16. Gelisah.

20 2 0
                                    


  Setelah kejadian hari itu hubungan Denis dengan Anarci makin dekat. Tak jarang keduanya makan siang bersama.

Kedekatan mereka itu menimbulkan banyak bermunculannya desas-desus kabar dikantor. Yang paling hangat adalah kabar kedekatan keduanya karna sedang menjalani sebuah hubungan yang lumayan serius.

  "Ibu saat ini ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi Ibu harap kamu menjawabnya dengan jujur Denis Alfian." Desi menekan suaranya saat menyebut nama lengkap keponakannya, bertanda ia sedang serius saat ini. Dirinya ingin memastikan kabar yang menjadi pembicaraan hangat-hangatnya akhir-akhir ini.

Mendengar nada suara Bu Desi yang serius membuat Denis mengiyakan permintaan tantenya itu.

  Untungnya keduanya saat ini berada diruang kerja Denis, jadi mereka tak khawatir akan ada orang yang akan mendengar pembicaraan keduanya. Dan juga ruang kerja Denis ini memang kedap udara. Jadi, memperkecil kemungkinan ada orang yang menguping diluar sana. Karna hasilnya akan tetap nihil.

  "Apakah benar Kamu dan Anarci memiliki hubungan selain hubungan antara bos dengan sekertaris? Hubungan yang spesial gitu?" Desi menatap Denis penuh selidik.

  Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Bu Desi kepadanya membuat sudut bibir Denis melengkung keatas. Dirinya tersenyum.

  "Belum Bu, tapi memang ku akui aku ingin memiliki hubungan lebih dari sekedar bos dengan sekertaris. Tapi saat ini aku belum berani untuk bertindak lebih jauh." setelah mengungkapkan isi hatinya, raut wajah Denis yang tadinya berbinar sekarang berubah menjadi muram.

Kening Desi berkerut, "Kenapa?" tanyanya penasaran.

Denis menunduk, "Aku takut ditolak." sahutnya pelan tapi masih bisa terdengar oleh Desi.

Desi terkekeh pelan setelah mendengar jawaban dari Denis. Seorang Bos yang angkuh dan sangar sepertinya takut ditolak oleh perempuan yang dia taksir. Cemen.

  Denis mendengus kasar menanggapi kekehan Bu Desi.

  "Diterima atau ditolak tuh sudah resiko, yang terpenting tuh kamu sudah mencobanya," ujar Desi, lalu ia tersenyum, "ya... dari pada kamu diam begini, nantinya kamunya yang akan menyesal akhirnya." nasehatnya.

  Desi lalu beranjak berdiri seraya berkata, "Katakan kepadanya tentang rasa yang kamu rasakan saat ini. Tapi satu pesan ku, setelah kamu mendapatkannya jangan kamu sia-sia kan dia. Dia teramat berharga untuk kamu sia-siakan atau dipermainkan." setelah berkata begitu, Desi melenggang keluar dari ruangan Denis.
    Meninggalkan Denis yang sedang merenungkan rasa di hatinya saat ini.
                             ©●★★★

  Seperti biasanya Denis hari ini akan mengantarkan Anarci pulang ke apartemennya. Tapi saat di lobi kantor, Anarci di panggil oleh seorang pria tampan dan elegan, dari pakaian dan jam tangan yang Pria itu pakai saja sudah terlihat bahwa Pria itu adalah orang kaya.

  Pria itu tersenyum manis kearah Anarci seraya berjalan menghampirinya dan Anarci pun membalas senyuman itu tak kalah manis. Denis yang melihat adegan itu  cuma bisa menahan amarahnya. Api cemburu berkobar besar dihatinya saat ini.

  "Kak Rendi kapan pulang dari Singapura? Kok sudah berada disini aja?"  Anarci bertanya dengan riangnya. Raut wajahnya pun berbinar cerah saat ini.

   Rendi mengelus pelan kepala Anarci, "Baru aja sampai lalu langsung kesini untuk menjemputmu tapi, kayaknya Aku sudah keduluan seseorang deh." Rendi menoleh ke samping Anarci, menatap Pria yang sejak tadi menatapnya dengan penuh kekesalan yang terlihat jelas di wajah Pria itu.

  Anarci menoleh ke samping, disana ada Denis. Dirinya tersenyum seraya menarik tangan Denis untuk mendekat.

  "Kak kenalin dia Denis. Dia adalah bos aku disini, dan Denis kenalin juga dia Kak Rendi, kakak ku." jelas Anarci dengan menatap kedua Pria itu secara bergantian.

  Denis dan Rendi lalu berjabat tangan. Setelah menggetahui kalau Pria tampan itu adalah Kakaknya Anarci, hati dan pikiran Denis kembali tenang.

  Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk mengobrol terlebih dahulu, dan mereka memilih untuk duduk di sofa yang tersedia di lobi kantor.

  "Hemm, kalau kak Rendi datang kesini pasti ada hal yang penting?"  tanya Anarci to the point.

  "Seperti biasa. Kamu diminta ke rumah oleh ibu kalau bisa malam ini. Tapi, kalau tak bisa tak apa-apa." ujar Rendi.

  "Malam ini ya?" Rendi mengangguk,  "sepertinya tak bisa, tapi nanti akan ku pikirkan kembali deh. Dan juga nanti aku akan menelepon Ibu. Maaf, jadi merepotkan Kakak jadinya." raut wajah Anarci terlihat sendu saat mengucapkannya.

  "Tak apa-apa. Malah aku dan keluarga ku yang selalu merepotkan mu. Ya sudah, Kakak pulang dulu ya. Kamu jaga diri baik-baik. Kakak tunggu kabar baik dari mu." Rendi lalu berdiri, membuat Anarci dan Denis pun jadi ikut berdiri.

  "Kakak pamit pulang dulu ya." Rendi mengusap kepala Anarci.

  Anarci tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Hati-hati ya, Kak." ucap Anarci.

  Sebenarnya dalam hati Denis bertanya-tanya. Siapa Rendi sesungguhnya. Setahu Denis, Anarci yatim piatu, tidak memiliki saudara kandung tapi dari cara mereka berbicara mengisyaratkan bahwa keduanya memang teramat dekat.

  Apakah Dia...

  Melihat pandangan Denis yang tak lepas dari kepergian Kak Rendi tadi, membuat Anarci yakin kalau Denis sedang penasaran akan siapa Rendi sebenarnya.

   "Dia adalah kakaknya Ryan," tutur Anarci menjelaskan,  "kamu masih ingat dengan Ryan 'kan?" Anarci bertanya seraya masuk kedalam mobilnya Denis.

Mendengar nama Ryan disebut-sebut membuat Denis kaget.

  "Apa itu berarti Anarci dengan Ryan masih berhubungan. Jika semua itu benar, selama ini Ryan dimana? Lalu apa maksud dari kedekatan dirinya dengan Anarci selama ini? Sekedar teman atau hanya rekan kerja saja." Hati Denis mulai gelisah. Lagi.

 I LOVE YOU (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang