia hanya berdiri disana, terpaku memandang dokter itu yang berjalan semakin mendekat kearahnya. Bibirnya seakan terkunci untuk mengeluarkan kata-kata.
     "Bagaimana perasaanmu?" tanya sang dokter, bibirnya masih memamerkan senyuman seakan selamanya akan begitu.
     "B-baik." jawab Claudia dengan tergagap. "Aku merasa baik."  Tiba-tiba kenangan buruk itu kembali lagi ketika ia berhadapan dengan seorang dokter.
     "Kau masih sama seperti dulu." timpal sang dokter sambil menepuk-nepuk lengan Claudia. Membuatnya gugup.
     "Ya." mulut Claudia sedikit menganga ketika gadis dokter itu sampai berada tepat didepannya. Tinggi mereka sama. Saat Claudia melihat si dokter seakan ia melihat refleksi dirinya di cermin.
     "Ada apa, Claud? Apa ada sesuatu yang salah?" tanya dokter itu keheranan.
     Claudia menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak ada. Apa kau tahu seperti apa aku dulu?" tanya Claudia memastikan. Ia tahu ia belum pernah bertemu dengan wanita ini, ia yakin wanita ini jauh lebih muda darinya dan bukan salah satu dari manusia kapsul seperti dirinya dan 6 orang lain.
     "Ya," senyum dokter itu makin lebar "...tentu saja, aku tahu semuanya tentang dirimu. Masa lalumu, keluargamu, semuanya." dokter itu memasukkan tangannya kedalam saku jasnya, memandang Claudia lekat-lekat.
     "Aku mengenalmu lebih dari siapapun." ujar sang dokter sambil memiringkan sedikit kepalanya, seakan menyelediki Claudia.
     "Siapa kau, sebenarnya? Ah, tentu saja kau dokter." Claudia menggelengkan kepalanya, ia pusing merangkai sebuah kalimat untuk bertanya setelah sekian lama otaknya beristirahat. "Maksudku, apa semua dokter disini sama dengan pasiennya? Ah, kurasa itu hanya kebetulan." Caludia salah tingkah dengan pertanyaanya sendiri.
     "Aku Dokter C. Semua orang memanggilku begitu." jawab dokter C singkat. Lalu berbalik dan memberi isyarat kepada Claudia untuk mengikutinya.
     "Dokter C?" tanya Claudia keheranan, namun sang dokter tak mendengarnya dan malah berjalan menuju meja operasi.
     "Claud!" panggil dokter itu dari samping meja operasi        "Berbaringlah disini." Dokter C memberi isyarat dengan kepalanya kearah meja itu. Lalu ia mengambil stetoskop dan jarum suntik dari meja disampingnya. "Dan, ya...dugaanmu benar, itu hanya kebetulan." lanjut Dokter C masih sibuk dengan jarum suntik dan obat di tangannya.

     Claudia ragu-ragu sebentar lalu dengan canggung melangkah kearah sang dokter dan meja operasinya.
     Dokter C terkekeh melihat kecanggungan Claudia, "Semuanya akan baik-baik saja, Claud. Percaya padaku." ucal sang dokter.

     'Cih, yang benar saja.' pikir Claudia, semua orang berkata seperti itu kapadanya. Tapi kenyataannya tak semua baik-baik saja. Malah ia berakhir disini sekarang, dan dalam keadaan seperti ini. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, ia hanya pasrah jika suatu saat ia akan dijadikan seorang mutan atau cyborg sekalipun, atau di kloning.

     Claudia berbaring di atas meja operasi itu, ia merasa tak nyaman, selalu seperti itu ketika berada diatas meja operasi. "Apa yang akan terjadi?" tanya Claudia.
     Dokter C yang sibuk dengan perlatannya tersenyum kearah Claudia. "Bersiaplah, hati-hati rambutmu." ucap sang dokter yang tak menjawab pertanyaan Claudia. Ia memasang beberapa kabel di kepala Claudia, membuat gadis itu bingung dan merasa tak nyaman.
     "Untuk apa ini?" tanya Clauida.
     "Untuk melihat sesuatu. Kita akan bernostalgia." jawab sang dokter.
     "Apa?" tanya Claudia kaget. Sang dokter hanya tersenyum dan menekan sesuatu dari alat itu. Lalu yang dilihat Claudia hanya kegelapan.

NB*: Capek ngedit -wuehehehe sok sibuk, hedehhh- 

PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang