Mempercayai orang lain yang udah pernah nyakitin gue emang sulit. But, yeah, anggap aja gue buta.Gue gak punya indera ke-6, apalagi indera ke-7 buat membaca pikiran orang lain—biarlah kemampuan itu tetap melekat pada orang yang tepat. Gue juga gak ada bakat dukun. Gue cuma punya hati malaikat. Itu aja udah cukup bikin gue jadi manusia spesial. Mas Dude harusnya bersyukur udah berhasil mendapatkan hati gue kembali.
“Dafuq!” Kepala gue digeplak dari atas. Bikin ngeri. Untung gak copot.
“Aduh!” Protes gue, tetap melanjutkan kegiatan grepe-grepe pantatnya.
“Jangan sentuh gue, mesum.” Mas Dude mengeluarkan paksa tangan gue dari balik celananya.
“Iya, gue mesum.” Gue mencium bibirnya dalam, “jadi, ayo.” Tanpa perlu telanjang, kami melakukannya.
Maksudnya, ciuman. Hm, gak ada yang lain.
Entah gimana gue harus menyebutnya. Tragis? Tepat, bung.
###
“So, kenapa lo ketawa dari pagi?” Leo muncul dari balik jendela, menghadang jalan gue.
“Kepo.” Balas gue, menggeplak kepalanya main-main.
Leo menyeringai ala kucing bunting. “Lo habis ehem-ehem ya?” godanya sembari membuat gestur jari telunjuk masuk lubang.
“Ehem-ehem palalu! LM bego!” Balas gue, gak mau kalah.
“Lo kalau belok, gak usah ngajak otak juga, men. ML, goblok.”
Gue ngakak. “Sayangnya, kagak bro. Btw, lo harus nyari temen tidur baru secepatnya. Gue berhenti.”
“Lo HIV ya? Hii..”
Capek emang ngomong sama laki-laki dewasa otak PAUD. “Iya, gue HIV. Sama sifilis, hepatitis juga, ah, sekalian kencing manis. Matinya besok. Puas lo?”
“Sekarang aja.” Leo mengedipkan sebelah matanya, genit.
Gue menghendikkan bahu gak peduli. “Juru kuncinya masih liburan ke Hawaii. Lagian, seneng banget lo kalau gue mati?”
“Iya lah. Lo tau, gue udah punya perasaan gak enak sejak bangun tidur.” Kata Leo, menopang dagu.
“Kenapa? Lama-lama kok obrolan kita kayak Joko Sembung gini ya? ‘gak nyambung’.”
“Pacar lo kelihatan galak.”
“Lah? Apa hubungannya?!”
###
Dan, obrolan ‘Jaka Sembung’ antara gue dan Leo terbukti benar-benar terjadi. Pacar gue galak, anjir. Sorry, ‘calon pacar’. Ngimpi gue kalau bisa pacaran dalam semalam.
“Kalian harus putus.” Mas Dude menatap mata Leo tajam, “dia selingkuh sama gue!” kemudian, menunjuk tepat ke pucuk hidung gue.
Ceritanya, kami berdua lagi disidang Mas Dude di kamar kos gue. Dia ingin kami berdua putus.
Omongan gue kemarin dianggep serius ternyata. Padahal maksud gue sebenarnya bilang ‘hm’ adalah…gue sariawan. Iya, gue meminimalisir ngomong. Apalagi kalau pertanyaannya gak penting-penting amat. Males.
“Gini ya Ma—“ Gue yang berniat menjelaskan, tiba-tiba dipotong sama Mas Dude.
“Gak usah membantah, pokoknya kalian harus putus!” Ucap Mas Dude, menggoyangkan betis gue. Gue jadi heran. Makin tua kok makin begini ya kelakuannya?
“Mas?” Mas Dude berhenti sejenak, menatap gue.”Sehat?” lanjut gue, meringis.
Leo di depan gue mati-matian menahan tawa. Setelah puas, dia segera mengambil alih pembicaraan. “Eh Mas, gini ya. Bukannya sombong, cuman kok gue merasa terlalu ganteng ya buat Alfi? I mean, gue gak tertarik dengan dada kuncup dan wajah pasaran kayak cowok lo.”
Seketika dua bantal melayang ke kepala dan kemaluannya. Mampus!
“Sialan lo!” Umpat gue. Mas Dude mengangguk. “Minta dikebiri dia,” tambahnya.
Lagi-lagi Leo ketawa. “Eh, gue seriusan. Yang tenang dong, gue gak akan ngerebut dia kayak bocah TK kok. Pungut aja Mas. Gue ikhlas.” Ucap Leo, mengelus dada sok tua.
“Bagus. Sana pulang.” Balas Mas Dude, puas.
Leo tersenyum miring. Gue manyun. Mas Dude ketawa.
Apa-apaan dengan situasi ini?
###
Malam hari, tepat saat bulan purnama, Leo mengetuk pintu kamar gue. Apa dia berubah jadi serigala? Ah, sudahlah. Otak gue emang selalu geser 1mm\hari.
“Bro?” panggilnya, lemah.
“Hm?” gue membuka pintu lebar. Oh, no. Harusnya gue turutin insting gue untuk gak membuka pintu.
Tangan Leo menututupi bagian intimnya. Dengan wajah sayu, dia mendorong gue masuk. Gue ngerti apa yang akan dia minta. “Lo habis ngapain sampai berdiri?”
“MENURUT LO?” Balas Leo, nyolot. Dia habis liat selusin bokep. Dan, itu faktanya. Fenomena ini udah sering terjadi. Kalau udah gitu, sifatnya akan berubah ganas. Mirip macan pms.
Gue menghembuskan napas malas. “Kan gue udah bilang, gue berhenti. Mas Dude bisa marah kalau dia tau kelakuan kita.”
Leo menatap gue dengan wajah konyolnya. “Emang lo sama dia punya hubungan apa, sampai dia boleh marah?”
Disodori pertanyaan gak penting tapi menohok, gue bingung. “Ya…gak ada apa-apa sih. Cuma lo tau kan gue suka dia.”
“Lama deh lo. Udah sini pegang.” Leo mengarahkan tangan gue ke anu-nya. Mungkin karena terlalu frustasi mendapat penolakan gue, dia sampai menuntun tangan gue naik turun.
Kasihan ya.
###
Setelah sama-sama terkapar di kasur gue, Leo memeluk pinggang gue pelan.
“Kenapa?” tanya gue.
Leo menggeleng. Padahal biasanya dia ngoceh mirip beo.
“Lo sakit?” tanya gue, lagi.
Dia mengangguk.
“Yang mana yang sakit?” Leo emang punya kebiasaan manja kalau sakit. Ya gue tau lah. Namanya juga tetangga, bro.
Dia mengarahkan tangan gue ke burungnya.
Wtf.
“Sialan lo.” Umpat gue, menarik tangan paksa dari genggamannya.
“Hahaha. Lo terlalu lugu.” Ejeknya.
“Gue khawatir beneran, bego.”
Dia terus ketawa. “Btw, thanks coeg. Gue pulang dulu lah. Janji deh, tadi yang terakhir. Dadah!” Katanya, melambaikan tangan kayak anak paud tamasya.
Gue yang sakit mata melihat tingkahnya, langsung menendang bokongnya ke depan. “Cepet keluar sono! Jijik gue.”
Emang udah sifatnya dari lahir, Leo sama sekali gak marah atau merasa tersinggung. Justru dia ketawa makin keras.
Dasar.
###
Semakin gaje :v Haha
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa vote dan comment. :D
July 26, 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
XXY
Teen Fiction[Boyslove] Kromosom merupakan kapsul ajaib pembawa DNA & RNA, kode etik genetika yang bertanggung jawab terhadap sintesa protein sekaligus mengontrol sifat keturunan suatu organisme. Manusia mempunyai 46 AA (pasang) kromosom, akumulasi dari 22 AA...