Ranjang Bergoyang

48.4K 2.8K 529
                                    

Ketika membuka mata, keduanya kaget karena bangun dalam keadaan telanjang sambil berpelukan. Oji segera menyingkir ke samping, ke bagian ranjang di mana seharusnya dia berada, sementara Bangsat hampir jatuh terguling ke lantai karena refleks Oji sempat menendangnya pelan.

"Ngapain lo, Bang?" tanya Oji. Wajahnya terlihat horor.

"Lo yang ngapain, Anjing! Pagi-pagi meluk gue."

"Lo yang meluk gue!" Oji nggak terima.

"Lo! Pas gue bangun, lo lagi meluk gue."

Oji berpikir keras. Wajahnya merengut, dan itu malah membuat dia kelihatan lebih manis. Dengan kerutan di keningnya, bibirnya yang melengkung ke atas, alis lebatnya yang bertemu, rambutnya yang acak-acakan karena bangun pagi ... kalau nggak bisa dibilang mirip Aliando, maka dia bisa dibilang mirip Ratu—kakaknya, yang ternyata adalah pacar Bangsat. Bangsat selalu mendeskripsikan Oji sebagai Ratu versi cowok.

"Tadi malam kita ..." Oji mulai ingat kejadian tadi malam, dan wajahnya mendadak pucat pasi ketakutan.

"Kita ngeue," jawab Bangsat, melotot. Dia menatap ngeri ke Oji yang juga sama ngerinya mendengar jawabannya. "Semalam lo ngajak gue ngeue!"

"Gue? Lo duluan yang cium gue, Bangsat!"

"Emang gue Bangsat! Kan lo duluan yang ngajak gue ngebuktiin homo atau nggak!"

"Tapi tetep aja lo yang cium gue duluan!"

"Anjrit!" Bangsat mengacak-acak rambutnya yang sudah acak-acakan.

"Ini pasti nggak mungkin. Kenapa lo bisa yakin kita habis ngeue?" tanya Oji, masih nggak mau percaya, masih berharap semua ingatan tentang persetubuhan itu hanya mimpi belaka.

"Kita telanjang, Goblok! Lihat itu," Bangsat menunjuk dengan memonyongkan bibir ke selangkangan Oji. "Ulat bulu lo bangun." Bangsat tertawa melihat kelamin Oji yang bentuknya kecil dan imut.

"Bangsat!" Oji mengumpat seraya menarik selimut menutupi kelaminnya.

Sialnya, umpatan itu malah nama orang yang diumpatnya. "Gue emang Bangsat," jawab Bangsat sambil nyengir. "Lutunaaaa. Jadi emesh ama titit dedek Oji yang kayak anakan siput." Tawa Bangsat meledak.

Oji cemberut, mengambil bantal dan melemparnya tepat ke muka Bangsat.

Kena!

Si Bangsat yang nggak siap dengan lemparan bantal itu sekonyong-konyong jatuh ke bawah kasur dengan bunyi gedebuk yang cukup keras. "Bangsat!" dia mengumpat.

Yang juga sialnya, umpatan itu malah namanya sendiri. "Lo emang Bangsat!" Sekarang gantian Oji yang tertawa. Ngakak. Sampai guling-gulingan di kasur sambil ngangkang.

Untung Bangsat lagi di bawah kasur. Kalau melihat pantat Oji yang terbuka lebar itu, mungkin Bangsat bakal langsung menerkamnya. Karena kenyataannya, pantat Oji memang seksi. Putih. Mulus. Kenyal. Nyaris nggak ada cacat sedikit pun. Pinggiran lubangnya berwarna merah muda gelap dengan lubang yang masih sempit—atau paling nggak, sampai tadi malam, karena Bangsat sudah memecahkan keperjakaan lubang itu.

"Anjing lo ya!" Bangsat bangkit kembali setelah beberapa saat terpuruk di lantai. Ketika dia berdiri, tingginya mencapai 180 cm. Dengan raut wajah tegas tapi ramah, garis rahang yang hampir sempurna, hidung mancung seperti perosotan anak TK, dan mata yang agak-agak sipit kayak Glenn Alinskie, Bangsat sering kali jadi inceran cewek-cewek normal dan cowok-cowok homo di kampusnya (kalau yang homo sih biasanya langsung dia tendang ke laut).

Oji menutup mata. "Bang, itu lo gede betul." Dia menunjuk asal-asalan ke depan, bermaksud menunjuk kelamin Bangsat yang gede banget kayak pentungan.

Love, BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang