SEBUAH LENGKUNGAN MANIS
=Never Trust=
"Cintaku tak harus miliki dirimu."—Aku, Sang Penulis
Reihan yang tadi sibuk berdebat dengan Bi Ela langsung menoleh ke belakang saat ia mendengar teriakan yang cempreng itu. Dilihatnya anak kecil yang berumur 3 tahun berlari menghampirinya. Dengan rambut hitam dan poni di dahi menambah kesan lucu terhadap anak kecil itu.
"Bia!" seru Reihan mengangkat Bia ke dalam gendongannya. Tangan kecil Bia memeluk leher Reihan dengan erat. Terjadi adegan peluk-pelukan ala teletubbies.
"Bia kapan berangkat?" tanya Reihan melepas pelukannya. Tangannya membenarkan poni Bia yang sedikit berantakan.
"Bia belangkat kemalen sama mom and dad." ucap Bia yang masih cadel karena ia belum bisa membaca huruf 'r' dengan benar.
"Bia? Yaampun Mama pikir kamu kemana." sosok wanita dengan rambut hitam sebahu datang membawa koper berukuran sedang di tangannya. Reihan menoleh, menatap wanita itu dan berjalan ke arahnya.
"Apa kabar, Tan?" tanya Reihan menyalimi Nurul.
"Kabar baik, Mama kamu mana Rei?"
"Mama belum pulang. Biasalah dokter." jawab Reihan sambil menurunkan Bia dari gendongannya. Anak kecil itu berlari ke dapur untuk mengambil coklat katanya.
"Mama kamu sibuk ya?" Nurul menghempaskan tubuhnya ke sofa yang terasa nyaman. Perjalanan panjang dari Canada menuju Indonesia sangat berat baginya.
"Lumayan. Om Zainal mana nih?!" tanya Reihan melirik keluar rumah.
"Siapa yang lo panggil Zainal?!" ucap seseorang yang tiba-tiba ikut nimbrung duduk di sebelah Reihan dan menjewer telinga Reihan.
"Om Zain maksud gue... A-dduhh lepas woi." Reihan meringis kesakitan saat jeweran ditelinga semakin kuat.
"Siapa yang Om?!"
"Kak Zain maksud gue.."
Zainal alias Zain tersenyum cengengesan gaje. Ia berpindah duduk ke tempat istrinya dan memejamkan mata. "Udah tua masih mau dipanggil Kak!" gerutu Reihan mengipas telinganya yang panas. Om Reihan satu ini memang gokil abis. Namanya Zainal tapi mau dipanggil Zain. Dan wajib manggil dia Kak jangan Om!
"Tante sama Om— eh Kak mau ngapain disini?" tanya Reihan sembari membawa beberapa camilan ringan dan membukanya di hadapan keduanya.
"Lo lupa apa kalo besok malem perusahaan Kakek lo ulang tahun??" dengan logat sok muda, Zain bertanya pada Reihan. Mulutnya sibuk mengunyah donat yang baru saja disediakan oleh pelayan.
"Rei lupa," kata Reihan menepuk dahinya pelan. Ia menyengir karena melihat wajah kesal Nurul dan juga Zain. "Tapi papa masih disana."
"Besok paling bokap lo balik,"
"Mama pulang." teriak seseorang dari ambang pintu. Dengan baju putih ala dokter yang masih melekat di tubuhnya, Dyana tersenyum saat melihat anaknya dan juga kakaknya sedang sibuk berbicara.
"Itu Mama pulang!" seru Reihan berdiri memeluk mamanya dan mencium cepat pipi kanan Dyana.
"Kenapa gak masuk kamar Nurul?" tanya Dyana duduk di sebelah Bia yang tengah nikmat menyantap makanannya.
"Ini anak lo lupa besok perusahaan kakeknya ultah,"celetuk Zain ditengah kunyahan mulutnya. Reihan menjulurkan lidahnya ke arah Zain tanda mengejek. Mereka semua tertawa saat melihat tingkah konyol dua pria ini. Dyana hanya bisa menggeleng saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Trust
Teen Fiction"Senjata yang paling mematikan di dunia adalah cinta." Copy Right ©17 Maret 2017, mataharihujan