Dua

4K 354 33
                                    

Sehun duduk santai di meja kerjanya. Matanya mengamati tumpukan proposal yang sudah menanti sejak lama tetapi tak kunjung ia sentuh. Sesekali, ia menyeruput kopinya. Suramnya malam terpampang jelas dari balik dinding kaca apartemennya. Dengan sedikit memutar posisi kursi kerjanya, ia mencoba mengalihkan pandangannya ke gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di sekitar apartemennya.

Lama ia terdiam mengamati pemandangan itu. Namun, akhirnya matanya kembali tertuju pada tumpukan proposal yang ada di depannya. Keningnya berkerut, seakan tengah beradu batin dengan dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang, lelah dengan pikirannya sendiri. Kini pandangannya beralih ke arah tempat tidur yang berada tepat di depan meja kerjanya. Di sana, putri kecilnya tengah tertidur pulas.

Sehun memandangi wajah mungil putrinya yang terlelap, dan rasa gemas tiba-tiba menyelimutinya. Senyum hangat menghiasi wajahnya, tetapi rasa rindu yang mendalam segera menggantikannya. Cepat-cepat ia memutar kembali posisi kursinya ke arah dinding kaca. Senyuman itu kini sirna dari wajah tampannya, berganti dengan helaan napas berat.

Tangannya terulur, meraih cangkir kopi yang sudah kosong. Berniat membuat kopi lagi, Sehun berdiri dari kursinya dan melangkah menuju mini bar. Ketika hendak menuang kopi, matanya tak sengaja tertuju pada sebuah memo kecil yang menempel di mesin pembuat kopi.

"Jangan minum lagi!" tulisan itu milik Sora.

Sehun tersenyum kecil. Walau Sora tidak akan tahu jika ia tetap meminumnya, ia memilih untuk menahan diri. Mengapa? Karena Sehun selalu mendengarkan perkataan Sora. Merasa tubuhnya sudah terlalu lelah, ia melangkah ke tempat tidur. Berbaring di sisi putrinya, ia berhati-hati agar tidak menimbulkan guncangan yang bisa membuat Sora terbangun. Malam itu, ia memilih untuk tidur lebih awal.

.
.
.

Di tempat lain, Yoona akhirnya tiba di rumahnya.

"Eonni! Akhirnya kau pulang juga!!!" teriakan Hyeri menyambut kedatangannya. Gadis itu langsung memeluk kakaknya yang sudah empat tahun tidak pulang. "Wah... aku rindu sekali padamu!" serunya, melompat-lompat kegirangan di pelukan itu, tak peduli dengan raut wajah tak suka dari Yoona. "Mana hadiah untukku?" tanyanya antusias.

Yoona mendesah. Hal itu sudah ia duga sebelumnya. "Tidak ada," jawabnya singkat. Ia melepaskan pelukan Hyeri, lalu melangkah pergi menuju kamarnya. Namun, seseorang kembali menghalanginya.

"Nuna!" Kali ini Baekhyun yang memeluknya. Adik laki-lakinya itu tersenyum lebar, penuh semangat, berbanding terbalik dengan Yoona yang terlihat tidak nyaman.

"Kupikir kau tidak akan kembali lagi," ujar Baekhyun dengan nada manja. "Nuna..." Ia menatap Yoona dengan mata bulatnya yang berbinar. "Hadiah untukku?" tanyanya sambil menyengir lebar.

"Tidak ada," jawab Yoona, tetap dengan nada datar. Ia mendorong tubuh Baekhyun agar tidak menghalangi jalannya. Kali ini ia melangkah lebih cepat, memasuki kamarnya yang sangat ia rindukan. Hal pertama yang ia lakukan adalah merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu.

"Hah... hanya hadiah yang mereka ingat?" gumamnya sambil menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dari luar, terdengar suara orang tuanya yang memanggil-manggil namanya, disertai ketukan di pintu. Namun, mereka tidak bisa masuk karena Yoona mengunci pintunya dari dalam. Ia merasa perlu beristirahat dulu. Hari sudah terlalu larut untuk berbincang dengan keluarganya yang selalu ribut.

Keesokan paginya, selimut tebal Yoona sudah berada di lantai, bersama bantal dan gulingnya. Sementara itu, tubuhnya menguasai tempat tidur dengan kedua kaki dan tangan terlentang lebar. Masih mengenakan dress ketat yang ia pakai semalam, ia terlelap dalam posisi yang benar-benar kacau. Untungnya, tidak ada yang melihatnya dalam keadaan seperti itu.

The Fault That Let to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang