prolog

7 1 0
                                    


"Ai, itu makanan ga bakal abis kalo cuma lu liatin sama diaduk-aduk gitu."

Aila tersentak dari lamunannya kemudian menoleh kepada sumber suara tersebut. Aila hanya menatap sekilas kemudian kembali menatap sepiring nasi goreng yang sedari tadi hanya diaduk-aduk tanpa berniat untuk melahapnya.

"Ga nafsu gue." Sahut Aila dengan tak acuh.

"Lu kenapa sih Ai, cerita dong. Gue kan sahabat lu, ga perlu ada yang ditutup-tutupin." Rengek gadis tersebut.

Safira Maharani, sahabat dari Embun Aila Kartika, mereka dipertemukan di kelas kuliah semester satu. Aila dan Safira entah kenapa mereka bisa menjadi sahabat, semuanya begitu mengaLir seperti air sampai mereka tidak menyadari bahwa sampai detik ini mereka saling membutuhkan satu sama lain. Aila anak rumahan yang setengah introvert ekstrovert , sedangkan Safira tipikal cewe introvert yang ga suka dengan hal-hal berbau organisasi, tapi tidak bisa dibilang juga kalo Safira anak yang apatis.

"Hati gue-" belum selesai Aila berbicara, Safira lebih dulu memotongnya.

"Astaga Ailaaaa! Jadi lu masih mikirin dia yang punya pacar baru itu?" pekiknya dengan tatapan tak percaya.

"Lu gak tau rasanya jadi gue Saf, lu gak pernah tau!" jawab Aila dengan geram. Ia menjawab namun matanya masih tetap menatap nasi goreng yang sudah dingin tersebut. Tangannya masih saja mengaduk-aduk seolah sedang mencari sebutir berlian yang sangat mahal.

"Lu harus move on Ai. Lu gak bisa kaya begini terus, gue mohon sama lu sekarang, lupain dia atau lu akan terus kaya gini. Lu gak mau makan, wajah lu pucet, kaya orang gak ada semangat hidupnya tau nggak." Kemudian Safira menggenggam tangan Aila dengan lembut, seolah memberikan energy positif atau semacam kekuatan untuk tetap tegar dalam menghadapi masalah yang saat ini dihadapi Aila.

"Saf.. apa salah gue sampai dia tega nyakitin hati gue sedalem ini?" Tanya Aila dengan mata menerawang ke langit-langit kantin fakultas yang sudah usang itu.

"Denger gue Ai. Lu gak salah apapun, lu harus lupain dia sekarang. Dia udah memilih untuk move on dan lupain lu kan? So sekarang saatnya lu buat move on dan lupain dia juga."

"Tapi ga semudah itu Saf!" kali ini Aila menatap kedua mata Safira dengan tajam. Sepertinya percakapan ini akan jadi cukup memanas.

"Kenapa ga bisa! Lu bisa tapi lu gak pernah ada niat untuk ngelupain si berengsek itu. Seolah-olah dia adalah pusat semesta lu, yang tanpa dia lu itu nothing. Lu gak bisa kaya begini terus."

"Dia memang pusat semesta gue-" Sahut Aila dengan perlahan, hampIr seperti gumaman yang tidak boleh satupun orang ada yang mengetahui ucapannya.

"tapi itu dulu." tambahnya dengan cepat.

"Lu bisa bayangin gak sih? Dia sekarang ini lagi asik sama pacar barunya, sedangkan gue disini mati-matian untuk bisa survive dengan rasa sakit hati kaya gini. Lu bisa mikir ga sih, gimana rasanya gue supaya gak nangis setiap inget dia. Lu gak bakal bisa ngerti itu Saf."

"Aila-"

"Dia pacar pertama gue, yang memperkenalkan gue apa itu dicintai dan mencintai. Dia yang ngajarin gue banyak hal. Salah satunya patah hati."

"Aila-"

"Gue sayang dia Saf." Kali ini air matanya tak dapat dia bendung lagi, runtuh sudah benteng pertahanan yang sedari tadi dibangunnya. Safira menatap lekat kedua mata Aila, terlihat jelas dikedua iris coklatnya kalau Aila begitu amat terluka.

"Tapi kalian beda agam Aila! Inget hal itu." Aila seketika terkejut medengar perkataan tersebut. Seolah kepalanya diguyur air dingin, ia terbangun dari kerapuhannya. Betul memang Aila dan mantannya memiliki perbedaan agama. Dari awal, memang itulah yang menyebabkan hubungan mereka berakhir tragis. Kecuali mantan-berengseknya-, karena saat ini dia sudah bahagia dengan pacar barunya. Ya.. sepertinya saat ini hanya Aila yang paling nelangsa di dunia ini.

************************

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang