NT [1]

70 26 10
                                    

JEMBATAN PERTEMUAN

=Never Trust=

"Kalo mau mati jangan disini!"

Suara yang terdengar berat dan juga dingin itu menghentikan aktivitas Zara yang baru saja ingin memanjat pagar pembatas jembatan ini.

Ia menoleh. Menatap mata laki-laki yang berperagawan tinggi tegap dan berkulit agak kecoklatan ini. Zara mengigit bibirnya sendiri saat ia tahu orang ini. Reihan Danarto Hernandes. Cowok dengan segala pesonanya di sekolah Zara. Tatapan tajam dan mengintimidasinya membuat Zara tak berkutik lagi.

Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Zara dan berhenti tepat di belakang Zara. Zara mendadak berubah menjadi patung. Deru napas Reihan bisa ia rasakan di permukaan kulitnya sendiri. Jantungnya pun sudah tidak sinkron lagi.

"Heh! Malah bengong! Turun!" titah Reihan.

Bukannya turun, Zara malah diam saja. Tidak bergerak atau bergeser sama sekali.

Reihan yang melihat hal itu hanya bisa pasrah dan memutar bola matanya. "Kalo lo mau nyebur kesana," tunjuk Reihan pada air sungai yang mengalir deras dibawah. "Mending kalo lo langsung mati. Gak nyusahin." sambungnya sambil menghidupkan rokok.

"Itu air, dinginnya sampe bisa membekukan otak. Kalo otak lo udah beku, lo bisa lumpuh atau cacat. Nyusahin orang tua lo nanti." terang Reihan sesekali menghisap rokoknya dalam-dalam.

Perkataan Reihan membuat Zara tersentak kaget. Setelah berkata seperti itu, Reihan menyandarkan punggungnya. Matanya tertutup rapat, melindungi bola mata yang indah itu.

Zara yang menyadari hal itu perlahan-lahan bergerak menjauhi Reihan. Ia berjalan meninggalkan Reihan di jembatan ini. Setelah ini entah Reihan adalah penolong baginya atau malah seseorang yang akan Zara benci selanjutnya.

Jika saja Reihan tidak menghentikan aktivitas bunuh diri Zara kemarin, mungkin Zara sekarang tidak berangkat sekolah seperti ini lagi.

Zara mengambil jas sekolahnya dan memakainya. Kakinya melangkah turun melewati tangga besar di rumahnya. Dilihatnya keseluruhan rumah semua terlihat sepi. Oh.. Memang selalu sepi.

Sesampai di meja bar, Zara menatap pelayan rumahnya yang tengah sibuk membersihkan dapur.

"Bi, masak apa?" tanya Zara melirik ke arah nasi goreng dan susu tertata rapi.

Bi Esti tersenyum. Wanita paruh baya ini dengan senang hati menjawab. "Nasi goreng dimakan non."

Zara mengangguk sekali dan langsung melahap sarapannya. Pipi chabby Zara mengembung saat satu suapan nasi masuk dengan mulus ke dalam mulutnya.

"Ini siapa yang bikin bi? Kok rasanya rada beda??" tanya Zara sambil menunggu jawaban dari Bi Esti.

"Tuan Jordan. Pagi-pagi beliau sudah masak untuk non Zara."

Aktivitas mengunyah makanan Zara terhenti. Nafsu makannya lenyap dibawa angin yang lewat. Nasi yang sekarang ada di dalam mulutnya sudah tidak terasa enak melainkan hampar.

Zara menaruh sendoknya dan berjalan keluar, berangkat sekolah tanpa pamit terlebih dahulu.

Zara berjalan santai disepanjang koridor ini. Banyak siswa maupun siswi bergosip ria. Ada juga yang sedang tebar pesona, ada juga yang sedang menindas adik kelas.

Sampai saat, mata Zara bertemu dengan mata Reihan sekilas. Cowok itu tengah duduk di koridor sekolah bersama teman-temannya. Namun, dengan cepat Zara membuang pandangannya ke arah lain.

Tiba-tiba, tangan Zara ditarik ke belakang oleh seseorang. Ia menoleh menatap malas si heart beaker wanita. Alias Defan Adarlo.

"Jangan halangin jalan gue dong," kata Defan lembut. Namun itu membuat Zara bergidik jijik dan ngeri.

▪NeverTrust▪

Malamnya, Zara kembali lagi ke tempat ia ingin bunuh diri. Entah kenapa hal itu menjadi keinginannya sendiri. Tempat seperti kota hantu itu selalu jadi favorit Zara. Aneh? Memang.

Tapi, langkahnya terhenti saat mata Zara menangkap sosok berbadan kekar yang menjulang tinggi.

Cowok itu bersandar menggunakan sikunya dan mata terpejam menikmati angin malam. Seragam sekolah yang berantakan masih melekat pada tubuhnya.

"Masih belum puas? Masih mau bunuh diri?" katanya tanpa menoleh dan matanya masih terpejam erat.

"Cari tempat lain gih. Jembatan sono aja," sambungnya.

Zara hanya tersenyum kecil melihatnya. "Gue kesini bukan untuk bunuh diri kok." balas Zara dengan suara lembut khasnya.

Suara lembut itu... Pikir Reihan.

Reihan membuka matanya. Ia terkejut saat mendengar suara yang lembut itu tadi. Reihan berpikir kalau cewek disebelahnya ini bukan orang.

"Lo?... Manusia kan?" tanya Reihan polos.

Matanya beralih ke bawa, ke arah kaki lebih tepatnya. Dan setelah itu Reihan bernapas lega karena kaki cewek itu menapak.

Zara hanya diam. Memandang hampa jalanan beraspal ini.

"Di jalan ini kakak gue kecelakaan. Mungkin, kalo lo gak ganggu gue kemarin gue udah pergi ke tempat yang jauh sama kakak." tutur Zara secara langsung. Reihan hanya diam. Mencerna kata yang baru saja di ucap Zara.

"Sayangnya, gue membatalkan rencana gak bermutu lo itu," komentar Reihan keras dan direspon senyuman kecil oleh Zara.

Reihan terpaku. Senyuman kecil yang sangat mirip dengan...

Senyuman manis yang sama persis sama...

Zara merasakan kalau Reihan menatapnya. Ia melirik, dan benar saja. Reihan tengah menatapnya dengan tatapan tidak bisa dimengerti.

Dengan keberanian yang kuat, Zara menatap balik bola mata itu. Dari jarak sedekat ini, sangat jelas Zara bisa melihat bola mata itu. Black pearl.

"Mata lo, hijau." kata Reihan namun, matanya masih menatap lurus ke arah bola mata yang senada dengan air danau itu.

"Lo cewek tersialan, Zara Caitlyn Romanova."

▪NeverTrust▪

Never TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang