Setiap orang selalu punya cerita untuk dikisahkan. Salah satunya adalah aku.
Hujan identik dengan lambang kesedihan, ratapan, ataupun kehilangan. Dan lagi-lagi, aku termasuk salah satunya.
Hujan di bulan Oktober mempertemukanku dengan seorang pria di halte. Pria itu tak begitu memesona. Ia hanyalah pria biasa yang bertenggerkan kacamata di batang hidungnya. Ia juga hanyalah pria biasa dengan baju kemeja dan celana kain hitam layaknya pria kantoran pada umumnya.
Perjumpaan pertama kami kala itu adalah di halte bus. Eh, entahlah. Sebenarnya aku sudah pernah melihatnya beberapa kali di halte bus ini, dan aku benar-benar yakin bahwa perjumpaan kami hanyalah di halte bus ini.
Hari itu hujan sedang turun begitu deras, dan tidak terlalu banyak orang yang menunggu di halte itu. Aku sedang asyik memainkan ponselku ketika aku sadar bahwa bus yang akan aku tumpangi telah tiba.
Aku menaruh tasku di atas kepala agar air hujan tak membasahi puncak kepalaku, lalu aku berlari ke pintu bus yang telah terbuka.
BUKK!
Aku terdorong beberapa langkah ke samping dan ketidak seimbanganku membuatku terjatuh. Pria itu menatapku dengan tatapan datarnya, lalu mengulurkan tangannya yang hangat di antara dinginnya air hujan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya, yang entah mengapa membuat jantungku berdetak tak menentu.
"Iya," jawabku sambil sebisa mungkin terlihat biasa, walau aku yakin tingkahku saat itu sangat jauh untuk bisa dikatakan normal.
Pria itu membungkukkan badan, berusaha membantuku berdiri. Dia mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar dengan jelas, kemudian ia berlalu ke dalam bus di belakang busku.
Mungkin, itu menjadi hari pertama dan terakhir kalinya aku bercakap dengan pria itu, karena aku tidak pernah melihatnya lagi sampai beberapa bulan kemudian. Aku sedang menikmati senja ketika aku melihatnya di taman. Seorang wanita menggelayut di tangan kanannya yang kekar, sedang anak berumur sekitar satu tahun di tangannya yang lain sambil tertawa.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaanku kala itu, tentu saja aku tidak bisa menjelaskan satu per satu perasaan yang telah bercampur aduk.
Satu hal yang pasti. Setidaknya, hujan di bulan Oktober kembali membawa sebuah cerita padaku. Walau terdengar menyedihkan, namun aku merasa beruntung bahwa pria itu telah menorehkan warna pada duniaku yang kelabu, layaknya awan pada hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories
RandomCerita-cerita pendek yang terinspirasi dari berbagai memori yang menempel dalam kehidupan saya. Bagian per bagian adalah cerita yang berbeda:)