special 3

25K 835 45
                                    

Teta POV

Ehm gue bingung apa yang harus ku ceritakan ke kalian sebenarnya karena menurut gue sendiri cerita hidup gue bukan untuk konsumsi publik tapi ya sudahlah karena gue sayang kalian inilah kisah gue sejak gue nikah sama seorang Vilian Chaca.

Vilian Chaca adalah wanita yang mama gue jodohkan. Kesan awal gue melihatnya ya dia wanita yang sulit dikekang. Kalau dalam segi penampilan gue sangat fashionable. Tipekal wanita populer pada umumnya.

Pertama kali gue lihat Chaca itu kaya anak SMA maksudnya masih remaja. Gue merasa kayak pedofil waktu nikahin dia. Meski umur gue cukup tua tapi tetap saja Caca itu masih kayak abege. Tubuhnya kurus dan wajahnya itu baby face. Apalagi kalau dia sudah pakai baju casual.

Waktu mama bilang mau jodohin gue, gue gak menolak. Malah dengan senang hati gue menerimanya. Menurut gue dengan menikah gue bisa melupakan perasaan gue ke Harley. Wanita yang pernah ngisi hati dan hidup gue zaman SMA dulu. Bahkan saking bodohnya gue malah menjanjikan kalau nanti gue bakal nikah sama dia. Betapa begonya gue dulu karena gak bisa berpikir panjang.

Harley dan Caca itu beda. Mereka itu gak bisa disamakan.

Harley agak kalem dan Caca brutal.

Harley dewasa dan Caca kekanakan.

Harley pinter memasak dan Caca cuma bisa makan doang.

Harley sopan dan Caca yang kasar.

Lihatkan begitu banyak perbedaan diantara keduanya. Tapi siapa sangka Caca lah yang jadi istrinya.

Gue gak suka sama Caca kalau dia sudah mengumpat dan ngomong kasar. Gue selalu negur dia tapi dia malah kembali nyolot. Caca itu batu. Keras. Kalau dikerasin juga dia gak bakalan lunak. Gue mesti ekstra sabar menghadapi kelakuannya.

Masih ingat baru sehari atau dua hari pernikahan saja, Caca sudah mengajukan cerai. Gue aja gak pernah kepikiran sampai segitunya. Terlintas sebentar saja pun gak ada.

Gue akui kalau gue itu kaku dan sedikit keras juga. Meski gue tampak diam tapi gue itu buruk dalam kendali emosi. Selama ini gue bersyukur kalau saat kita berdua marah cuma adu mulut doang. Gak ada kekerasan.

Caca temperamen.

Gue percaya itu.

Tapi ada hal yang gue suka darinya.

Dia itu kayak buku terbuka. Kita bisa menebak apa yang dipikirinnya. Dia itu ekspresif dan gue suka. Ya cuma setiap kali ia mengungkapkan perasaannya, selalu aja kata 'anjir' mendahului.

Bersama Caca emosi gue kayak dipermainkan. Pernah ingat saat ia kabur, balapan, dan yang hampir keguguran.

Itu adalah peristiwa yang hampir bikin gue frustasi. Gue merasa gagal sebagai suami yang melindungi Caca. Gue gak tahu kalau Caca hamil. Gue bahkan membiarkan dia berbuat sesukanya.

Di saat hamil dia masih sempat olahraga dan diet. Bayangkan bagaimana mungkin orang hamil melakukan itu apalagi kandungannya masih rentan. Belum lagi, Caca sempat sauna. Ya Tuhan gue gak bisa bayangi gimana kandungan Caca nantinya. Gue benar-benar merasa gagal menjaga anak kami.

Gue awalnya mau marah sama Caca karena gak bisa menjaga anak kami tapi gue lebih marah dengan diri gue sendiri karena kelalaian gue buat Caca seperti itu. Bukan salahnya kalau ia sendiri tidak tahu kalau hamil.

Mulai saat itu, gue menjaga Caca semampu gue. Gue selalu disamping dia meskipun ia mengeluh karena merasa gak bebas. Bahkan ia pernah nekad bukan waktu di Lombok dia diam-diam kabur menjelajahi kota itu sendirian. Bukan sekali aja, tapi dua kali.

Bad Girls Meet The Good BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang