2. Terluka Sejak Lama

202 25 0
                                    

"Panggil saja Arumi, jika Bi Inah tidak mendengar."

Seakan dianggap menjadi bagian dari keluarga lain, hidupnya juga terasa asing. Setiap hari hanya itu yang selalu ia dengar, ketika salah satu pembantu rumah tangga sedang sibuk dengan urusan lain, Arumi adalah pilihan utama yang dapat diandalkan. Arumi bisa mengerjakan pekerjaan rumah, memasak makanan yang enak, membersihkan segala nya hingga bersih, serta melakukan hal-hal kecil yang dibutuhkan penghuni rumah.

Arumi melakukan itu semua, dan sudah menjadi kebiasannya sejak dulu.

Tadinya Arumi pikir jika ia penurut serta menjadi seorang yang rela melakukan pekerjaan ini semua, kasih sayang orang tua nya akan bisa ia dapatkan. Kala Arumi kecil, dia sempat bertanya kepada salah seorang nenek tua yang pernah mengontrak di daerah tempat tinggalnya. Arumi menceritakan keluh kesahnya, karena waktu itu ia tak mengerti apapun, dia hanya bisa mengikuti apapun cara.

Termasuk mematuhi segala perintah keluarganya, meski terkesan sebagai pembantu.

Arumi yang sedang membuatkan teh untuk dirinya sendiri, langsung menoleh ketika Airin datang mendekatinya.

"Kerjain tugas gue sama setrika baju kuliah gue dong. Bi Inah nggak ada, lagi keluar."dalam sekali perintah, Arumi langsung mengiyakan.

Airin tersenyum puas, kini dia mengikuti langkah Arumi yang berjalan menuju kamar Airin hendak mengambil beberapa cucian yang hendak ia setrika.

"Baju ini merek terkenal, gue harap lo pelan-pelan buat perlakuinnya."jelas Airin lagi kasar.

Arumi mengangguk pelan. Meski terlahir di keluarga yang cukup kaya, nyatanya Arumi jarang sekali dapat menikmatinya. Jika dvia ingin mendapatkan uang, dia harus menunggu akhir bulan. Papa nya akan memberikan uang, namun tak sebanyak yang diberikan kepada Airin, saudara kembarnya. Jadi untuk menutupi segala keperluannya dan juga biaya kuliah, Arumi mengandalkan dirinya sendiri. Bekerja siang malam lalu dapat hidup sendiri.

"Gue denger lo bermasalah lagi sama dosen?"

"Iya, kenapa?"jawab Arumi pelan.

"Lo itu kuliah di kampus swasta, jadi kuliah yang bener. Bukan malah main-main."

Arumi tersenyum sinis. "Itu kalimat untuk diri kamu sendiri bukan?"

"Gue?"sahut Airin lalu tertawa tak percaya. "Yaampun, gue ini mahasiswa negeri. Beda sama lo yang kuliahnya di swasta."

"Kalau kamu tidak menukar kertas ujianku, itu sudah menjadi kampusku."jawab Arumi sinis.

Airin berdecak sebal. "Toh, hidup gue lebih beruntung di bandingkan lo."

"Syukurilah,"

"Btw, lo dapet uang dari Papa?"tanya Airin penasaran.

"Belum,"

"Ah, mungkin dia sedang sebal karena mendengar nilai lo yang berantakan di kampus. Kayaknya, lo bakalan kena marah lagi deh. Jadi nggak sabar, bener kan?"

Arumi menghrla napas sejenak. "Bukan aku yang bermasalah, dosen itu salah paham."

"Lo itu aneh,"

"Berhenti mengurusi hidupku, Airin."

Airin malah tertawa. "Tapi gue seneng, karena lo aneh, gue jadi satu-satu nya putri Papa yang dia sayang."jelasnya lagi. "Buruan selesaikan cucian itu, jangan sampai salah."

A Man Who Came From Wattpad [ 🔜 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang