Ratu Drama

14.9K 1.2K 485
                                    

Ketika Tupperware berisi brownies yang dipegang Wina jatuh ke lantai, suaranya menggema bagaikan bom atom yang meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Bangsat dan Oji buru-buru melepas bibir mereka yang menyatu, dan keduanya kaget ketika mendapati Wina menatap nanar dengan tubuh gemetar dan wajah pucat pasi seperti mayat. Oji menelan ludah, sementara Bangsat memperhatikan Tupperware yang isinya berserakan ke mana-mana.

"Win," kata Oji, serak.

Wina masih nggak bergerak. Matanya yang bergetar membelalak ke Oji seolah-olah nggak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Win, aku bisa jelasin," kata Oji lagi, kali ini mendekat ke ceweknya itu. Tapi ketika dia menyentuh Wina, cewek itu menggubrisnya dengan kasar.

"Jangan sentuh aku!" bentaknya. Sama seperti Ratu, air mata cewek itu nggak bisa dibendung lagi.

Oji nggak menyentuh Wina, tapi juga nggak menjauh dari sisinya.

"Jadi selama ini bener, ya? Kamu ternyata homo, Ji!" Suara Wina bergetar, sakit.

"Win, aku—" Oji berusaha meraih tangan Wina lagi.

Tapi tangan cewek itu sudah keburu melayang ke udara sebelum akhirnya mendarat di pipi Oji dengan suara tamparan yang sama kerasnya dengan tamparan Ratu tadi. Saking kuatnya tamparan itu, cetakan tangan Wina sampai terbentuk di pipi Oji yang mulus dan putih cemerlang seperti mutiara.

Bangsat yang menyaksikan tamparan itu cuma bisa meringis tanpa melakukan apa-apa. Dia pingin banget mengusap pipi Oji yang memerah, tapi situasinya lagi nggak menyenangkan, dan bersikap romantis di tengah badai seperti ini hanya akan membuat segalanya jadi lebih rumit. Prioritas utamanya saat ini adalah memberi dukungan ke Oji untuk menyelesaikan masalahnya dengan cewek cengeng itu.

Wina menghapus air mata di pipinya, kemudian tanpa disuruh dia masuk ke dalam dan mendudukkan diri di kursi yang tadi jadi singgasana Ratu. Kalau Ratu memancarkan aura kemarahan ketika duduk di situ, Wina justru memancarkan aura kematian yang kental. Tanpa ampun, Wina memelototi Oji dengan buas sampai-sampai matanya yang basah itu hampir melompat keluar. Tapi Wina nggak berani memelototi Bangsat. Cewek itu bahkan bersikap seolah-olah Bangsat nggak ada.

Oji duduk di kursinya tadi, sementara Bangsat menyempatkan diri sebentar untuk memunguti brownies yang berserakan di lantai, memasukkan kembali kue cokelat itu ke Tupperware, kemudian duduk di sebelah Oji dengan Tupperware berada di pangkuannya. Tanpa rasa takut sedikit pun, Bangsat memakan brownies buatan Wina yang rasanya nggak enak banget di mulut. Jadi Bangsat berhenti mengunyah brownies itu dan menaruhnya di kolong kursi. Makanan nggak enak kayak gitu cocoknya dikasih ke tikus. Atau ke kecoa. Untung Bangsat nggak meninggal gara-gara makan kue nggak enak itu.

Wina melotot lebih garang melihat Bangsat yang menyingkirkan brownies buatannya ke bawah kolong kursi. Duduk di hadapan Wina, Oji dan Bangsat tampak sangat kerdil sementara Wina sangat besar seperti Red Queen di film Alice in Wonderland yang kepalanya gede banget kayak pantat Nicki Minaj.

Keheningan menggantung di tengah-tengah mereka bagaikan kapal induk alien di film The 5th Wave yang sewaktu-waktu dapat dengan bebas menghancurkan apa saja yang dikehendaki. Wina menangis lebih deras, air matanya meninggalkan jejak maskara yang memanjang sampai ke bawah pipinya. Cewek itu membuka tas jinjingnya, kemudian menarik empar lembar tissue dari dalam sana dan menghapus air matanya, tapi maskaranya dibiarkan mengering di pipi. Mungkin sebagai bukti bahwa dia habis menangis gara-gara Oji.

"Sejak kapan kamu jadi kayak gini, Ji?" tanyanya, memecah keheningan.

Oji memandang Bangsat, tapi Bangsat nggak membantu sama sekali. Cowok itu malah sempat-sempatnya ngupil di situasi kayak gini dan menyentil upil yang ada di jari telunjuknya sampai mental ke lantai di dekat kaki Wina. Meleset. Padahal Bangsat sudah membidik upil itu supaya mendarat di muka Wina yang asem. Dia memang sengaja melempar rudal upil ke Wina biar cewek itu tahu rasa karena melototin dia dengan matanya yang mengerikan itu. Cewek itu melotot lebih garang ke Bangsat, jijik sekaligus murka karena bisa-bisanya Oji milih cowok yang doyan ngupil salah tempat.

Love, BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang