Ketika Claudia membuka mata, ia sedang berada di depan rumahnya. Rumah berlantai 2 dengan dinding bata merah, berlantai kayu dengan halaman sempit yang dijadikan kebun mini. Dan ia berumur 10 tahun saat ini. Ia yakin ini mimpi, tapi setelah ia mencubit lengannya ia bimbang ini mimpi atau kenyataan, lengannya terasa sakit saat dicubit. Ia menatap rumah itu tak yakin harus melakukan apa, pintu depan sedikit terbuka, Claudia berpikir untuk masuk dan melihat kedalam rumahnya, ia masih ingat setipa sudut ruangan tempat ia tinggal itu.
Pintu tiba-tiba menjeblak terbuka, seorang laki-laki tinggi besar berusia sekitar 40 tahunan keluar dari dalam rumah sambil membawa dua kantong plastik hitam besar sampah. Lelaki itu bernama Aram, nama yang takkan pernah dilupakan Claudia sepanjang hidupnya.
"Ayah?" ucap Claudia reflek ketika melihat ayahnya setelah sekian lama. Lelaki tinggi besar tadi menoleh kearah Claudia dengan tatapan penuh tanya.
"Darimana saja kau, Claud? Ibumu sedang menyiapkan sarapan di dapur sekarang. Kenapa kau tidak membantunya?"
"Aku, aku...umm, eh" Claudia bingung mau menjelaskan darimana saja dirinya. Yang pasti ia akan terdengar aneh jika ia menceritakan ia baru bangun dari kapsul waktu.
"Sudahlah, nak. Masuk sajalah, bantu ibumu," ujar ayahnya "Ini hari minggu jangan hanya pergi bermain." Lelaki itu sudah hendak pergi membuang sampah ketika Claudia tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Aku rindu padamu, Ayah." ucap Claudia sambil menutup matanya. Merasakan bagaimana memeluk ayahnya, hal yang tak pernah dilakukannya dulu saat ayahnya masih hidup.
Aram berbalik, meletakkan kantong sampahnya lalu berlutut menatap Claudia. "Ada apa ini, nak? Kenapa kau tiba-tiba rindu pada ayah? Bukankah kita bertemu setiap hari?" Aram menyeka air mata putrinya yang tiba-tiba menangis sesenggukan. "Ohoho! Aku tahu, sebentar lagi kau ulang tahun! Itukah sebabnya kau mendadak bersikap manis?"
Claudia menyeka air matanya sendiri dengan kepalan tangannya sambil mengangguk. Ia rindu ayahnya, tentu saja ia rindu ayahnya. Jika ini mimpi ia tahu ini akan segera berakhir. Entah apa yang dilakukan Dokter C pada dirinya diruangan sana. Tapi sekarang ia bertemu ayahnya, ia tak mau kehilangan momen ini.
"Ahahaha, sudahlah nak, " Aram berdiri, menenteng kembali 2 kantong sampah hitam miliknya "Pergilah kedalam dan bantu ibumu. Makanan lebih enak saat masih hangat, dan jangan menangis seakan aku akan pergi jauh, aku kan hanya mau buang sampah."
Claudia menyeka matanya lagi, ia menatap ayahnya lalu terseyum. "Iya, ayah. Aku masuk sekarang, dahh."
Ruang tamu sederahana dengan dua sofa minimalis dan sebuah meja kotak menyambutnya. Rumahnya memang tidak besar, namun rapi dan Claudia rasa meski tidak mewah tapi nyaman dan elegan.
Ia menemuka dapur setelah melewati ruang keluarga. Ibunya sedang mencuci panci ketika ia masuk. Makanan sudah tehidang di meja makan. Ini benar-benar nostalgia, apa maksud dari semua ini sebenarnya? Kenapa aku disini? Batin Claudia.
Claudia berdiri mematung di depan meja makan, menatap setiap masakan disana. Kenapa? Kenapa aku disini? Apakah aku melakukan ini ketika aku 10 tahun dulu?
"Claud?" suara ibunya mengagetkan Claudia. Ia menatap ibunya yang sedang bediri dengan tumpuan sandaran kursi. "Cepat cuci tangan, lalu siapkan piring untuk ayahmu."
Ibunya adalah seorang wanita kurus dengan rambut panjang yang selalu digelung keatas, Claudia sering meniru gaya rambut itu, dan juga selalu gagal. Ia menatap ibunya, itu membuatnya hampir menangis lagi. Guratan keriput disudut matanya membuat dirinya lebih terlihat bersahaja. Ia tahu mereka semua sekarang sudah tiada, dan ini adalah kenangan yang tersimpan pada memory terdalam otaknya. Alih-alih mencuci tangan. Claudia memeluk ibunya, kali ini ia tak bisa bicara, otaknnya terlalu sibuk berpikir dan mengendalikan air matanya agar tidak tumpah hingga terasa sulit sekali meski hanya untuk merangkai sebutir kata.
"Claud, ada apa denganmu? Apa kau sakit?" nada kebingungan terdengar jelas dalam suara ibunya. Claudia hanya menggeleng sambil terus memeluk, ia tahu, ini aneh, ia dulu tak pernah melakukan ini.
"Oh Claud, pergilah cuci tangan, kau meresahkan sekali." ujar ibunya sambil menepuk-nepuk punggung Claudia, yang akhirnya melepaskan pelukan dengan kaku dan mencuci tangan.Claudia duduk ditengah-tengah orang tuanya, ia memandang mereka bergantian, berusaha menangkap setiap detail wajah mereka agar jika bangun nanti ia masih akan tetap mengingat mereka.
"Claud, kenapa tidak kau bangunkan Mara?" ujar ibunya tiba-tiba, siapa Mara? Ia tidak pernah mendengar nama itu, atau ia tidak ingat?
"Mara?"
"Iya, bocah itu benar-benar tidur seperti kerbau. Kupikir bocah itu anak rajin dulu, haahh" ibunya menghela napas dalam.
"Sabar Ammy, anak itu mungkin masih tertekan." ujar Aram menenangkan istrinya.
"Tapi seharusnya ia tahu kita semua disini peduli padanya, kenapa ia jadi seperti itu setalah tahu orang tua kandungnya?" ujar Ammy penuh kekecewaan.
"Siapa Mara?" pertanyaaan Claudia kali ini membuat kedua orangtuanya menoleh serempak kerahnya.
"Apa?" tatapan bingung mereka saat memandang dirinya membuat Claudia merasa terpojok. Tak seharusnya ia menanyakan hal itu.
"Claud, apa kau demam?" ayahnya mengulurkan tangan ke kening Claudia. "Mara itu adikmu. Adik angkatmu."
Caludia bingung ia mencoba mengaduk-aduk isi memori di kepalanya, tapi ia tak menemuka nama Mara sekalipun. Ia menoleh kearah tangga, ia ingat kamarnya ada di lantai dua. Ada dua kamar dilantai dua, kamarnya yang sebelah kanan. Jadi yang sebelah kiri pasti kamar Mara.
"Baik. Aku panggil dia dulu." ujarnya, lalu berdiri meninggalkan dapur.
Ini aneh, kenapa aku tidak bisa mengingat Mara kalau dia adikku, tidak, dia adik angkatku? Ia menaiki tangga satu persatu dengan kebimbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah
Science FictionClaudia terbangun di luar angkasa setelah 50 tahun membeku di dalam kapsul waktu. Apa yang akan terjadi selanjutnya?