TIGA

27 1 0
                                    

Sejak pertemuan itu, aku selalu pulang lebih awal dan bertemu dengannya di halte sampai B
busway terakhir datang. Lalu dia akan menghilang, keluar dari halte. Selalu seperti itu pertemuan kami.

Dan, ada sedikit keanehan ketika kami bertemu, meski kemudian aku mensyukurinya. Wanita bernama Alice-Alice itu tidak pernah muncul lagi.

Ketika kutanya kenapa, Anna berkata, "Kamu tenang saja, Lucas. Kak Alice tidak akan mempermalukan dirinya lagi hanya dengan menyeretku keluar halte seperti aku ini anak kecil yang harus tidur siang."

Kemudian aku tak pernah menanyakan hal itu lagi.

Yang kutahu, gadis itu penuh kejutan. Seperti hari ini, ia menyatakan hal yang membuatku tercengang.

"Aku sering melihatmu, Lucas. Kamu selalu datang pukul 21:43 tepat. Tapi, akhir- akhir ini kamu datang lebih awal."

Astaga, gadis ini benar-benar memerhatikanku. Bahkan ia tahu kapan aku biasa datang. Lengkap dengan jam dan menitnya. Aku curiga ia juga menghitung detik aku datang.

Itu sedikit mengerikan.

Oh ya, selain jam saku peraknya, belakangan aku baru tahu bahwa ia juga memasang earphone hitam yang terhubung dengan walkman lusuh berwarna putih yang sudah pudar warnanya. Tombol-tombolnya sudah tak bisa dibedakan antara play, pause, dan rewind karena sudah terkelupas gambarnya. Aku heran, di zaman MP3 player seperti ini, walkman masih saja digunakan.

"Memang kenapa? Walkman-ku masih berfungsi dengan baik meski kelihatannya sudah harus masuk panti jompo." Begitu katanya.

Yaaa, kurasa dia benar. Setidaknya benda itu masih bisa memutar musik tanpa efek suara lebah berdenging atau perhentian musik tiba-tiba dan dilanjutkan dengan bagian yang jauh berbeda.

Aku sedikit terkejut ketika mengetahui isi playlist dari walkman butut itu adalah lagu-lagu kedaluwarsa yang penyanyinya sudah tidak lagi berkibar seperti Nike Ardila (tentu saja) atau beberapa hanya muncul sesekali seperti Inka Christine dan sederet penyanyi zaman jebot lainnya. Ia juga mengoleksi lagu-lagu cinta karangan Iwan Fals, Dewa 19, So7, dan Padi.

Sungguh, melihat penampilannya yang up to date-setidaknya pakaian itu layak dipandang mata normal manusia metropolitan meski berpotongan sederhana-selera musiknya benar-benar out of date.

Orang jadul macam apa, sih, yang masih mendengarkan lagu-lagu seperti itu di zaman Taylor Swift menduduki peringkat satu Billboard Hot 100 berkat lagu Shake it Off?

"Aku!" jawabnya tegas ketika aku menyuarakan pendapat itu. Dan, dia benar. Dialah orangnya.

"Musik adalah media paling sempurna untuk mengungkapkan perasaan. Setidaknya menurutku begitu." Anna bicara, lalu menyipitkan mata. "Menurutku nggak penting di tahun berapa musik itu dirilis, seberapa tinggi penghargaan yang didapatkan, siapa penyanyinya, atau berapa banyak orang yang suka lagu itu."

Anna menoleh padaku. Tangannya menggulung rantai jam saku di telunjuk, lalu melepas dan menggulungnnya lagi berulang-ulang.

"Bagian paling penting dari sebuah musik adalah seberapa dalam pesan yang terkandung di dalamnya dan seberapa dalam orang bisa merasakan pesan itu. Menurutku, setiap lagu adalah soundtrack untuk salah satu momen dalam hidup kita. Jadi, selama momen itu masih melekat di otakku, lagu itu juga akan selalu masuk playlist walkman out of date ini," ucapnya sambil meminjam julukanku untuk benda kesayangannya itu.

Aku berkerut kening.

"Jadi ...." Kali ini aku yang bicara. "Semua isi playlist walkman ini adalah soundtrack bagian-bagian hidupmu?"

"Yup. Kamu sangat cerdas, Lucas."

"Semua bagian? Termasuk yang paling memalukan, paling menyedihkan, dan paling menyakitkan sekalipun?"

Anna mengangguk.

"Kebanyakan orang ingin melupakannya." Aku bicara lagi. "Tidakkah kamu juga begitu?"

Anna tersenyum, berhenti memainkan rantai jam sakunya, lalu duduk dengan tegak. "Hidup itu bukan hanya terdiri dari berbagai macam kebahagiaan. Banyak juga hal-hal tidak menyenangkan ikut menyertai. Tapi, walaupun hal itu adalah hal paling memalukan sekalipun, bukankah itu bagian dari hidup kita juga? Untuk apa dilupakan?"

"Untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan?" Nada bicaraku seperti orang bertanya.

"Hey, kamu tahu, Lucas? Menurutku, cara terbaik untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan adalah dengan berdamai. Toh pengalaman buruk itu juga bagian dari hidup kita. Tak ada salahnya kita berdamai, lalu mulai menerima. Rasanya menakjubkan. Sungguh."

Aku berkerut kening lagi. "Apa yang menakjubkan? Rasanya pasti tidak menyenangkan mengingat hal-hal mengerikan itu."

"Tidak juga. Kamu hanya perlu menerima hal itu dengan hati lapang. Taruh di tempat terbaik dalam sudut hatimu. Percayalah, Lucas. Rasanya tak akan buruk."

Begitulah Anna. Cara berpikirnya selalu out of the box. Jangan kaget kalau nanti tiba-tiba ia berubah menjadi android bekepala antena dengan radar luar biasa tajam hingga kamu harus berpikir yang baik-baik karena aku selalu merasa gadis itu bisa menyadap isi otak manusia.

Sungguh.

***

WAIT - Ketika Waktu BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang