Chapter 22 part II

1K 50 0
                                    

Tak seperti biasanya hari ini dia berpakaian sangat rapi. Agak ramai suasana dirumahnya. Kami masuk ke dalam rumahnya dan menyalami keluarga amalia. Bapak amalia tersenyum bangga. Beberapa orang tetangganya berkumpul di depan halaman untuk melihat keramaian dirumah amalia. Sebagian dari mereka berbisik bisik. Aku dan kak fairuz duduk di lantai yang telah di alasi tikar pandan. Kursi tamu yang biasa bertengger disini telah dipindahkan untuk mengakomodasi tamu yang diprediksi bakalan ramai. Kami semua duduk rapi berderet menyender di dinding ruang tamu yang tak seberapa luas ini. Amalia dan adiknya menyuguhkan minuman dan kue kue kecil. Ada beberapa orang yang belum pernah aku lihat sebelumnya ikut duduk disini, mungkin itu kerabat amalia. Papa dan mama ngobrol sambil berbisik. Sementara odie dan om sebastian masih keluar masuk membawa hantaran ke dalam hingga terkumpul semuanya bertumpuk di tengah tengah ruangan ini. Setelah selesai menyuguhkan kue, amalia ikut bergabung bersama kami. Ia duduk diapit oleh ibu dan bapaknya. Papa memulai pembicaraan mengenai lamaran ini. Amalia tak berkata walaupun sepatah. Ia mendengarkan pembicaraan antara kedua orangtua kami. Mama mengeluarkan cincin pertunangan dari dompetnya lalu memberikan kepada amalia. Dengan dibantu oleh ibunya amalia memakai cincin itu. Kak fairuz berkali kali meremas jemarinya dengan gelisah. Aku menepuk paha kak fairuz pelan untuk menenangkannya. Kesepakatan tercapai kalau acara pernikahan ini nantinya diadakan dirumah amalia. Akad nikah dilaksanakan dihari yang sama dengan penyelenggaraan pesta nanti. Mama memberikan uang untuk dana pesta pada ibu amalia dalam jumlah yang tak sedikit. Cukup lah untuk menyelenggarakan pesta meriah.



Aku bersyukur atas hal ini. Aku yakin almarhum kak faisal ikhlas dengan semua ini. Amalia berada ditangan pria yang tepat yaitu kakak kandung kak faisal sendiri. Aku menoleh keluar, nampak kerumunan tetangga amalia yang ingin tahu sudah makin banyak. Aku heran dengan orang orang kampung sini, selalu ingin tahu urusan orang lain. Ibu amalia nampak tak keberatan melihatnya. Ia bahkan menebar senyum lebar seolah ingin menunjukkan pada tetangganya kalau hari ini dan seterusnya ia bisa menegakkan kepalanya. Jam setengah sepuluh kami mohon diri pada keluarga amalia. Sebelum pulang kami bersalaman lagi. Mereka mengantar kami hingga ke halaman rumahnya. Lamaran yang cukup kaku tapi sukurnya berlangsung lancar. Di perjalanan pulang kak fairuz sudah lebih lega dan mau bercanda. Dua minggu lagi pesta mereka akan di laksanakan. Jadi kak fairuz tak bisa lagi bersantai santai, masih banyak urusan yang harus ia selesaikan agar pesta mereka nanti berlangsung lancar tanpa kendala. Sampai dirumah keluarga kami masih berkumpul dan membahas tentang lamaran tadi. Tak ada keributan lagi kali ini, semua nampak senang, bahkan tante laras tak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya. Biasanya jarang sekali bercanda namun kali ini kami sampai terpingkal pingkal mendengar cerita cerita lucu yang ia lontarkan. Hp ku berbunyi, ku ambil dari dalam kantong celanaku. Ternyata ada sms dari rian yang menanyakan kenapa aku tak ada kabar selama beberapa hari ini. Aku jadi tak enak hati sama rian. Aku balas sms nya dan menyuruh dia menunggu karena aku mau ke rumahnya sekarang. Aku mengajak odie juga karena tak mungkin meninggalkan odie sendirian. Rian menyambut kedatanganku dengan wajah cemberut. Sepertinya ia marah padaku.


"kalau nggak aku yang hubungi kamu duluan pasti gak akan ada kabar, memangnya kamu kemana saja?" ia bertanya dengan ketus. Odie sendiri sampai kaget mendengarnya. Aku yang sudah terbiasa menghadapi rian bisa menebak kalau ia akan bereaksi gini. Dengan sabar aku menjawab pertanyaan rian.


"bukan gak mau kasih kabar yan, dirumah lagi sibuk... Persiapan lamaran kak fairuz dan kemarin ada papa kandungku datang kerumah.. Jadi aku lagi nggak bisa konsentrasi." kemudian aku menjelaskan seluruh kronologis kejadian beberapa hari ini pada rian dan berharap ia bisa mengerti.


"paling tidak kan kamu bisa sms aku.." keluh rian cemberut.


"iya deh lain kali aku janji kasih tau kamu.." aku lega rian mau mengerti. Odie menyikut pinggangku pelan.

Pelangi Dilangit BangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang