Kalau kemarin-kemarin, ketika emak pergi tanpa pesan bagiku sudah merupakan mimpi buruk, maka dipisahkan dari kedua saudaraku beratus kali lipat buruknya sebuah mimpi. Aku tidak bisa tidur!
Beberapa lama setelah aku menjerit, menangis, mengumpat hingga aku putus harapan, perempuan itu mengantarkan mangkuk berisi cairan berwarna putih. Aku tidak tahu mangkuk itu berisi apa, tampaknya itu makanan. Tapi aku tidak berani menyentuhnya. Hingga aku kembali melakukan rutinitas awalku sejak diculik yaitu : menjerit, menangis, mengumpat dan.... pipis.
Ketika matahari akhirnya menyingkirkan gelap malam, perempuan itu kembali menghampiri kandang dan memandangiku dengan heran.
"Heii... pus... kok susunya nggak diminum? Sini yuk susunya diganti ya, nanti disuapi," ujar perempuan itu seraya membuka kandang.
Aku melangkah mundur dan mendesis marah hingga perempuan itu terlonjak ke belakang, "Ghadiii!!"
Aku kembali memdesis ketika tahu perempuan itu kaget dan perempuan kembali menjerit, "Ghadiii!!"
Laki-laki bernama Ghadi tiba sembari menguap, "Iya, Na, kenapa lagi sih?"
"Nihh," perempuan itu menunjukku, "galak banget, aku mau digigitnya."
"Masa sih?" Ghadi memandangku sangsi dan aku kembali mendesis.
"Tuhkan."
"Dari tadi malem ngejerit aja kerjaannya, bikin aku nggak bisa tidur."
Sukurin!! Sama dong!! Salah sendiri cari gara-gara. Siapa suruh nyulik akukan.
Perempuan itu menguap dan mengangguk, "Saudaranya juga berisik tuh di luar. Kasihan."
"Jadi gimana, kita balikin aja nih anaknya si Gelang?" tanya Ghadi seraya memasukkan tangannya ke kandang dan menangkapku cepat.
Ghadi mengamatiku sambil tertawa, "Yang ini lucu ya, Na, gembul. Mukanya bulet gitu."
Merasa tersinggung aku mendesis, tapi si Ghadi malah tertawa, "Sok galak lo, Mbul."
Puas mengamatiku Ghadi lalu meletakkan aku di lantai yang segera kumanfaatkan untuk kabur menuju bagian belakang rumah. Ada banyak pakaian yang digantung di bagian rumah yang itu. Kudengar hentakan kaki yang mengikutiku, maka secepatnya aku masuk ke sebuah lubang di dinding dan mulai memanjat.
"Ghadiii... ini kucingnya masuk paralon saluran air."
Saluran apa tadi? Aahh bodoh yang penting kabur dulu.
Lalu dari arah belakang tubuhku aku merasa perempuan itu mulai mencolek-colek bokongku, atau malahan mendorong aku ya?? Pokoknya saking ngerinya entah mengapa aku bisa memanjat lebih tinggi, jauh dan semakin gelap.
"Ghadiiii!!!"
"Yawwhhh??"
"Ghad!! Siniii!!"
"Aphaaseehh, Naaa??"
"Ghadii sini, kucingnya hilang. Mati nih kucingnya nyangkut di paralon."
Hhaahh??
"Ghadeeeee!!"
"Lagi pup akunya, Na! Berisik banget sih kamu."
Lama senyap dan aku mulai gemetaran. Aku takut setengah mati. Kenapa sih kedua orang ini jahat banget sama aku? Dosa aku apa coba?
Dan akhirnya karena letih, tubuhku merosot jatuh dan terdengar pekik nyaring perempuan itu.
Apes deh ketangkep lagi.
Perempuan itu mengulurkan tangannya dan menarikku. Kali ini aku diam saja karena sudah lemas.
"Kamu kenapa sih nakal banget? Aku udah ketakutan loh kamu nyangkut di situ. Kan repot harus panggil pemadam kebakaran segala kalo kamu gak bisa keluar. Kamu nih bikin cemas aja. Udah ya, kita masuk ya. Kita makan ikan dulu yuk. Tapi jangan nakal ya."
Aku tidak mengerti perempuan itu bicara apa. Hanya saja tak lama kemudian dia mulai menyuapiku dengan potongan-potongan kecil ikan. Lalu iapun memberi minum cairan putih yang ternyata rasanya agak-agak mirip dengan susu ibuku. Karena kekenyangan akupun tertidur. Begitu bangun perempuan itu kembali memberiku makan dan minum. Akupun mulai merasa nyaman dengannya hingga aku kembali mendengar suara Hitam dan Kuning. Maka akupun mulai menjerit lagi.
Ghadi menghampiriku dan berkata, "Na... kucingnya kita balikin ke saudaranya aja yuk, kasihan. Nangis terus."
"Tapikan lucu, Ghad," ujar perempuan yang selalu disapa Ghadi dengan sebutan 'Na' seraya mengelus kepalaku.
Aku yang mulai merasa nyaman mulai mengdengkur.
"Kita dosa loh, Na, misahin dia sama saudaranya."
"Iya sih," jawab Na pelan.
"Aku bawa dia ke depan ya, Na?"
Na mengangguk dan Ghadi membawaku ke teras rumah.
"Hayohh sana, coba kamu jalan ke arah suara saudaramu sana," ujar Ghadi seraya melepaskan aku.
Tanpa pikir panjang aku masuk ke got samping rumah dan terus berlari hingga aku tiba di rumah yang lain lagi. Dan tiba-tiba aku sadar, aku kesasar. Aku bukan menuju rumahku yang lama tapi ke rumah entah mana lagi. Karena takut karena beberapa kali penghuni rumah baru itu bolak-balik keluar rumah aku memutuskan untuk bersembunyi hingga tertidur ketika malampun tiba.
Begitu gelap semakin pekat perlahan aku mengendap menuju pagar depan rumah dan mulai menjerit memanggil Kuning dan Hitam. Terdengar lirih sahutan mereka. Tiba-tiba sesosok tubuh muncul dari luar pagar.
"Heiii.. kok kamu di sini?"
Na?? Belum pernah aku sebahagia itu melihat Na. Aku melompat dan Na mengulurkan tangannya di sela-sela pagar. Na menggendongku dan membawaku pulang lagi ke rumahnya. Aku diberi makan dan minum, lalu aku dimandikan. Begitu selesai Na membalutku dengan handuk dan mengeringkan tubuhku.
"Kamu gimana sih Ghad, ini kucingnya kok bisa nyasar ke rumah Pak Dokter sih?" tanya Na pada Ghadi yang sedang asyik ngupil sambil mengutak atik benda hitam pipih ditangannya.
"Ya abis dia langsung kabur ke got. Ya kupikir dia bisa dong nyari tempat saudaranya. Kan pada miaw-miaw tuh di sebelah."
Aku melirik sebal pada Ghadi dan Na kembali mengomel, "Manalah dia ngerti jalan pulang. Kamu kan nyulik dia. Ya anterinlah ke deket saudaranya."
"Iya entar."
Na kembali mengeringkan buluku dan aku mendengkur di pangkuannya. Hingga tiba-tiba Ghadi mengambilku dari pangkuan Na.
"Nah udah kelarkan, ayo pulang."
"Eh sini bentar," Na mencowel hidungku, "Anak pinter, pulang dulu yaa. Nanti kalo laper main-main ke sini ya."
Kemudian Ghadi mengantarku menuju rumah Pak Kumis. Aku tahu. Tentu saja, aku bisa membaui aroma tubuh Kuning dan Hitam. Akhirnya Ghadi meletakkan di tepi pagar tak jauh dari Kuning dan Hitam yang mendesis ketakutan. Teringat pada Na aku berlari kembali ke arah Ghadi, tapi ia kembali menaruhku di dekat pagar. Dan aku kembali berlari ke arah Ghadi. Berulang hingga tiga kali, sampai aku mendengar panggilan Hitam.
"Abu-Abu!! Psst... Psstt... Siniiii!!"
Dan akhirnya suara itulah yang memanggilku kembali. Aku menoleh sekali lagi pada Ghadi dan menghambur pada Kuning dan dan Hitam.
"Gue pulaannggg!!"
"Lo baunya kok aneh gitu sihhh!"
"Lo abis makan ya? Bagi dong."
"Abis darimana aja. Dicariin juga."
"Itu siapa yang nganterin lo? Tengil gitu mukanya?"
Aahhh aku kangen mahluk jelek berdua ini.
"Jadi gini ya, ceritanya. Si tengil itu namanya Ghadi. Dia tinggal sama Na di rumah nomor 13...."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
KunBulKoy
AdventureKisah tiga kucing jalanan yang ditinggal mati ibunya. Kisah tiga calon kucing garong yang gagal total. Kisah tiga jantan di timur Jakarta.