01

274 128 53
                                    

Wafa Shanum Azkadina, gadis berparas cantik dan manis itu sedang menunggu di halte sekolah.

Langit tampak terlihat sedih, ia sedang menangis.

"Sendirian saja?" Seseorang tiba-tiba duduk di samping Wafa dan membuat jantungnya berpacu lebih cepat.

Ya Allah... Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu yang lemah, maka lindungilah hamba.

Wafa menggeser tubuhnya agak jauh dari orang itu.
Pasalnya di halte sekarang hanya ada mereka berdua.

"Lo selalu begitu, ya. Menjauh dari gue. Salah gue apa coba?" tanya orang itu agak kesal.

Gadis itu tampak salah tingkah. Ah, tidak, lebih tepatnya ia sangat tidak nyaman.

"Bukan begitu," jawab Wafa dengan pelan. Seluruh badannya sudah terasa dingin sekarang.

Jika saja hujan sedang tidak turun dengan deras, ia pasti sudah pergi sedari tadi.

"Sebegitu bencinya lo ke gue?" tanya orang itu lagi.

Wafa menjawabnya hanya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menunduk.

"Yaudahlah lupakan, lo kenapa belum dijemput jam segini?"

Ini sudah jam setengah 5, bahkan murid dari sekolah mereka sudah pulang sedari tadi. Mereka dipulangkan lebih cepat karena guru-guru sedang rapat dadakan. Untung saja Wafa sudah melaksanakan sholat ashar tadi.

Masih dengan menunduk, Wafa menjawab, "Mungkin lagi-lagi tidak ada yang bisa menjemput." Gadis itu terlihat menggigil.

Orang itu menghela napasnya berat. Ia melepas jaketnya lalu memberikan kepada Wafa. "Nih, pakai. Lo kedinginan," ucapnya.

Wafa terlihat ragu, ia bingung harus mengambil jaket itu atau tidak.
Orang itu terlihat semakin gemas dengan tingkah laku Wafa, ia langsung bergerak untuk memakaikannya di belakang Wafa, sontak membuat gadis manis itu sedikit terkejut.

"Lo itu kenapa sih sebenarnya? Muka gue nyeremin? Perasaan gue ganteng deh."

Ya Allah...

"Kak Nathan, apa perlu saya memberitahu kembali perihal batasan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram dalam Islam?" tanya Wafa pelan, ia masih menundukkan pandangannya. Ia benar-benar tidak nyaman berduaan di tempat itu. Sedari tadi ia bertanya-tanya dalam hatinya, kapan hujan akan reda.

Wafa, entah gadis itu yang terlalu kaku atau memang orang-orang yang masih banyak tak mau tahu perihal batasan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam.

"Lagi-lagi tentang hal itu. Sebegitu terkekangnya kalian?" tanya Nathan dengan nada meremehkan, ya, dia adalah Nathaniel Pratama.

Terkekang? Wafa tak habis pikir dengan kakak kelasnya itu.

Wafa langsung memandangnya datar. "Maaf, Kak." Wafa melenggang pergi meninggalkan Nathan yang terdiam di halte. Ia tidak perduli air hujan yang sudah membasahinya, ia hanya ingin segera menjauh dari kakak kelasnya itu.

Ia tidak tau sudah seberapa jauh berjalan.
Suara klakson mobil mengagetkannya. Seorang laki-laki keluar dengan payung yang sudah berada di atas kepalanya. "Kamu kenapa tidak menghubungi ummi dan abi sih? Ayo masuk ke mobil."

Tanpa pikir panjang mereka berdua masuk ke dalam mobil, setelahnya mobil melaju dengan kecepatan rata-rata.

"Terima kasih, Kak Rafa. Maaf, karena Wafa mobil Kak Rafa jadi basah."

"Kamu ini sangat senang membuatku khawatir, ya? Kamu kenapa gak minta jemput Ummi atau Abi?"

"Wafa sudah menghubungi tadi sebelum hujan. Ummi bilang ada rapat mendadak di rumah sakit jadi tidak bisa menjemput, sedangkan Abi masih ada tugas mengajar," jawabnya dengan pelan.

Al-Hubbu FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang