Rumah Sakit Kota

114 10 0
                                    


Aku, Basir dan anak-anak lainnya makan bersama, sebagian di ruang tamu sambil menonton teve, sebagiannya di meja makan. Aku dan Basir memutuskan menghabiskan makanan di meja makan, sambil bercakap ringan.

"Ini sudah pukul tujuh,  tapi si Penjaga Panti belum pulang juga,  Sam"

"Bagaimana kalau kita berangkat pukul setengah delapan? lagi pula Azzam juga sedang tidur" Azzam sudah makan tadi pukul 06.30,  ia memutuskan untuk kembali meringkuk diatas ranjangnya.  Aku dan Basir juga sudah memberinya obat.

Basir mengangguk sambil mengunyah nasi goreng sosis miliknya.

♤♤♤

"Iya,  sebentar! aku sedang memisahkan uang ku untuk biaya rumah sakit Basir! " teriak ku kesal karena Basir tak kunjung berhenti mengetuk pintu.

Aku pun bergegas membuka kunci pintu. Ku lihat Basir dengan wajah cemasnya berdiri mondar-mandir tak sabaran. Ia langsung terhenti saat aku membuka pintu dan bergegas menarik lenganku.

"Penjaga Panti sedang makan malam di meja makan,  kita harus segera bicara padanya"

"Aku tahu Basir!  Tapi bisakah kau tenang sedikit? Kau tahu—"

"Tidak Sam!  Tidak bisa! " potong Basir sambil membuka pintu kamarnya.

"Azzam belum bangun? "

"Itu yang ku takutkan, Sam! Sedari tadi Azzam hanya bergumam pelan,  tidak membuka matanya,  aku tidak ingin kemungkinan buruk terjadi".

Aku bergegas mengikuti langkah Basir yang menggedong Azzam, kami menuruni anak tangga,  ke arah meja makan.

Hujan deras lagi-lagi membasuh kota kami,  disusul gelegar petir yang bersahutan.

"Kami harus membawa Azzam ke rumah sakit,  Pak! " teriak Basir cemas yang masih menggendong Azzam.

"Beri saja obat yang ada,  esok lusa pasti sem—"

"Tidak!  Kau selalu menganggap remeh semua hal Pak!  Kau memang tidak pernah peduli dengan kami! Sungguh terkutuk rumah Panti ini! "

Aku berusaha menenangkan Basir yang masih terlihat marah,  tidak terima. Anak-anak panti yang lain juga ikut berkerumun di sekitar kami,  saat Basir seketika meninggikan nada suaranya,  berteriak.

"Ayo,  Sam!  Bergegas!  Kita naik angkot saja!  Ini hampir pukul delapan malam" teriak Basir kesal dengan langkah kaki menuju pintu keluar.

Aku bergegas menyusul Basir yang sudah hampir keluar dari pintu,  menengadahi kepala Basir dan Azzam dengan payung,  dan segera naik angkot.

"Penjaga Panti sialan! Kita menunggunya agar mendapat tumpangannya dengan mobil nyaman,  bukan membuang waktu seperti ini,  sangat tidak berguna! "

Aku mengusap wajahku yang basah terkena tampias air hujan,  dan menatap Azzam yang masih tertidur dengan badan kurusnya.

"Lima menit lagi Zam!  Bertahanlah" bisikku lirih.

"Azzam akan bertahan Sam,  kau tenang saja" suara Basir berusaha meyakinkan ku walau sebenarnya terdengar sangat cemas.

Kita sampai. Hujan telah berhenti lima menit lalu. Bergegas kami memasuki Rumah Sakit kota,  menuju lobby dan kemudian meminta bantuan perawat agar Azzam segera di larikan ke UGD,  kondisi Azzam sangat menyedihkan.

Tubuh Azzam yang ringkih telah terbaring di dalam ruang UGD. Basir hanya bisa menunggu di luar, mondar-mandir sambil terus berdo'a yang terbaik.  Aku bergegas menuju ke bagian administrasi, mengurus biaya rumah sakit Azzam.

Explanation of My LifeWhere stories live. Discover now