10 - Senin mengkhayal.

30 5 2
                                    


Senin ini aku datang terlambat. Sehingga aku tidak upacara bersama barisan kelasku. Melainkan berada dibarisan anak kelas delapan. Ah benar-benar tidak enak. Biasanya kalo upacara dibarisan kelasku, aku bisa cerita-cerita bahkan usilin anak orang. Atau melihat gelak tawa Fikri dkk saat upacara.

Saat upacara selesai, aku segera mengambil tasku yg ku letak di depan UKS dan langsung pergi ke kelas. Saat tiba di koridor menuju kelasku, aku melambatkan jalanku. Memikirkan lagi respon Fikri bagaimana hari ini. Soal perasaanku. Aku pun langsung masuk dan meletakkan tasku berusaha tidak memikirkan yg kemarin.

"Anis anis!" seseorang memanggil namaku. Sontak aku langsung menoleh kepada orang yg memanggilku.

"Duduk sama gue aja ya." pinta Amel sambil memegang tanganku memohon manja.

Karena pelajaran pertama hari ini adalah Agama, makanya Amel mengajakku untuk duduk bersamanya. Artha yg sedaritadi tidak terlihat sudah pergi ke ruang PA.

"Oh yaudah boleh tuh, gak enak juga duduk sendiri."

"Yaudah pindah ke belakang ya. Gue tunggu!"

"Eh Mel tunggu." Aku pun menahan tangannya untuk menghentikan langkahnya. Dia pun berbalik ke belakang melihatku. Bersiap menunggu apa yg kukatakan selanjutnya.

"Kenapa?"

"Kenapa gak lu aja yg kedepan? Kita dua duduk didepan."

"Ih gak mau ah. Lu gak tau gue anti duduk depan? Mending di belakang aja. Udahlah ayuk!"

Tanpa menunggu persetujuanku, Amel langsung menarik tanganku dan berjalan ke arah tempat duduknya yg ada di belakang. Yap tepatnya dua barisan paling belakang. Dan pastinya ada satu barisan yg berada di belakang tempat duduk Amel. Kursi Fikri dan Alwi.

Aku pun duduk didepan mejanya Alwi. Untungnya saja Fikri belum duduk dikursinya masih berada ditempat temannya. Namun teman sebangkunya, Alwi, sudah duduk diposisinya sambil membaca buku. Aku mulai mengigit bibir bagian bawahku. Mungkin ada baiknya aku tidak perlu noleh ke belakang fokus pandangan kedepan.

"Mel" panggilku ketika Amel masih berkutat dengan buku latihan Agamanya. Yah tampaknya dia sibuk sekali menyiapkan prnya.

"Kenapa?" tanyanya tanpa menoleh ke arahku.

Aku mengambil napas sedalam-dalamnya dan menghembuskan perlahan-lahan. Aku mulai membuka mulutku dengan ragu kepada Amel.

"Fikri udah tau gue suka sama dia." ucapku pelan namun pasti berharap Alwi tidak mendengarnya.

Seketika Amel menghentikan pekerjaannya. Menatapku dengan pandangan yg sangat terkejut.

"Lo.. serius?" tanyanya untuk memastikannya apa yg barusan ku katakan.

Aku sudah berbulan-bulan menyimpan perasaan sukaku pada Fikri. Karena tidak sanggup untuk menyimpannya sendiri, aku memutuskan untuk memberi tahu semuanya kepada Amel. Dan untungnya Amel sangat jago sekali menyimpan rahasiaku ini.

Aku pun mengangguk.

"Seminggu yg lalu aku chatan sama Fikri. Terus gak tau kenapa tiba-tiba topiknya nyambung masalah doi aku siapa sekarang. Dia nanya doiku siapa saat ini. Terus aku gak mau ngasih tau MALAHAN aku ngedeskripsiin dirinya. Padahal aku ngedesc nya gak sampe ketara banget kokk. Eh tapi dianya nyadar." jelasku panjang lebar saat itu pada Amel. Dia manggut-manggut mengerti.

"Sekarang gimana Mel? Nanti dia malah ngejauh lagi." sambungku dengan rasa khawatir yang akan terjadi nanti.

"Yaudah selo aja deh lu Nis, gak mungkin dia ngejauhin lu. Coba berpikir positif aja." balas Amel sekaligus yang memberi saran padaku.

AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang