Menurut cerita emakku--seekor kucing betina ras lokal paling ngetop di gang Unyu--kami, sebut aja si Kuning, si Abu-Abu dan si Hitam, lahir pada Sabtu malam di tong sampah rumah Pak Kumis, rumah bernomor 14. Si Kuning lahir lebih dulu, setelah itu aku si Abu-Abu, baru kemudian si Hitam. Kesemuanya jantan. Masih menurut cerita Emak, perlu waktu beberapa saat untuk Emak membersihkan selaput yang menyelimuti badan kami. Emak, induk yang pintar, baik dan berpengalaman. Sebelum kami, dalam enam tahun hidupnya hingga kami lahir, ia telah melahirkan 15 ekor anak yang saat ini ia tak tahu dimana keberadaan anak-anaknya. Emak memakan plasenta masing-masing dari kami satu persatu. Ia juga memastikan hidung kami tidak tersumbat oleh lendir, sehingga kami bisa bernafas dengan baik. Kemudian setelahnya barulah Emak membersihkan tubuhnya sendiri dan memberikan susu pertama kepada kami, ketiga anaknya.
Tidak lama kami tinggal di tempat sampah itu, Emak membawa kami berpindah-pindah tempat tinggal. Dari emperan warung, hingga garasi rumah penduduk. Hasilnya sama saja, kami selalu diusir orang. Akhirnya karena tak punya pilihan, Emak membawa kami kembali ke rumah Pak Kumis. Kali ini Emak mencoba peruntungannnya di teras samping dimana banyak terdapat tumpukan barang bekas. Rumah Pak Kumis tidak terlalu diurus. Ia tinggal seorang diri di rumah itu. Ia berangkat pagi-pagi sekali berjalan kaki dan baru kembali ketika hari beranjak malam. Karena kondisi itulah, Pak Kumis bahkan tidak menyadari keberadaan kami.
Biasanya setelah Pak Kumis pergi bekerja, Emak akan pergi mencari makan. Ia berburu tikus, belalang, kecoak atau mengorek tempat sampah mencari makanan sisa yang dibuang. Pada malam hari Emak akan pergi ke rumah di samping rumah Pak Kumis. Ada suami istri di rumah itu yang biasanya memberi Emak makan di malam hari. Mereka memberi Emak sepiring nasi yang dicampur dengan potongan potongan daging ikan, ayam ataupun tulang. Menurut Emak, sudah sekitar dua bulan sepasang suami istri itu memberi Emak makan di malam hari.
Setelah beberapa minggu Emak mulai membawakan kami makanan. Biasanya potongan daging tikus ataupun sepotong tulang yang kami gigiti bertiga. Rasanya... enak pastinya. Tapi tentu saja paling enak yaa... air susu Emak.
Sepanjang hari bila Emak sedang berburu, kami bertiga akan bermain di halaman rumah Pak Kumis yang hanya terdapat rumput liar. Kuning, si Sulung mengelilingi rumah, memerhatikan hal-hal menarik semisal kantong kresek bekas atau mahluk hitam mungil yang suka berbaris rapi di dinding. Sedangkan si Hitam suka bersembunyi di balik rerumputan di halaman. Sedangkan aku, hmm... aku lebih suka menjahili Kuning yang asyik tidur di kantong kresek dengan menggigiti kakinya hingga ia menjerit, lalu kabur ke halaman dan menghajar Hitam yang sedang berusaha menyamar di balik rumput untuk menangkap lalat. Dan tentunya kemudian aku diadukan kedua bocah itu ke Emak. Emak akan mengomel sedikit lalu mencium hidungku, menjilat tubuhku sembari berkata, "Abu-Abu, kamu boleh nakal sedikit. Tapi ingat, jangan kabur melewati pagar itu. Berbahaya. Banyak kucing lain yang tidak suka dengan kita. Lalu ada anjing di rumah samping kiri. Anjingnya galak. Emak saja pernah dikejarnya ketika ia dilepaskan. Manusiapun begitu. Tidak semuanya baik dan suka dengan kucing. Ada yang mengusir dan melempar Emak padahal Emak hanya numpang tidur di terasnya. Atau bila sedang sial, Emak dikarungi lalu dibuang ke tempat yang jauh. Kadang-kadang Emak bisa balik, kadang enggak," ujar Emak dengan wajah sedih.
"Yang paling berbahaya," lanjut Emak sambil memejamkan mata, "Adalah bila kita lengah kita bisa ditabrak mobil, motor atau sepeda."
Emak kemudian membuka matanya, "Ingat itu. Jangan keluar pagar."
*****
Suatu pagi, Emak membangunkan kami dengan jilatan panjang dan basah. Setelah puas menyusu, Emak bangkit dan menatap kami satu persatu.
"Kuning, Abu-Abu dan Hitam, Emak pergi sebentar. Main di sini saja jangan kemana-mana, ya. Kuning," Emak menatap abangku kemudian berkata, "Jaga adik-adikmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
KunBulKoy
AdventureKisah tiga kucing jalanan yang ditinggal mati ibunya. Kisah tiga calon kucing garong yang gagal total. Kisah tiga jantan di timur Jakarta.