Ini versi Novel ya kak. Versi Yoohun bisa baca di Hinovel.
Versi ini sudah jauh lebih rapi karena aku revisi lagi--bahkan lebih rapih dari versi cetak hohohooo.
-
-
-
Dia tengah duduk di hadapan meja kerjanya yang dipenuhi dengan berbagai macam dokumen. Tangannya tanpa henti membalik lembar demi lembar. Sesekali menyesap kopi guna menepis rasa kantuk yang mulai menyerangnya. Ia lirik jam tangan yang ia letak asal di atas meja kerjanya. Ya, dia tidak terlalu nyaman menggunakan jam tangan. Keningnya mengerut ketika jarum jam menunjukkan pukul 11 malam. Dia tidak menyadari itu, ternyata dia sudah melewati sepanjang harinya di meja kerja. Dia menarik yang nafas panjang lalu menghembuskannya dengan lesu.
Ketika itu seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya.
"Apa anda tidak lelah, Direktur?"
Tanya sekretarisnya yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya--setelah tadinya berdiri ragu cukup lama di depan pintu ruang kerja bosnya itu. Tentu karena setelah dipaksa karyawan lainnya yang sudah kelelahan ingin segera pulang namun tidak berani dikarenakan Direktur mereka masih berada di dalam ruang kerjanya.
"Kenapa kau masih disini?" cara bicara Direkturnya saja ketus sekali.
"Aaa.. Aku tidak mungkin pulang jika Direktur masih disini."
Lelaki itu diam sejenak seraya memejamkan matanya--mencoba memahami perkataan sekretarisnya. Dilihatnya kembali jam tangan miliknya yang masih dibiarkan terletak asal diatas meja kerjanya, lalu beralih menoleh ke dinding kaca yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar langit diluar sana, dengan langit malam yang hitam pekat tanpa bintang.
"Pulanglah. Aku akan pulang sebentar lagi." ucapnya setelah itu.
"Kalau begitu akan saya tunggu—"
"Pulang saja!" bentaknya. Membuat sekretarisnya mengerjap kaget dan langsung keluar dari ruangannya.
Baru saja ia hendak meraih dokumen lainnya, suara getar ponselnya mendadak terdengar membuatnya mendengus kesal--padahal dia ingin menyelesaikan setidaknya 1 pekerjaan lagi. Diliriknya ponsel miliknya yang berada tidak jauh dari jam tangannya berada. Tatapannya terlihat bimbang di antara menerima atau menolak panggilan itu. Ia kembali mendengus dan kali ini terdengar seperti menyerah. Menyerah untuk tidak menghiraukan panggilan itu.
[Yak! Kenapa baru kau angkat?!!] teriak seorang wanita dari balik ponselnya.
"Ada apa?"
[Hoh, ada apa dengan suaramu? Kau masih di kantor ya?] tanya wanita itu lagi masih berteriak.
"Aku tanya ada apa? Kenapa kau menghubungiku?"
Ia kembali memeriksa dokumen seraya mendengar celotehan sahabatnya itu melalui speaker ponselnya. Ya, itu Kim Je Ah. Satu-satunya sahabat--atau katakan saja satu-satunya teman yang ia punya.
[Begini.. Jika eomma bertanya padamu, tolong katakan padanya bahwa aku masih di Jepang. Mengerti?] Dirinya yang tadinya sibuk membolak balik dokumen mendadak berhenti bergerak.
"Kau sudah kembali ke Seoul?" Ia tampak kaget. Raut lelah menghilang seketika dari wajah tampan nan rupawannya.
[Ehei, mana mungkin aku menghubungimu jika masih di sana.]
[Ingat kata-kataku kan? Katakan pada eomma—]
"Maaf sekali, aku tidak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE ROMANCE
Romance"Perkenalkan. Namanya Kim Je Ah. Sahabat terbaikku dan juga calon istriku." Kalimat itu berhasil membuat Je Ah tercengang. Hajoon mengatakan kalimat itu dengan sangat mudahnya. Entah kaget atau memang bodoh, dirinya hanya terdiam di hadapan rek...