Bab 5

7.6K 644 14
                                    

Alfredo Ambrosio menatap bayangan dirinya di cermin seraya memasang dasinya serapi mungkin. Tadi malam ia baru saja sampai di Kanada. Lagi, ia harus mencari calon istrinya, Camryn. Ayahnya ingin agar Alfredo menjemput Camryn untuk pulang. Sejujurnya ia sangat enggan untuk menemui gadis cerewet itu. Meskipun lekuk tubuhnya kalah cerewet dari bibirnya, haha, tetap saja bibirnya tak karuan ketika mengoceh. Ia bisa menilai walaupun baru satu kali mengajak Camryn jalan bersamanya. Andai saja Alfredo menyukai perempuan, mungkin sedikit menyenangkan dijodohkan dengan Camryn. Ah, tapi ia membenci pelacur bukan?

Pria itu menatap bayangan dirinya sekali lagi sebelum pada akhirnya melangkah keluar dari kamarnya. Ia meraih kunci mobilnya. Sebelum ia mencari Camryn, Alfredo akan menemui Gavin terlebih dahulu. Ia ingin meluruskan semuanya. Karena sadar atau tidak, bukan hanya Gavin yang tersiksa disini. Dirinya juga. Ia tak ingin Gavin salah paham kemudian membencinya.

Alfredo memasuki mobil Ferrari kesayangannya, lalu membawa mobil sport itu melaju membelah jalanan Ottawa yang terlihat sedikit padat. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Hatinya terasa menghangat mengingat bahwa ia akan bertemu dengan pria yang dicintainya, Gavin Millian.

Tak perlu membutuhkan waktu lama baginya untuk sampai di perusahaan Millian Company. Ia telah memarkirkan mobilnya diparkiran kemudian melangkah melewati lobby. Semua mata tertuju padanya. Menatapnya dengan tatapan kagum sekaligus memuja, terutama kaum hawa. Siapa yang tak terpesona dengan mata hijau nan cerah miliknya? Ditambah lagi wajah khas latinnya yang rupawan mampu buat para wanita bertekuk lutut untuk mendapatkannya. Tubuhnya yang atletis dibalut jas kantor yang pas. Terlihat begitu maskulin sekaligus gagah secara bersamaan. Tiap derap langkah kakinya diiringi dengan pandangan memuja setiap karyawan wanita.

Alfredo berdecak melihatnya. Tak ada yang tahu bahwa dewa Yunani yang kini melangkah adalah seorang pecinta sesama jenis. Wajahnya memang menipu. Pria itu mendekati meja resepsionis untuk melakukan pertemuan dengan Gavin. Sang resepsionis terlihat mengaga sejenak, kagum padanya sebelum akhirnya menutup mulutnya rapat-rapat karena malu.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" resepsionis itu meliriknya hati-hati. Wajahnya memerah ketika pandangan mereka bertemu, Alfredo terkekeh dalam hati.

"Apa Gavin Millian sibuk? Aku ingin bertemu dengannya."

"Dia ada meeting pukul--"

"Katakan Alfredo Ambrosio ingin menemuinya." potong Alfredo tak ingin berbasa-basi.

"Sebentar." wanita itu meraih telponnya, menelpon Gavin Millian. Alfredo menunggu dengan tak sabar, sedikit gelisah. Ia melirik cemas pada raut wajah resepsionis itu.

"Maaf, Tuan. Tuan Gavin tak ingin diganggu untuk saat ini...."

"Katakan padanya bahwa ini penting."

"Tapi Tuan, Tuan Gavin sendiri yang mengatakannya pada saya."

Alfredo menggeram mendengar ucapan resepsionis dihadapannya. Ia tahu bahwa ia terlambat. Gavin marah padanya, pria itu kecewa. Ia menelan ludahnya susah payah. Harapannya datang kesini sia-sia. Ia meraih ponselnya menghubungi Gavin, tapi sama sekali tak diangkat.

"Nona, kumohon... Satu kali saja. Izinkan aku menemuinya." dan akhirnya ia memilih jalan pintas. Dengan wajah rupawannya menggoda resepsionis itu.

***

Camryn mengenakan sepatu flatnya dengan susah payah. Sebelah tangannya menyangga tubuhnya di dinding agar tidak terjatuh. Beberapa kali gadis itu meringis merasakan nyeri yang menyiksa di sekitar pergelangan kakinya. Tapi ia tetap memaksakan kaki kanannya untuk mengenakan sepatu. Hari ini ia akan menemui Gavin di kantornya. Ia ingin pria itu mengingatnya kembali. Berbekal satu album foto masa kecil mereka yang sering Camryn bawa kemana-mana, pasti berhasil, pria itu akan mengingatnya.

Gavin Millian (RE-POST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang