Part 4

13.4K 889 58
                                    

Di dalam taksi Roland memandangi tangan kanan dimana jari manisnya tersemat cincin berwarna putih ia sungguh tidak percaya kini statusnya berubah. Seorang suami. Dalam hati meringis apa dirinya mampunyai membeban status itu. Ia sadar diri jika ada satu orang lagi yang harus ditanggungnya. Untuk masalah kebutuhan lahir tidak bisa diragukan lagi akan tetapi kebutuhan batin?. Ia meragukan itu.

Icha pasti akan menuntut kebutuhan batin terpenuhi. Apa daya Roland belum bisa bukan berarti tidak bisa. Salah satu jalan ia harus menemui psikiater jika ia ingin menjalani rumah tangga. Agar ada perubahan dalam dirinya dan menjalaninya.

Ia baru saja sampai di Bali. Daripada buang-buang uang, Roland akan menumpang beberapa hari dirumah Zeeva mantan modelnya. Rumahnya sangat besar, menampung dirinya tidak akan menyusahkan. Pembantu saja disediakan kamar masa sahabatnya tidak, pikirnya. Roland mengetuk rumah Zeeva dengan tidak sabaran. Ia sangat merindukan Aira dan Narendra sudah lama tidak jumpa. Pintu terbuka, pembantu yang muncul. Wanita paruh baya itu mengenal Roland, tersenyum.

"Pak Roland sudah di tunggu ibu Zeeva." Roland mengangguk, sebelunya Zeeva sudah tahu bahwa ia akan menginap. Sahabatnya itu sangat senang sekali.

"Iya mbok. Oia, tolong panggilkan Mang Surya untuk membawakan koper saya." Ia melirik koper dibawah dekat kaki kanannya. Kopernya memang kecil tapi tidak mau Mbok Murni yang mengangkatnya, kasihan.

"Iya pak, nanti saya panggilkan." Mbok Murni melebarkan pintu agar Roland masuk. Pria itu langsung segera ke ruang tamu. Disana Narendra sedang duduk ditemani pengasuhnya.

"Naren, panggil Roland ceria. Sang anak menoleh sembari tersenyum lebar. Pipi gembilnya mengembang. Dengan tertatih ia berlari menghampiri Roland. Diangkatnya tubuh gempal itu. "Hoaaah, keponakan om sudah besar ya." Ia menciumi Narendra dengan gemas. Bocah kecil itu terkikik geli.

"Roland?" suara Zeeva yang baru keluar dari kamar. Ia berjalan mendekati Roland dan mencium pipinya.

"Sehat Zee?"

"Seperti yang kamu lihat, sangat sehat."  Zeeva menarik lengan untuk duduk. Narendra dipangkunya meminta turun karena ingin melanjutkan mainannya dengan legonya. "Berapa hari di Bali?"

"Sekitar tiga hari," Zeeva menganguk mengerti. Ia tertegun cukup lama mempertegas apa yang dipakai Roland dijemarinya. Selama ini yang ia tahu pria kemayu itu tidak pernah memakai aksesoris apapun. Ia berkata tidak betah suka gatal. Tapi kini tersemat sebuah cincin putih seperti sebuah cincin kawin. Dengan gerakan cepat ia meraih tangan Roland sembari matanya melotot.

"Cincin kawin?" bibirnya membulat tidak percaya. Matanya terbelalak lebar. Tubuh Roland menegang., bagaimana  Zeeva bisa tau ?. ia menarik tangannya namun Zeeva menahan mempererat genggaman itu.

"Benar itu?" ia mencoba menggelengkan kepalanya malah mengangguk kecil dan ragu. Zeeva sampai menahan napasnya.

"Ya," bisiknya.

"Kita biacara di ruang kerja Rizky." Zeeva bangkit diikuti Roland. Ia menutup pintunya dan tergesa-gesa duduk disebelah Roland. Ia penasaran bagaimana cincin itu terjebak di jari Roland.

"Aku dijodohkan," Zeeva menelan salivanya dengan cepat. "Dua hari yang lalu aku menikah dengannya," lanjutnya lemas. "Mamak yang mengatur semuanya." Desahnya terdengar frustasi. Zeeva tertegun cukup lama menelaah. Suasana berubah hening.

"Roland," ia menoleh. "Aku senang kamu akhirnya menikah!" teriaknya seraya memeluk Roland. "Aku kira kamu tidak akan pernah menikah!" Ditepuk-tepuknya punggung Roland. Katakanlah Zeeva berlebihan tapi sebenarnya ini suatu kemajuan pesat. Roland, sahabatnya yang kemayu akhirnya menikah. Itu adalah suatu yang tidak disangka-sangka dan mustahil tapi kini terjadi. "Tapi Roland, kamu menikah dengan wanitakan?" Roland melepaskan pelukan itu dengan paksa.

Mantu Idaman (ONLY IN DREAME/INNOVEL/MARIBACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang