TIGA.

54 2 0
                                    

Sumber cahaya dan panas dimuka bumi ini berterik dengan gagahnya, seakan-akan tidak peduli pada penderitaan Adelia yang berdiri diujung trotoar yang berusaha menghalau sinar matahari yang menerpa wajahnya dengan buku-buku tebal ditangannya. Sekali lagi Adelia mendengus kesal, tak ada satu pun angkutan umum yang melintas  padahal Adelia sudah merindukan kasur empuknya. Suara deruan motor mengalihkan pandangan Adelia yang menatap sepatu hitamnya, dan dihadapan Adelia sekarang adalah seorang cowok kurus yang sedang berusaha membuka helmnya dan menaruh di kaca spion motor matic pink-nya. Cowok itu Haris.

“Elu ngapain sih berdiri panas-panasan disini, kan ada halte tuh kenapa ga berdiri disana aja?” tanya Haris sambil menunjuk halte yang tidak jauh dari dirinya dan Adelia berada.

Adelia tidak menanggapi ucapan Haris, matanya hanya fokus ke arah motor matic pink didepannya. Adelia tidak menyangka Haris mau mengendarai motor yang berwarna pink, biasanya cowok yang ada disekitaran hidup Adelia paling gengsi kalau mengendarai motor berwarna pink, alasan nya “jijik gue” atau “serasa banci gue naik motor gituan”. Sebenarnya tidak masalah tapi menurut Adelia cowok seperti Haris yang mukanya sok cool, pasti keliatan lucu kalau Haris tidak memakai helm pas mengendarai motor pink-nya. Adelia menahan tawanya membayangkan kalau memang Haris mengedarai motor pink-nya tanpa memakai helm. Untung tadi dia make helm, batin Adelia.

Melihat Adelia yang menahan tawa sambil matanya menatap kearah motornya -ralat motor kakak sepupunya-. Haris mengerutkan alisnya bingung. Seketika tawa Adelia lepas, Haris baru sadar kalau Adelia sama seperti anak-anak Tunas Bangsa yang menertawakan dirinya yang biasanya mengendarai motor ninja hitamnya dengan gagah kini dirinya mengendarai motor matic yang berwarna pink. Haris mendengus kesal menatap Adelia yang masih mempertahankan tawanya. “Ini bukan motor gue, ini motor kakak sepupu gue.” jelas Haris.

Adelia mengangguk-anggukan kepalanya sambil menyeka air matanya akibat menertawakan Haris terlalu lama. “Gue kira itu motor elu.” jawab Adelia cekikikan.

“Kaga!” sahut Haris keras.

“Elu ngapain disini?” tanya Adelia.

“Iya ya? Gue ngapain disini.” jawab Haris tolol sambil celingkungan. “Elu mau pulang ya? Bareng gue aja yuk, tapi kita jalan-jalan dulu mau gak?” sambung Haris.

Adelia mengangguk. “Tapi jalan-jalan kemana?” tanya Adelia sambil memegang pundak Haris lalu mendaratkan patatnya di jok motor pink Haris.

“Mall?”

Adelia menggeleng “Gamau ah. Sumpek pasti rame banget apalagi ini hari sabtu.”

“Terus mau kemana?” tanya Haris sambil memberikan helm-nya.

Adelia memandang helm yang disodor Haris dengan bingung. “Yaudah ke taman kencana aja, gue pengen makan soimay disana. Terus ini helm untuk apaan?”

“Ya, elu pake lah.” jawab Haris.

“Terus elu gak make helm gitu.” tanya Adelia

Haris hanya mengangguk sambil tangan tetap menyodorkan helm-nya ke Adelia.

“Elu mau nyari mati ya? Disimpang pertigaan itu suka banyak polisi bego! Kita bisa ditilang anak oon. Kalo elu yang make masih mendingan, masa iya penumpangnya yang make helm. Dimana-mana tuh tukang ojeknya yang make helm bukan penumpangnya, ada juga sih penumpangnya yang make helm tapi itu jarang.” cerocoh Adelia.

“Apa elu bilang? Tukang ojek gila ya elu masa iya cowok seganteng gue jadi tukang ojek.” Jawab Haris dramatis.

Adelia mendorong keras punggung Haris. “Bacot, udah cepetan jalan bang. Tambah panas ini matahari.”

Haris mendengus kesal, sambil memakai helm yang tidak jadi dipakai Adelia lalu menarik gas motornya dengan kuat. Dan dalam sekegap dipinggangnya melingkar sepasang tangan. “Harisssss, elu modus banget sih!!!” teriak Adelia.
Dan Haris tersenyum lebar mendengar teriakan Adelia yang beradu dengan terpaan angin.

   ♢♢♢

Rasa dingin menjalar dipipi kanan Adelia, membuatnya tersentak dari lamunannya. Lalu mata Adelia bergerak melihat siapa pelaku yang menempelkan es dipipinya, dan matanya langsung melotot menatap Haris yang nyengir dengan  tangannya memegang segelas es teh manis yang diangkatnya tinggi.

“Rese lu ah.” ucap Adelia kesal. 

“Lagian elu malah ngelamun, daripada elu melamun mendingan elu mandangin muka gue.” sahut Haris dengan cengiran lebar yang otomatis memamerkan deretan giginya.

“Tutup deh tuh mulut elu, ada cabe gitu juga malah pamer-pamer.” kata Adelia sambil melempar gumpalan tisu kearah mulut Haris tapi meleset malah mengenai pipi kiri Haris.

“Ehh, serius cabe di gigi gue?” tanya Haris sambil tangannya merogoh saku celana abu-abunya, mengeluarkan Handphone lalu membuka fitur kamera.

“Anjir, ga ada juga. Bohong elu mah.” Ucap Haris sambil tetap memperhatikan giginya lewat kamera handphone-nya.

“Hidup itu gausah terlalu serius.” sahut Adelia sambil menahan tawanya.

“Gak nyambung lu, balik yuk. Udah mau magrib nih.” ajak Haris sambil memandang langit yang mulai mengelap.

“Yuk lah abang ojek.” sahut Adelia, dan langsung mendapatkan pelototan dari Haris.

“Sekali lagi elu bilang gue abang tukang ojek, gue kepit lu diketek gue.” ancam Haris dengan senyuman  miringnya.

Dan Adelia langsung hanya diam. Lalu pukulan yang lumayan kencang mendarat mulus di lengan kanan Haris, dan gelak tawa Haris pecah sambil meringis ngelus lengannya yang dipukul Adelia barusan. Adelia hanya memasang muka gondoknya.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang