Bab 6

2.2K 189 0
                                    

Gavin Millian menatap sekelilingnya dengan pandangan yang sulit di artikan. Di dalam sebuah ruangan yang minim dengan pencahayaan, ia duduk dikelilingi berbagai foto yang tergantung di setiap dinding. Foto itu tergantung dengan rapi menggunakan penjepit dan tali, ada juga yang ditempel langsung di dinding menggunakan lem. Semua foto itu masih utuh tak ada satu pun yang pudar. Jelas, karena Gavin selalu menjaganya. Bahkan sampai ke Kanada, ia tetap membawa semua foto-foto itu. Menyimpannya di ruangan ini agar fotonya tidak rusak. Setelah bertahun-tahun mereka tak berjumpa, mungkinkah... gadis itu memang anak kecil yang dulu?

Pria itu meraih salah satu foto yang tergantung tepat dihadapannya. Lalu menatapnya dengan sedih. Sayang sekali, Gavin telah lama melupakan sosok Camryn. Ia tak pernah mengingat gadis itu sejak apa yang menimpa ibunya. Apalagi ketika ibunya meninggal dunia. Sosok Camryn benar-benar hilang dalam ingatannya. Mungkin ada beberapa memori yang masih ia simpan dan diingatnya. Tapi secara keseluruhan, Gavin lebih memperhatikan hidupnya yang baru. Masa lalu yang kelam di Los Angeles telah ia kubur dalam.

Ketika gadis itu mengatakan bahwa dirinya adalah Camryn, ingatannya seakan diseret ke masa lalu. Awalnya mungkin ia masih sedikit lupa, tapi dua hari-setelah mendapatkan berbagai gangguan dari gadis itu-akhirnya ia ingat. Bahwa ada seorang gadis kecil bernama Camryn yang pernah mewarnai masa kecilnya di Los Angeles. Kenangan manis itu mulai bermunculan satu-persatu dalam benaknya. Bagaikan kaset yang berputar terus-menerus.

Gavin memejamkan matanya. Ia menyimpan foto ditangannya kemudian mengambil album foto yang diserahkan Camryn padanya. Camryn yang ini sama sekali tak jelas asal-usulnya. Untuk saat ini Gavin takkan mempercayai Camryn ini terlebih dahulu. Ada banyak nama Camryn di dunia ini, dan Camryn yang mengejarnya saat ini belum tentu Camryn-nya. Ia harus berhati-hati. Di bukanya album foto itu perlahan.

"Baby girl." bisiknya menyebutkan nama panggilannya untuk Camryn. Yang Gavin ketahui Camryn hanya memiliki nama Camryn, ia tak mengetahui nama lengkap gadis itu.

Halaman pertama yang dibukanya menunjukan sosok Gavin kecil dengan seorang gadis asing bermata cokelat almond. Mereka menatap ke arah kamera dengan senyum lebar yang tersungging. Pakaian keduanya dipenuhi dengan lumpur. Lalu pandangan Gavin turun pada note kecil dibawah foto itu.

"Happy birthday Gavin. Camryn C."

Tulisan tangan itu terlihat berantakan, namun Gavin masih dapat membacanya. Tulisan tangan khas anak-anak. Sebenarnya berapa usia Camryn pada saat mereka bersama-sama dulu? Dilihat dari foto ini juga dengan fotonya, sepertinya Camryn masih sangat muda. Ia mengernyit, merasakan pusing yang mendera kepalanya. Sungguh Gavin sulit mengingat masa lalu mereka.

Pria itu memutuskan untuk menyimpan kembali album foto ditangannya. Gavin mengalihkan pandangannya ke foto lain. Diperhatikannya satu-persatu dengan seksama. Ada banyak foto mereka disini, nyaris puluhan. Tapi Gavin merasa sulit untuk mengingatnya satu-persatu. Ia hanya mengingat "Camryn" dan "Baby girl" dalam benaknya. Hanya dua kata itu.

Gavin melangkah keluar menuju balkon kamarnya. Ia memandangi suasana malam hari di Kota Ottawa, Kanada. Kota Ottawa tak seperti New York yang nyaris tak pernah tidur. Di pukul 12 malam ini, suasana Kota terlihat sepi. Ia mengedarkan pandangannya ke jalanan. Tiba-tiba ia membayangkan apa yang terjadi tadi siang. Bukan tentang Camryn, tapi tentang Alfredo.

"Siapa Alfred?" gadis itu menatapnya dengan waspada ketika Gavin menggumamkan nama itu. Masih dengan tubuh Camryn yang berada di dalam dekapannya, Gavin menatap sedih ke arah Alfredo yang kini melangkah meninggalkan ruangannya.

Ia ingin sekali mencegah kepergian pria itu, tapi gadis genit ini masih saja mendekap tubuhnya. Ditambah lagi rasa panas tiba-tiba membakarnya merasakan kedua dada bulat Camryn yang menempel di dadanya. Gavin tak pernah merasakan tertarik pada seorang wanita, apalagi sampai merasakan panas tak jelas seperti ini.

Ia mendorong tubuh Camryn menjauh. Mengusap wajahnya dengan kesal kemudian menatap gadis dihadapannya dengan tatapan dingin.

"Keluar dari ruanganku!" ucapnya tajam.

Gadis itu menatapnya dengan pandangan polos. "Jangan lupa untuk--"

"Keluar atau dalam hitungan ketiga aku benar-benar memanggil petugas keamanan."

"Baik, aku akan pergi. Tapi jangan lupa untuk membuka album yang kuberikan."

"Aku akan membakarnya ketika aku telah sampai di rumah." desis Gavin sinis.

Camryn terkekeh, "kau sengaja ya ingin aku agar kembali kesini membawakanmu album foto baru?"

Sungguh menyebalkan.

***

Pagi itu Camryn tengah menyantap sarapan paginya seraya menonton tayangan televisi. Gadis itu tampak duduk santai di atas sofa dengan semangkuk salad di atas pangkuannya. Kakinya ia selonjorkan ke bawah lantai. Untuk hari ini Camryn memutuskan tak pergi kemanapun karena Loly melarangnya. Wanita itu memarahinya habis-habisan untuk batalnya pemotretan Camryn yang dibatalkan sepihak. Seharusnya Camryn lebih bisa menjaga dirinya atau mungkin meminta seseorang untuk menjemputnya malam itu. Terus-menerus Camryn disalahkan tadi malam.

Karena kakinya yang terluka dan pemotretannya yang batal, mereka harus membayar ganti rugi kontrak yang cukup besar. Namun tampaknya Camryn sama sekali tak peduli. Gadis itu tak mengindahkan ucapan Loly untuk kembali ke Los Angeles. Ia lebih memilih untuk menetap disini untuk beberapa waktu. Ia masih ingin di Kanada untuk menemui Gavinnya. Sejujurnya hari ini pun ia akan pergi menemui Gavin di kantornya, tapi lagi-lagi Loly melarangnya. Memperingatinya habis-habisan layaknya seorang ibu yang memarahi anaknya yang nakal. Camryn berdecak, sangat membosankan jika harus duduk disini seharian. Ia ingin menemui Gavin, menanyakan pria itu apakah telah membuka album foto yang ia berikan.

Apa pria itu telah mengingatnya?

Camryn menghela napas sedih. Loly tengah pergi ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan yang habis. Gadis itu memejamkan kedua matanya sejenak. Gavin Millian yang saat ini berada di Kanada Gavin-nya bukan? Mana mungkin pria itu sama sekali tak mengingatnya. Pada saat mereka bersama-sama sejak kecil pun Camryn masih berusia 5 tahun dan ia masih mengingat pria itu sampai saat ini. Mana mungkin Gavin yang notabenenya berusia 8 tahun saat itu sama sekali tak mengingatnya?

"Aku merindukanmu saat kau memanggilku baby girl, Gavin." bisiknya pelan.

Camryn ingat pada saat di hari ulang tahun Gavin yang ke-8, pria itu menangis karena kedua orang tuanya mengabaikannya. Sama sekali tak memberikan Gavin hadiah. Ia yang memberikan kejutan pada Gavin. Memberikan pria itu sebuah kue yang terbuat dari lumpur. Meskipun pada sore itu Kota Los Angeles diguyur hujan yang deras, tapi Camryn sama sekali tak peduli. Di hari ulang tahun Gavin yang ke-8 ia berusaha menyenangkan pria itu.

Hingga keesokan harinya Gavin pergi untuk pindah ke suatu tempat, ia benar-benar sedih. Gavin tak mengatakan apapun kemana pria itu akan pergi. Pria itu hanya memberikan salam perpisahan. Camryn tak pernah menyangka bahwa kejutan yang ia berikan adalah hari terakhir mereka bersama-sama. Sejak kepergian Gavin, hidupnya terasa kacau. Camryn mogok makan seharian, merasa tak bersemangat menjalani hidupnya. Meskipun usianya masih sangat muda, tapi ia telah mengerti tentang segala hal. Tentang persahabatan yang tiba-tiba menyenangkan hatinya, menumbuhkan sesuatu yang tanpa ia sadari.

Dan kini, ketika Camryn telah dipertemukan kembali dengan Gavin, benarkah Gavin Millian yang ini adalah Gavin-nya?

Ketika Camryn tengah tenggelam bersama dengan lamunannya, pintu apartemen terbuka. Gadis itu menoleh untuk mencari tahu apakah Loly telah datang membawa pesanan yang ia minta. Karena gadis itu meminta sebotol yogurt. Tapi bukan hanya Loly disana, tapi bersama calon suaminya. Yang paling ia hindari, Alfredo Ambrosio.

Pria latin itu menatapnya dengan kedua matanya yang tajam bagaikan mata elang. "Ayo kita pulang."

Camryn mengalihkan pandangannya ke arah Loly, meminta penjelasan. Namun wanita itu hanya menunduk.

"Maafkan aku, Cam. Sepertinya kita harus kembali ke Los Angeles."

Gavin Millian (RE-POST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang