⚫1

175 6 0
                                    

Beberapa Tahun yang lalu

Sella memutari sofa ruang tamu sambil berteriak keras. "Kak, kembalikan!" Ia sedang mengejar Kakaknya yang membawa kacamata miliknya. "Kak, aku membutuhkan benda itu." Tak henti-hentinya Sella meneriaki Kakaknya sejak 5 menit yang lalu, saat dirinya menyadari bahwa kacamatanya tidak ada di meja belajar di kamar miliknya.

"Untuk apa kau memakai benda ini?" tanya Rai, Kakak Sella pada Sella yang berada di sebrang tempat Sella berada.

Sella mendekat menuju keberadaan Kakaknya. Sella melangkah ke depan dalam artian mendekat, Rai juga melangkah, menjauh dari Sella. "Iiish, Kak, kembalikan benda itu kepadaku." Sella kembali berlari dan Rai juga berlari, tapi menjauh dari Sella.

Rai berlari menuju ruang makan. Disana ada Mama mereka yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Rai memutari Mama-nya yang sedang membawa kotak bekal yang belum ditutup berkali kali. "Akan ku bunuh kau Kak, jika nanti aku bisa menangkapmu," teriak Sella saat ia baru saja memasuki ruang makan. "Eh, Mama." Sella tiba tiba berhenti berlari saat melihat Mamanya.

Sella langsung berlari saat melihat Kakaknya yang mengejek di belakang sang Mama dengan membawa kacamata miliknya. Sella mengepalkan tangan kanannya di depan muka. Ia berlari sambil berkata, "awas kau."

Sella dan Rai memutari Mamanya, mereka tidak henti-hentinya memutar badan Mamanya. "Stop! Kalau kalian ingin bermain, bukan disini tempatnya." Cikki, Mama Rai dan Sella, menghentikan aksi lari larian sang anak. "Kenapa kalian main lari-larian dan juga berteriak, huh?" tanya Mama Cikki santai, tapi Rai dan Sella tau, jika Mamanya kini dalam ancang-ancang untuk marah.

"Jangan salahkan aku, Ma. Salahkan Kak Rai yang mengambil kacamataku." Rai melotot dari belakang badan Mama Cikki atas ucapan Sella yang mengadukan tingkah dirinya kepada Mamanya.

"Bener itu Kak?" tanya Mama Cikki setelah berbalik melihat anak sulungnya, Rai.

"Hah?" Rai memasang wajah bodoh di depan Mamanya, entah itu berpura-pura, atau memang dirinya beneran bingung. Tapi itu membuat Mama Cikki menggeleng pelan dan menggumam.

Mama Cikki sudah menghadap penuh di depan Rai. "Kenapa kau mengambil kacamata milik Adikmu?" tanyanya kepada Rai.

Rai bingung harus menjawab apa. Ia mengambil kacamata milik Sella hanya untuk menggoda Sella. Ia tidak tau kalau akhirnya Sella akan mengadu beneran kepada Mamanya. Sebab, biasanya Sella hanya menggertaknya sesaat. "Itu... apa?" Rai bingung harus berkata seperti apa.

"Itu apa?" tanya Mama Cikki atas ketidakjelasan dari jawaban Rai.

"Itu, Ma. Karena, Rai tidak suka melihat Sella memakai benda ini. Lagipula, Sella tidak bermata minus 'kan?" jawab Rai santai, padahal sebenarnya ia sudah gemetar saat melihat Papanya berada tepat di belakang Sella.

Mama Cikki mengangguk paham, ia tidak bertanya lagi kepada Rai. "Loh, Sayang." Mama Cikki kaget saat melihat suaminya berada dibelakang anak bungsunya. "Ayo, semua duduk di kursi masing masing. Keburu, nanti kalian terlambat," kata Mama Cikki dengan tangan yang mengambil nasi untuk Alvin, suaminya.

Mareka memulai sarapan. Sarapan mereka sepi untuk kali ini, hanya terdengar denting sendok garpu yang bertabrak dengan piring. Biasanya akan ada hal yang akan dibicarakan saat makan, walau ada peraturan bahwa 'dilarang berbicara saat makan' peraturan itu dibuat oleh Alvin. Tapi, peraturan itu tidak terlaksana sebaik mungkin. "Setelah sarapan, jangan ada yang beranjak dari tempat duduk kalian." Alvin mulai bersuara, yang lain mengangguk sebagai jawaban.

Cikki sudah meneguk minumnya, ia terakhir selesai makan. Ia menunggu permulaan kata yang akan diucapkan oleh Suaminya, dengan mengatur nafas.

"Aku ingin bertanya kepada kalian. Dengarkan baik baik." Cikki, Rai dan Sella sudah memajukan badan mereka yang semua bersandar dikursi. "Sepertinya akan ada masalah yang terjadi... dan kalian harus tenang menghadapinya nanti."

Gamers?Where stories live. Discover now