Satu

2 1 0
                                    

Menyesal.

Itulah yang sedang Tasha rasakan. Pasalnya, beberapa hari yang lalu ia baru saja mengungkapkan isi hatinya kepada Ditto siswa pecinta kimia itu,bagaimana mungkin ia menjadi pacar seorang cowok yang diketahui tidak pernah memiliki mantan, bahkan sangat cuek kepada makhluk yang bernama cewek. tapi setidaknya hatinya lega telah mengungkapkan perasaan yang selama 2 tahun belakangan ini ia pendam. Ahh! Tapi tetap saja gila. Bisa-bisanya seorang cewek yang notabene nya pemalu, justru ia malah berani mengungkapkan isi hatinya terlebih dahulu kepada seorang cowok.

Bahkan, ketika esok sekolah pun pasti sedang membahas dirinya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana malunya seorang Tasha. Apalagi, mengingat ia menembaknya dilapangan basket atau lebih tepatnya didepan semua murid. Ia sudah membayangkan pertanyaan apa saja yang akan keluar dari mulut teman- temannya. Tapi bukan Tasha namanya jika tidak melakukan hal-hal anti mainstream. Namun, disamping itu ia juga berfikir mengapa harus cowok itu yang ia sukai, sedangkan masih banyak cowok yang lebih bisa menerimanya dengan baik? Ahh tapi tetap saja baginya kalau sudah mencintai seseorang tidak bisa diarahkan kepada siapa perasaan itu akan berlabuh. Dan Ditto lah tempat berlabuhnya perasaan Tasha.

Apapun rintangannya, seberat apapun menaklukannya, ia tidak akan menyerah. Baginya, cinta itu perjuangan, dan cintanya pada Ditto haruslah diperjuangkan.

"Sha! Woy ngelamun mulu, kebiasaan deh" ucap Dea –sahabat Tasha- mengagetkannya.

'Hmm. Kenapa?" sahut Tasha malas.

"Lo kali yang kenapa? Ditto lagi yaa?" Tanya Dea sembari menutup buku Matematikanya dan mendekat pada Tasha yang sedari tadi melamun sambil melihat ke jendela. Kali ini Tasha tak menghiraukan sahabatnya itu, ia tetap focus melamun sambil sesekali mengetuk-ngetukkan pulpen nya ke meja yang semakin membuat Dea kesal, kadang Tasha seperti patung yang tak berbicara sepatah kata pun, tapi kadang juga dia bisa berubah menjadi cacing kepanasan alias tidak bisa diam. memang aneh batin Dea.

"Ehh itu Ditto!" teriak Dea, sambil menunjuk kearah pintu kelas, yang sontak seketika membuat Tasha menoleh. "Tapi boong!" lanjut Dea.

"Nyebelin ish!" Tasha langsung memukulnya, karena kesal dengan tingkah Dea yang selalu menggangu ketenangan melamunnya. Tapi jika tidak seperti itu, sampai malam pun Tasha tak akan mau mendengarnya.

" Yaa lagian sih lo gak dengerin gue, jadi pengen deh isengin lo" ucap Dea sambil terkekeh.

"Tapi gak gitu juga kali! Gue kan kaget, kirain beneran Ditto ke kelas gue"

"Yaelah Sha, lo lupa kalo Ditto itu cowok terrrrrcuek!! Gak mungkin lah dia kesini tanpa alasan"

"Iya sihh, tapi yaa kali aja dia mau nemuin gue "

"Dihh lu mah kepedean banget" seru Dea sambil memukul kecil lengan Tasha.

Tak lama Pak Budi guru sosiologi pun masuk ke kelas mereka dan seketika suasana kelas hening karena diketahui Pak Budi adalah guru killer di sekolah ini. Berhubung sosiologi adalah salah satu pelajaran favorit Tasha, jadi dia tunda dahulu melamunnya demi pelajaran favoritnya itu.

Bel istirahat pun berdering lantang, para siswa berhamburan keluar kelas, kantin adalah tempat yang banyak dikunjungi para siswa saat istirahat. Begitu pun dengan Dea yang langsung menarik lengan Tasha untuk ke kantin, dikarenakan cacing-cacing diperut nya sudah protes menginginkan makanan. Begitupun dengan Tasha yang hanya bisa pasrah saat ditarik oleh Dea. Itung-itung liat Ditto batin Tasha, dan sesampainya di kantin. Benar saja, Ditto sedang duduk di kursi pojok kantin sedang memakan siomay dan jus jeruk, sambil sesekali berbincang dengan Daffa, terlihat sangat serius dan sangat Tampan.

Just Gotta Hold OnWhere stories live. Discover now