6. Perjanjian

11K 1.3K 156
                                    

Gue menatapnya penuh rasa curiga. Apa yang direncanakan Pak Guru? Gue males panggil namanya. Kenapa dia tetap diam sedari awal masuk sampai 10 menit kemudian?

Begonya lagi, gue lupa tanya mau minum apa. "Emm, Pak Guru mau minum apa?" Memperbaiki kesalahan, gue buka suara. Baik kan gue? Ya iyalah, untuk ukuran anak yang terdholimi, gue yang paling baik memperlakukan pembulli gue daripada para korban bully lainnya.

"Adanya apa?" dia tanya balik.

Hah?

Gue heran, kenapa cara jawabnya mirip pelanggan cafe ke pelayannya ya? Sialan.

"Air(?)" jawab gue, menaikkan sebelah alis. Salah satu kebiasaan gue saat protes.

"Air apa? Air kopi? Air teh? Air jeruk...atau air susu Ibu?" sudut bibirnya terangkat sebelah.

Gue nahan greget, nih orang ngerjain gue!

"Bapak minta AIR apa?"

"Air..mani."

Mana tongkat pramuka segebok?! Gue pengen nabok wajah mesumnya SEKARANG!

"Pak, jangan berbicara kotor di depan anak dibawah umur. Kena pasal pelecehan anak lho." Jawab gue akhirnya, diplomatis.

Dia terkekeh. "Udah punya KTP kan? 'Anak'? Gak malu sama umur?"

"Au ah Pak, gelap."

Dia lagi-lagi ketawa.

"Aduh Pak, gak capek apa ketawa mulu? Saya yang liat aja luar biasa capek," sindirku.

Untungnya, suara sepada motor Ayah udah kedengaran di garasi. Beberapa menit kemudian, langkah kaki yang beriringan semakin mendekati ruang tamu.

Gilak! Gue makin deg-degan. Gue gak tau alasan sebenarnya Pak Guru ke rumah. Boro-boro, jelasin aja dia ogah. Gue punya firasat buruk. Seburuk-buruknya firasat selama gue hidup.

"Lho, Dude! Kok gak bilang kalau datang hari ini?!" Itu suara Ayah, yang lagi manggil Pak Guru dengan...apa? Dude?

BALAK.

"Gak sempet, Mas. Sibuk kencan," jawab Dude—oke, Paman Dude—yang gue yakin cuma bercanda.

Ayah pasang tampang 'lo gak lucu' sebagai tanggapan ocehan Paman Dude. "Heleh, kencan.. Sama baju?"

Aku menahan tawa, syukur lo gak lucu. Ayah gue dilawan.

Paman Dude tak lupa menyapa Ibu gue. "Halo tant...eh, maaf, mbak. Nama asli saya Andreata Bayu. Tapi Mbak bisa panggil saya Dude," ucapnya sembari menyodorkan tangan.

Ibu gue menyambut jabat tangan Paman Dude. "Halo, Dek. Selamat datang ya. Semoga betah tinggal disini. Ya harap maklum lah, rumahnya kecil." Jawabnya, merendah.

Serius, hanya orang buta yang bilang rumah 30x15 meter itu kecil.

"Kamarmu baru bisa dibangun besok. Selesainya belum pasti kapan. Kamu sementara tidur di kamar Alfi ya? Aku udah siapin kasur."

Kebiasaan buruk para orangtua : bangga mengumumkan keputusan sepihaknya ke orang lain. Serius, Ayah belum pernah konfirmasi apapun sama gue! Yang bener aja, masa gue harus seruangan sama Satan New Generation ini?

Oh. Tidak.

"Oke, Mas."

BALAK KUADRAT.

###

"Dimana kamar mandinya?" Baru masuk kamar, Satan udah tanya.

Setengah hati, gue nunjuk pakai isyarat mata. "Tuh, samping ruangan baju."

"Oke, ane mandi dulu, sist."

Masa gue dipanggil sist?

Ta..
ta...
tai.

Olshop banget gak sih!? Tanpa aba-aba, gue langsung lempar sandal rumah ke wajahnya. Dia gak sempat menghindar, dan kena telak. Yes! rusak deh image gantengnya. "Haha, syukur! Dasar manusia olshop." Ejek gue. Kalau ada yang tanya dari mana julukan itu, well, gue gak tau. Anggap aja species baru. Masalah selesai.

Selagi Paman Dude grepe-grepe tubuhnya sendiri di kamar mandi, gue grepe-grepe keyboard gue buat bikin point-point perjanjian. Bukan, gue bukan duta besar PBB atau duta shampo lain. Gue cuma memastikan bahwa hak gue di kamar ini tetep bisa ditegakkan. Mengingat Paman Dude adik ayah yang lebih tua dari gue, bayangan sifat sewenang-wenang itu selalu ada.

Betewe, jenis perjanjiannya gak cuma 1 doang. Ada 3 perjanjian yang akan gue ketik : perjanjian antar cowok (cakupan wilayah = kamar tidur), perjanjian pendidikan (cakupan wilayah = sekolah dan sekitarnya), dan perjanjian sikon (cakupan wilayah = tergantung sikon saat perjanjian itu dibuat).

Setelah semua rampung, gue langsung print-out tuh perjanjian. Gak mau gegabah gegara typo atau alasan lain, gue check lagi tulisannya.

Oke, kereeeeen.

Gue ketawa kecil.

"Sist, lo baik-baik aja?" suara di belakang bikin gue bergetar aneh, dalam artian negatif. 11-12 kalau ketemu hantu, horror.

"Ngejek amat. Hei Paman, duduk sini sebentar."

Paman Dude menurut dan duduk di tepi ranjang (hanya) dengan boxernya.

Gue gak menelan ludah!

"Kenapa? Ada masalah?" tanyanya, to the point.

"Gini Paman, untuk menghindari Perang Dunia ke-4 kita—" Baru aja gue ngomong, dia udah langsung motong.

"Kok 4? Yang ke-3 kemana?"

Huffft, bakal lama nih. "Kata temen gue 3 nya udah dibooking sama si presiden baru, jadi ya, kita gak boleh melangkahi yang udah susah-susah booking. Oke, balik lagi ke bahasan awal, gue udah buatin perjanjian untuk 2 kubu. Paman dan..." gue nunjuk diri sendiri. "Ini surat perjanjiannya. Peraturannya, tiap point yang dilanggar punya konsekuensi 1 permintaan bebas diajukan ke si pelanggar. Tentu saja yang tidak melanggar hukum dan HAM orang lain."

"Oke, so?" balas Paman.

Gue bacain poin perjanjian secara garis besar. "Satu, hari Senin, Selasa, Rabu paman tidur di kasur, Kamis sampai Sabtu giliran gue. Minggu? Tergantung siapa yang cepat dia yang dapat. Terlepas dari jadwal itu, harus tidur di kasur lantai. Dua, dilarang mengatakan ikatan keluarga ke siapapun di sekolah demi menjaga privasi dan mencegah kasus KKN alias Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Tiga, saling membantu saat salah satu pihak yang membutuhkan, kapanpun. Poin-poin perjanjian akan dibicarakan lebih lanjut sesuai sikon. Ada tambahan?"

Paman Dude manggut-manggut sekilas, "tambahan : dilarang bicara informal di depan orang lain. Lo-gue baru boleh digunakan saat ngobrol berdua. Dilarang mencampuri urusan masing-masing. Dilarang panggil 'Paman', mas aja. Deal?"

Gue mengangguk. "Ok, bos. Tungguin bentar." Gue kembali ke laptop gue buat revisi.

5 menit kemudian, gue udah duduk berhadapan sama Mas Dude (aneh banget-_-). "Sekarang tanda tangan disini, Mas. Buat bukti kalau kita udah sepakat," instruksi gue.

Mekanismenya gue dan Mas Dude tanda tangan di map yang berbeda. Map dengan perjanjian bertanda tangan Mas Dude bakal gue simpan sebagai jaminan kalau dia mulai protes atau ngelanggar, begitupun sebaliknya.

"Deal?" Gue ngulurin tangan.

Mas Dude balas menjabat uluran tangan gue. "Deal."

Akhirnya, semua beres. Kita tinggal nunggu bakal berhasil atau gak perjanjian ini.

###

Thanks for waiting.
Baru aja selesai UAS ®_®
#olengkapten:v

December 10, 2016

XXYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang