Friendship With(out) Love part 2

92K 5.3K 26
                                    

Abi kembali duduk, membuatku tersadar dari lamunan panjangku.

"lapar nggak? ayocari makan .." ujarnya sambil bangkit berdiri.

Apa? Makan lagi? Baru dua jam yang lalu aku menemaninya makan roti bakar.

Aku menggelengkan kepalaku keras-keras. "nggak..aku nggak mau makan lagi. Kamu nggak adil. Sebanyak apapun kamu makan, kamu tetap tidak menggemuk. Sementara aku bertambah beberapa kilo setiap akhir pekan."

Dia tersenyum kemudian menarik tanganku, "nggak perlu gengsi. kamu juga laper kan?"

Apa yang bisa kuperbuat selain mengikutinya? Memangnya aku punya pilihan lain?

"tunggu bentar..aku ganti baju dulu." Aku mendorongnya keluar.

"hey nggak usah malu..aku mandi bersamamu waktu kita masih SD, aku sudah bosan melihat tubuhmu.." ujarnya sambil memperlihatkan senyum jahilnya. Aku mendorongnya keluar pintu kamarku dengan wajah merah padam.

***

Aku mengganti piyamaku dengan celana jeans dan tshirt biru muda, aku memakai jaket bergaris-garis berwarna biru. Rambutku yang susah di atur, aku kuncir kuda. Aku menyapukan bedak tipis dan lipgloss. Berdandan bukanlah kesukaanku. Namun aku juga tidak senang jika terlihat pucat. Aku segera keluar kamar, sahabatku akan menjadi rewel bila menungguku terlalu lama.

Ternyata Abi sedang mengobrol dengan mamaku di ruang tamu. Kami sebenarnya sudah seperti keluarga. Jika aku main ke rumah Abi, maka mamanya akan buru-buru memasak puding cokelat vla kesukaanku agar aku bisa betah berlama-lama main disana. Mama menoleh sambil tersenyum padaku.

"nah Abi, itu Gwen sudah siap. Kalian yakin tidak mau makan dirumah saja?"

"terima kasih banyak tante..tapi Gwen janji mau traktir saya malam ini, maklum tante baru gajian.."

Aku melotot pada Abi, dasar usil. Sementara mamaku hanya tertawa mendengar candaan Abi.

Kami menaiki BMW X5 kesayangan Abi. Dia melaju di keramaian jalan ibukota. Aku meliriknya melalui sudut mataku. Aku selalu suka melihatnya mengendarai mobil. Begitu santai, dan tenang. Berbeda denganku yang mudah panik dan selalu membuat mobilku lecet tiap kali aku membawanya, sampai papa menyerah dan akhirnya memberikan aku seorang supir yang siap sedia selama 7 hari untuk mengantarku ke kantor dan kemana saja.

Aku memilih kafe yang tidak terlalu ramai. Aku dan Abi memiliki kesamaan, kami tidak terlalu suka berada di keramaian. Abi percaya pada kemampuanku menilai makanan. Jika menurutku itu enak, dia pasti akan mengikutinya. Jadi disinilah kami, di sebuah kafe yang tenang dengan pencahayaan temaram. Pelayan pria yang sedari tadi menatapku terkejut saat kami memilih menu, aku memilih spaghetti bolognaise sementara Abi lebih suka fettucini. Abi menahan senyumnya sampai pelayan itu pergi.

"Gwen..Gerrard ingin mengajakmu keluar."Abi menyebutkan nama sahabatnya yang aku hitung sudah 3 tahun tanpa lelah mencoba mengajakku kencan.

Aku mendengus, "kenapa dia nggak bilang sendiri?"

"Kau selalu menolaknya Gwen, dia hampir putus asa." Sahut Abi santai.

"Aku hanya nggak cocok sama dia. Dia terlalu..." aku tidak bisa meneruskan kata-kataku. Sejujurnya, tidak ada yang kurang dari pria itu. Dia terlalu tampan untuk berjalan denganku. Itulah yang benar.

"Gimana kamu tahu dia nggak cocok denganmu? Seingatku kamu nggak pernah ngedate ama dia?" tanya Abi menyelidik.

"memang nggak pernah. Instingku mengatakan begitu. Ah sudahlah..apa kamu mau ngabisin malem minggu sambil ngomongin Gerrard? Karena aku malas mendengarkannya." sahutku ketus.

Abi menggeleng terlihat putus asa tapi sedikit geli. Bukan sekali dia mencoba menjadi comblang untuk hubunganku dengan beberapa teman prianya. Hanya saja aku sudah tahu, aku tidak akan cocok dengan mereka semua. Khayalanku tentang pria sempurna sudah terpatahkan oleh orang yang saat ini duduk di depanku. Bagiku sulit melihat pria lain selama masih bersahabat dekat dengan Abi. Aku akan terus membandingkan pria itu dengannya. Aku masih mencoba menelaah kapan tepatnya perasaanku terhadap Abi berubah. Tapi sampai detik ini aku masih belum menemukan jawabannya.

Friendship With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang