Chaca, Reta dan Hera kembali menjalankan rutinitasnya seperti sebelum mereka menikah. Kuliah cuma sekedar nyetor muka ke dosen, ngisi absen, duduk santai terus lanjut pemotretan sampai malam. Karena itulah mereka sering tidak mengingat status yang sudah melekat pada diri mereka. Terlalu dibutakan oleh kesenangan duniawi.
Lagipula orang-orang tidak akan tahu kalau Chaca, Hera dan Reta orang yang pintar atau bodoh . Masyarakat hanya bisa menilai kecantikan dan kekayaan mereka bukan kepintaran. Lagian kepintaran hanya bisa dinilai oleh teman-teman sekelasnya, guru dan dosen. Orangtua dan diri sendiri tidak tahu seberapa cerdas mereka. Lalu untuk apa terlalu dipaksakan untuk menjadi pintar kalau otak hanya mampu menampung materi, hafalan dan ingatan pelajaran yang setelah materi berlanjut dan naik ke jenjang selanjutnya akan terlupakan. Toh setelah mereka lulus pun mereka akan berkembang dengan sendirinya. Tidak perlu pelajaran mata kuliah apapun kalau satu mapel saja yang dibutuhkan.
Contohnya kayak di sekolah yang selama 12 tahun dijalani. Hanya untuk belajar materi aljabar, reaksi redoks, fluida, tegangan tali, tekanan gas, laju reaksi, kesetimbangan kimia, bakteri, virus, dll yang sebenarnya tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dibutuhkan jika ingin menjadi desainer. Lagipula belajar hal semacam itu sungguh aneh. Ngapain belajar menghitung semburan air yang keluar dari tangki yang bolong? Loh kalau bolong kan diperbaiki bukan dihitung kecepatannya. Terus berapa debit air agar bisa terisi penuh? Lah tinggal nunggu ajakan nanti juga terisi bak mandinya ngapain susah-susah dihitung. Aneh.
Betewe, sekarang Chaca sedang melakukan pemotretan. Bergaya dengan lihainya. Meskipun wajahnya pucat pasi dan kepalanya pening. Reta yang duduk memainkan hpnya tak sengaja mengalihkan pandangan melihat ke arah Chaca. Reta berdiri dan menghampirinya. Belum sempat Reta mendekat, Chaca lebih dulu ambruk.
"CHACAAA!!!!!"teriak orang yang ada di ruangan itu ketika melihat Chaca yang sudah jatuh ke lantai. Reta menepuk pipi Chaca namun Chaca tetap tak sadarkan diri. Reta meminta tolong kepada orang yang ada di sana untuk membawa Chaca ke rumah sakit dan ia sendiri akan menelpon Teta mengabarkan keadaan istrinya.
"Halo"sapa Reta dengan tergesa-gesa. Teta yang berada di sebrang telpon mengangkat alis bingung mengapa kakak iparnya ini menelpon dirinya. Teta menoleh ke arah Alfa yang sibuk memainkan hpnya. Memang setelah pulang kuliah tadi, mereka berencana untuk nongkrong di cafe langganan mereka. Ingin sekedar mencari suasana baru dan melepas penat. Teta kembali sadar dari lamunanannya ketika suara Reta kembali terdengar. "Chaca pingsan, ke rumah sakit sekarang."ujar Reta singkat dan sambungan pun terputus.