P R O L O G

75 8 3
                                    




   Wanita paruh baya itu mengayun—ayunan bercat putih. Suara tawa anak kecil terdengar jelas dikuping wanita itu, suara yang menghangatkan hatinya.

   Rasa lelah pun dirasakan wanita itu hingga ia menghentikan aktivitasnya dan duduk dihadapan anak perempuan yang masih berumur 5 tahun—anak perempuan yang sering ia panggil "Ulan". Ulan yang melihat wanita itu menyerngit bingung, "Nenek capek ya? maafin Ulan ya nek, bikin nenek capek." Ucapnya polos. Wanita itu membalas ucapannya dengan senyuman lalu mengatakan "Nenek ga capek kok, hmm sekarang nenek kepingin kasih pertanyaan buat Ulan."

   Ulan yang mendengarkan ucapan Neneknya langsung berdiri dan mengangkat tangannya seperti orang yang sedang orasi, "Ulan pasti bisa jawab semua pertanyaan nenek. Ulan kan pintar nek, semua masalah dan semua pertanyaan bisa Ulan selesaikan." Ucapnya mengebu-ngebu.

Wanita itu tertawa kecil dan menunjukan senyuman licik, "Ulan yakin bisa?" Ulan kembali duduk dan berkata "Masa Nenek nggak yakin sama Ulan. Ulan kan pintar nekk." Wanita itu mengusap-usap puncak kepala anak perempuan itu lalu mengeluarkan pertanyaannya, "Bunga apa yang akan Ulan jadikan sebagai motivasi hidup?" Pertanyaan itu agak sedikit membuat Ulan bingung.

Setelah berfikir sejenak akhirnya Ulan membuka mulut, "Ulan tau apa, Bunga Matahari. Kenapa Ulan milih itu, karena bunga itu selalu jadi pusat perhatian semua lebah. Kalau nenek bunga apa?" diumurnya yang masih 5 tahun, penghetahuan nya tentang bunga memang sangat sedikit.

   Wanita itu tertawa lama sekali, hingga anak perempuan yang didepannya ikut tertawa, sejujurnya anak itu bingung mengapa neneknya tiba-tiba saja tertawa. Akhirnya wanita itu berhenti dan memetik bunga yang berwarna putih dan tidak menarik, yang letaknya berada di sela-sela rumput.

Wanita itu pun mulai berbicara, "Lihat Ulan, ini namanya Bunga Dandelion. Bunga yang nenek jadikan motivasi hidup. Warnanya putih dan tidak menarik. Bunga ini tidak mampu melawan angin yang terus berhembus menerbangkannya dan merubahnya menjadi suatu batang yang tegak."

Wanita itu mulai memutar-mutar bunga itu dan meniup kelopaknya. "Ga ada yang tau kemana angin akan membawa Kelopak Dandelion itu. Hanya kelopak dan angin yang tau kemana akan membawanya, tetapi suatu saat Dandelion akan tumbuh kembali seperti bunga yang cantik meskipun setiap kali angin akan menggugurkannya dan ilalang menyembunyikannya dalam senja." Anak perempuan itu menyimak ucapan wanita yang ia sangat sayangi itu dengan tenang.

Wanita itu kembali berbicara, "Dandelion pun mampu bertahan dalam segala cobaan. Walaupun bentuknya tidak seindah Bunga Matahari dan Mawar merah, mungkin tidak seharum Bunga Melati, tapi Dandelion dengan tangkai kecilnya yang sederhana mampu memberikan banyak arti dalam kehidupan ini-" ucapannya terpotong, "Emang Dandelion bisa kasih banyak arti dalam kehidupan kita nek. Apa aja nek?" tanya anak perempuan itu antusias.

Wanita yang masih memandangi tangkai kecil Bunga Dandelion mengalihkan pandangannya ke Ulan "Nenek yakin Ulan bakal tau jawabannya dan itu bukan sekarang."  ucapnya yang dibalas Ulan yang mengerucutkan bibirnya.

   Wanita itu melihat ke arah langit yang sudah menghitam tanda hujan akan tiba, "Ulan masuk yuk, udah mau hujan." Anak perempuan itu menganggukan kepalanya dan turun dari ayunan nya. Mereka berdua jalan, menuju rumah yang berwarna putih dengan ukuran sedang. Anak perempuan yang bernama "Bulan" itu termenung. Ia masih memfikirkan ucapan terakhir neneknya.

"Nenek yakin Ulan bakal tau jawabannya dan itu bukan sekarang."

---

a.n
Maaf ya kalo prolognya not so gud. Btw ini prolognya aku ganti, waktu sebelum diubah ini kaya tentang si Bulan ke makam orang tuannya. Semoga kalian suka ya sama prolog yang baru.

p.s aku ganti karena, biar nyambung sama judulnya.
p.ss yang bingung Ulan siapa, Ulan itu bukan tokoh baru tapi, dia itu B(ulan).

See you guys on the next part :D

PEACE OUT, I'M OUT

-

Sepucuk DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang