Friendship With(out) Love part 5

71.5K 4.8K 58
                                    

Dering ponsel menyadarkanku dari lamunan, aku tersenyum begitu melihat nama peneleponnya.

"halo.."

"Gwen, kau masih di kantor? Aku berada di dekat kantormu. Mau pulang bareng?", suara Abi terdengar santai seperti biasanya.

"iya..aku masih di kantor. Baiklah..bisakah kita makan dulu nanti? Aku lapar.."

"baik nyonya..." ujarnya menggodaku. "aku tiba 5 menit lagi."

Aku langsung menutup teleponnya dan mengambil tasku. Berjalan menuju toilet, menyapukan bedak tipis dan lipgloss. Biasanya aku cuek saja bertemu Abi ketika aku baru bangun tidur, bahkan belum menyikat gigi. Namun tidak saat-saat ini. Aku ingin terlihat cantik dihadapannya. Setelah menyisir rambutku dan menggelungnya, aku merasa lebih baik dan percaya diri.

Abi tersenyum padaku ketika aku masuk ke dalam mobilnya. Dia sedang mendengarkan coldplay, salah satu band favorite kami. Aku suka bau mobilnya. Campuran antara wewangian dan harum tubuh Abi.

"kau mau makan di mana?"

"aku ingin bubur ayam"

Abi mengernyit kemudian melirikku sekilas, "ngidam huh? Kau tidak pernah suka bubur ayam. Katakan padaku siapa yang telah melakukannya?" ujarnya pura-pura terlihat marah.

Aku tertawa mendengar candaannya. Bubur ayam adalah makanan favorite Abi. Aku tidak menyukainya. Namun aku sedang belajar menyukai sesuatu yang Abi juga suka. Bukankah begitu yang dilakukan orang ketika sedang mendekati pasangannya?

Abi membawaku ke kedai bubur ayam favoritenya. Bukan restaurant besar, hanya kedai kecil di pinggir jalan. Kata Abi, bubur ayam di tempat ini juara rasanya. Kami segera memesan dua bubur ayam dan dua teh hangat manis.

Seperti biasa kami selalu berbincang mengenai apa saja sambil makan. Mengenai pekerjaan, teman, berita hari ini, atau aku akan memberitahu gossip tentang selebritis paling up to date hari ini. Dan Abi tidak pernah protes, dia selalu dengan tenang mendengarkanku selesai bercerita dan tertawa sesekali.

"Jadi infotainment memberitakan apa hari ini?" Tanya Abi berusaha menggodaku.

Buburku sudah hampir habis, dan ternyata rasanya luar biasa enak. Apalagi di dukung cuaca dingin seperti hari ini. "Ya seperti yang kau tahu. Lebih banyak berita perceraian dibanding pernikahan. Rasanya aneh begitu kau menggebu-gebu untuk menikah dan kemudian menjadi bosan bahkan dengan pria atau wanita pilihanmu sendiri.."

Abi tersenyum, "Itu karena mereka tidak berusaha menerima kekurangan pasangan mereka. Yang mereka tahu saat pacaran hanyalah kelebihannya. Dan begitu menikah mereka dihadapkan oleh kenyataan yang mengecewakan mereka. Karena tak tahan akhirnya mereka bercerai.."

Aku menatapnya, jarang sekali dia akan menanggapi obrolanku tentang gossip dengan serius. Aku tertawa, "kalau begitu Abinaya, kau seharusnya menikah denganku. Karena aku bahkan sudah mengenalmu lebih baik dari Ibumu sendiri.."

Tatapan Abi menembus mataku membuatku terdiam, "benarkah kau mau begitu? Kau mau aku menikahimu?"

Aku spontan tersedak. Abi langsung memberiku minum dan menepuk-nepuk punggungku. Setelah membaik, aku tertawa padanya, "Kau takkan mau menikahi wanita bawel, cengeng, dan manja sepertiku.."

Dia menatapku dalam, kemudian mengaduk-aduk buburnya, "kau hanya tidak tahu Gwen.."

Sisa malam itu, kami habiskan dengan obrolan ringan. Aku masih tidak mengerti mengapa Abi jadi begitu pendiam. Bahkan di mobil dia tidak mengajakku ngobrol. Matanya berkonsentrasi penuh pada jalanan. Aku pun memutuskan untuk diam, kuakui sejujurnya aku sedikit lelah dan mengantuk. Aku tidak sabar untuk bertemu kasur dan bantalku di rumah.

Aku memutuskan untuk memeluknya sekilas sebelum keluar mobil, dan dia balas memelukku. Kemudian senyum kembali hadir di bibirnya. "terima kasih akhirnya mau menemaniku makan bubur ayam. Suatu kehormatan bagiku..." ujarnya menggoda.

Aku memutar mataku padanya, "oo tentu..kurasa aku bisa hidup dengan bubur ayam, rasanya lumayan..wow.." dia tertawa kemudian melambaikan tangan padaku.

Aku segera masuk ke dalam rumah. Mama papa sudah tidur, jadi aku langsung masuk ke kamarku. Menghidupkan musik di iPadku dan mengganti baju. Sebelum tertidur aku mengecek ponselku, ada pesan masuk dari Fiona.

Jangan jadi pengecut Gwen..katakan atau simpan selamanya!

Aku tersenyum membacanya. Dia seorang sahabat yang sangat baik, selalu memberi dukungan. Namun aku juga tidak tahu harus membalas apa. Aku tidak ingin menjadi pengecut, tapi aku takut. Jika salah langkah maka aku harus siap berjauhan dari Abi. Kami sudah sama-sama dewasa. Tapi justru itu yang membuatku sadar. Bahwa setiap hal yang terjadi akan membuat hubunganku dengan Abi tidak akan pernah sama lagi.

Friendship With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang