1

9.1K 555 16
                                    

Apa yang bisa aku deskripsikan mengenai sebuah siklus kehidupan? Perjalanannya kah? Atau mengenai hal-hal apa saja yang kudapatkan dan lepas dari genggamanku? Yang kutahu semuanya memiliki sudut pandang yang berbeda.

Aku, di sini, seorang wanita bisa dibilang cukup kaku, bebas dan keras kepala. Aku, seorang wanita di usia 27 tahun yang belum memikirkan sebuah pernikahan. Namun lebih mementingkan karier. Pekerjaanku bukan di perusahaan bonafit memang. Aku hanya bekerja di sebuah perusahaan kecil yang menangani jasa pegadaian. Tapi meskipun itu aku cukup menikmati pekerjaanku.

Bukanlah hal yang mudah ketika seseorang diharuskan meninggalkan apa yang telah menjadi rutinitasnya, mimpi-mimpinya bahkan dunianya. Iya, bagiku, pekerjaanku adalah sebagian dari duniaku. Hal yang menjadi prioritasku selama lebih dari lima tahun ini. Aku bahkan tidak pernah membayangkan jika suatu hari nanti, dan ini sekarang yang kuhadapi, harus meninggalkannya demi sebuah komitmen tertinggi, sebagai seorang istri yang baru kusandang hampir seminggu ini.

Kalau kau pikir, aku menikah dengan seseorang yang kucintai atau seseorang yang menjadi kekasih selama beberapa waktu ini, itu salah. Aku menikah dengan seseorang yang aku tidak tahu secara mendalam. Aku hanya mengenalnya tidak lebih dari enam bulan. Di sebuah busway arah Harmoni-Blok M, saat jam pulang kerja. Kami hanya berkenalan sekilas waktu itu. Dan tanpa sengaja esok paginya bertemu lagi. Pertemuan yang berlanjut pada keakraban. Bahkan sepertinya takdir membawaku untuk bertemu dengannya selama beberapa hari tanpa disengaja. Baru setelah itu, entah kenapa aku bersedia memberikan nomor ponselku ketika dia meminta. Ini seperti sebuah kisah klasik menurutku. Tapi inilah yang terjadi.

Aku mungkin tergolong wanita yang cuek, gampang akrab dengan orang tanpa takut niatan buruk yang menyertai orang baru tersebut. Sampai, pada saat dia menginginkan hubungan serius, aku baru menyadari apa yang kulakukan adalah salah. Tapi aku sendiri, tidak bisa menjauhi. Aku tidak mencintainya tapi aku tidak menginginkan dia pergi. Kata orang, aku mulai terbawa perasaan. Kedekatan, kebiasaan bersama, katanya itu yang memicu rasa sayang itu muncul. Apa itu benar?

Awalnya aku hanya ingin membuktikan pendapat orang-orang. Kami menjalani hubungan, bukan pacaran, tapi dekat. Orang bilang itu hubungan tanpa status. Macam Abege adalah PHP. Entahlah. Aku sendiri hanya ingin membuktikan bahwa benar, tidak ada cinta untuk Nara di hatiku. Sekali lagi, semua hanya karena kami selalu menghabiskan waktu bersama.

Aku pernah berpikir, apa yang kujalani sungguhlah norak. Aku bukan lagi remaja menye-menye dengan cinta monyetnya. Aku wanita dewasa secara usia. Pun dengan Nara. Sekalipun usia dia empat tahun di bawahku. Kalau kamu pikir, apa aku tidak malu menjalani hubungan dengan seorang berondong? Jujur saja, tidak. Tapi aku memikirkan reputasinya pasti akan jatuh di mata teman-temannya karena menikahi seorang wanita yang lebih tua darinya. Aku paham, hal ini masih menjadi hal tabu. Aku pernah ingin mengakhirinya tapi dia meyakinkan bahwa usia bukan masalah. Di samping itu, karena dia sayang. Pernah aku menjauhinya, tapi dia kembali menceramahiku dan berakhir pada janjinya, aku nggak peduli kamu mau cuekin aku. Asal kamu jangan pernah lupa, kalau aku nggak akan berhenti untuk peduli sama kamu.

Aku juga pernah menghindarinya, bahkan meminta dengan keras untuk menjauhiku demi reputasinya. Aku tidak ingin dia menyesal. Apalagi saat itu, aku mengetahui ada seseorang yang dekat dengannya. Tapi dia bersikeras bahwa orang itu adalah temannya meski awalnya dia beralasan itu adalah sepupu perempuannya. Hanya teman. Tapi aku berkata lain. Benakku mengatakan bukan sekedar teman.

"Dia hanya teman, Ichlal. Demi apapun!"

Dia pun bersikeras tidak ingin mengakhiri hubungan kami. Dia membuatku menulikan telingaku dari omongan-omongan buruk. Dari pendapat negatif mereka bahwa aku hanya sebatas pelarian dari Nara. Aku hanya sebatas cadangan jika nanti wanita itu, teman semasa sekolahnya, meninggalkannya. Tapi aku dengan tololnya, mengabaikan omongan buruk itu. Dan lebih memilih mengambil pikiran baikku bahwa Nara adalah pada dasarnya pria yang baik meski adalah wajar ketika seseorang memiliki kekurangan.

BREAKEVEN [New Vers] Sudah Terbit√√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang