Chapter 4

103 35 4
                                    

Hai vote dulu ya sebelum baca hehe.
Happy reading. Semoga kalian suka

Dhista membuka pintu balkon kamarnya dan melihat bintang. Kebiasaan Dhista saat merindukan laki-laki itu, ia hanya ingin dia kembali. Sesuatu yang didapatkan dengan perjuangan dan penantian panjang akan abadi karena didalamnya ada kerja keras dan kesabaran hati juga yang tidak pernah berhenti berharap.
.
.
.
.
.
"Taaa bangun udah pagi,"

"Woy bangun dek! Udah pagi nih," Adhitama menggedor pintu kamar adiknya.

"Hm bentar lagi,"

"Cih dasar kebo, susah banget di bangunin!"

Dhista mendengar gedoran pintu yang keras. Ia membuka matanya dan menyesuaikan cahaya yang masuk. Dengan malas ia membuka pintu kamarnya, disana ada kakaknya yang sudah rapi.

Dhista mengangkat sebelah alisnya. "Mau sekolah jam berapa lo?" tanya Adhitama.

Dhista yang belum sadar sepenuhnya menyandarkan tubuhnya di tembok dan mengabaikan pertanyaan dari kakaknya.

"Dasar! Sekarang udah jam 6.30!" Dhista hanya mengangguk.

"Jam berapa sekarang, bang?" tanya Dhista sekali lagi.

"6.30!" sontak Dhista membulatkan matanya mendengar ucapan kakaknya. Tiga puluh menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup.

"Kampret! Kenapa lo gak bangunin gue dari tadi sih! Nanti kalo gue telat gimana coba!" gerutu Dhista yang berlari menuju kamar mandi.

"Itu urusan lo bukan urusan gue. Gue berangkat kuliah dulu!" Adhitama berteriak pada Dhista.

Hari ini hari yang tersial bagi seorang Dhista Putri, bangun telat, terjebak macet dan kemungkinan ia akan datang terlambat. Dhista menaiki mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia tidak peduli lagi yang penting harus sampai di sekolah dengan tepat waktu.

Perempuan itu sampai di depan gerbang EJIS, ia melihat gerbang sudah tertutup. Dengan tatapan miris ia menghela nafas dan bersandar di kursi pengemudi. Ia keluar dari mobil dan berbicara pada satpam untuk membuka pagar sekolahnya.

"Pak bukain dong gerbangnya!"

"Gak bisa!"

"Ish, kenapa? Dhista cuma mau masukin mobil doang. Kalau di hukum ya Dhista jalanin lah," sambil memutar kedua bola matanya.

"Bapak gak percaya sama kamu,"

Dhista menghentakkan kakinya dan mendengus kesal. Ia berjalan menuju mobilnya tapi, langkahnya terhenti ketika ada suara laki-laki yang tidak asing baginya.

"Pak tolong bukain gerbangnya buat dia,' ucap laki-laki itu.

"Gak bisa mas,"

"Kenapa? Saya yang akan tanggung jawab bila perempuan itu tidak mengerjakan hukumannya nanti,"

Dhista memutar tubuhnya, ia ingin melihat siapa laki-laki itu. Tubuhnya menegang kaku di tempatnya berdiri. Ini untuk kedua kalinya, laki-laki itu muncul secara tiba-tiba di saat kondisi Dhista sedang kacau seperti ini. Dhista meneguk ludahnya dan berjalan menuju gerbang.

"Masukin mobil kakak," ucap laki-laki itu.

"D?" laki-laki itu hanya mengangguk sekilas. Laki-laki yang membantu Dhista adalah Darren.

"Ngapain sih lo bantuin gue segala," ucap Dhista dengan kesal.

"Makasih," ucap Darren dengan singkat yang berhasil menohok perasaan perempuan yang ada dihadapannya.

"Makasih Darren!" ucap Dhista penuh penekanan dan berjalan menuju mobilnya. Ia melajukan mobilnya ke parkiran. Sebelum turun ia merapikan penampilannya.

Feeling Fall of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang