Aku tak suka dengan apa yang aku rasakan beberapa bulan terakhir ini. Semua ini karena dirimu. Ya... Kamu. Kamu, kenapa kamu harus hadir kembali dalam hidupku.
Semua pikiranku bergerak, memutar film usang yang telah aku simpan dalam gudang kepalaku ini. Perjalananku mendapatkan, ah bukan, berusaha mendapatkan kamu.
Dan akhirnya, film tentang DIA pun hadir.
Dia, yang selama ini aku larang disebutkan oleh teman-temanku. Dia... Mantan yang melukaiku. Eh, benarkah dia melukaiku? Atau kamu? Atau sebenarnya aku yang melukai kalian?
***
Dion Anggata Prima.
Pria itu mengulurkan tangannya dengan senyum mengejek terukir di wajahnya. Aku sering menyebut yang dia lakukan itu cengengesan. Pria botak itu masih mengenakan kemeja kerjanya. Biru tua warna kemejanya dan celana katun berwarna abu-abu.
"Duduklah." Ujarnya sembari menunjukkan tempat di hadapannya. Pria yang tak tahu malu. Dan kenapa juga aku memutuskan mau bertemu dengannya. Huft.
Dengan enggan aku pun duduk di hadapannya. Sebenarnya tempat nongkrong ini menarik. Memang di pinggir jalan dan membuatku harus lesehan di atas tikar yang dipasang menutupi trotoar. Tapi aku bisa lihat betapa tempat ini jadi pilihan anak muda Cirebon.
"Mau pesan apa?" Tanyanya sambil menyodorkan menu kepadaku. Aku hanya memandangnya dengan heran. Ingin sekali aku menampar wajahnya - ya.. Kalian gak salah baca, aku ingin menampar.
Tapi kuurungkan niatku dan melihat deretan makanan dan minuman yang ditawarkan tempat itu.
"Cappuccino ice dan Surabi Oncom." Pesanku, walau aku masih tak tahu seperti apa Surabi Oncom. Yang aku tahu Surabi itu makanan manis, tapi membaca Oncom, aku jadi penasaran dan ingin mencobanya.
Dia pun memanggil pelayan dan menyerahkan nota pesanan kepada pelayan itu. Aku melihat sekeliling warung tenda itu. 'Kapan-kapan akan aku ajak temanku ke sini.'
"Jadi...." Dilanjutkan dengan dehaman yang disengaja untuk memancingku melihatnya.
"Jadi apa?"
"Gw Dion. Dion Anggata Prima. 26 tahun, kerja di Universitas Uswaganti. Nice to meet you." Ujarnya seraya kembali menjulurkan tangannya mengajak salaman. Aku hanya mendengus melihatnya.
"Gw gak perlu tahu apa-apa tentang lo. Inget. Gw ke sini karena lo maksa gw. Dan gw gak suka sama cara lo dapetin nomor HP gw."
"Sebegitunyakah? Baru ketemu dan kesal sama gw?" Jawabnya enteng yang semakin membuatku kesal. "Gw hanya ingin kenal aja sama orang Jakarta yang dikenal Ridwan. Jarang kan ketemu sama orang Jakarta di sini."
Aku hanya memutar mataku. Apalah itu... Huft. Sedemikian hebatkah Jakarta di kota udang ini?
"Udahlah. Gak usah basa-basi busuk. Maksud lo apa? Terus gimana lo bisa dapat nomor gw? Siapa yang kasih?"
"Gak ada. Gw ambil sendiri dari hape Ridwan. Kenal kan?" Ridwan, kenalanku dari Nimbuzz. Entah kenapa aku lega mendengarnya. Aku khawatir kalau identitasku sebagai gay tersembunyi akan terbongkar karena kecerobohanku bertukar nomor dengan kontak chatku di Nimbuzz.
"Terus..."
"Ridwan cerita habis chat dengan orang Jakarta yang baru datang ke sini. Gw tanya aja namanya siapa dengan alasan, siapa tahu temen gw yang di Jakarta. Terus pas dia ke belakang, gw buka hapenya dan ambil nomor lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu, Aku Dan Dia
Short StoryKumpulan cerita pendek tentang cinta, rasa dan kehidupan Peringatan Dalam cerita mungkin akan mengandung unsur LGBT. Stories ini ditutup aja. Gak sanggup melanjutkan dan mengingat kembali masa lalu.