Anggara Wiratama
"Udah shalat?"
"Udah."
"Nanti siang jadi ke Pura?""Jadi."
-
Oktober, 2015.
***
Gara
Orang bilang, hidup itu hanya seputar pilihan, mimpi, kenyataan dan ketidakpastian.
Gue gak mendenial pernyataan di atas, karena memang cenanya, hidup bersirkulasi pada beberapa hal tadi.
Tapi sedari dulu, gue gak pernah setuju dengan pernyataan yang menyataan kalau hidup adalah sebuah pilihan.
Kenapa? Soalnya bullshit.
Karena dalam kehidupan, itu sebenarnya gak pernah ada yang namanya pilihan. Gak pernah ada yang namanya lo diberikan kesempatan—-satu kali aja, untuk memilih.
Ketika lo berdiri di sentral dan dihadapkan kepada dua buah jalan yang berbeda, ke kanan atau ke kiri—-lo bakalan bilang kalau jalan yang lo lalui, adalah jalan yang lo pilih. Adalah pilihan lo.
Padahal nyatanya, itu bukan pilihan.
Melainkan takdir, suratan atas nama Tuhan. Ketetapan Tuhan yang membuat lo seakan-akan diberikan kesempatan buat memilih—-padahal nyatanya, lo gak memilih sama sekali.
Gak ada satupun anak cucu Adam yang benar-benar diberikan kesempatan untuk memilih sebuah pilihan dalam kehidupannya. Mereka semua udah punya script dan story line masing-masing. Ngapain Tuhan ribet-ribet ngasih lo pilihan.
Mau lo menjalani kehidupan dengan menyortir untuk menjadi seorang pelacur daripada jadi ustadzah juga ya itu sebenarnya bukan pilihan. Melainkan, emang udah takdirnya aja lo jadi pelacur karena pemikiran dangkal dan kebutaan lo akan dunia.
Hakikatnya, manusia-manusia yang ada di dunia itu cuma pemeran utama dalam kisah mereka. Tuhan sebagai sutradara, dan orang lain sebagai figuran atau penonton yang kerjaannya cuma ngomentarin apa yang terjadi sama lo dan apa yang udah lo lakukan.
Jadi, waktu lo menjumpai cerita hidup temen lo sebelas dua belas sama sinetron, lo gak perlu bilang mereka lebay, mereka mendramatisir keadaan. Toh, pada dasarnya, hidup memanglah sebuah drama.
Dan dalam cerita ini, dalam kehidupan ini, gue terlahir sebagai Anggara Wiratama. Anak pertama dari dua bersaudara.
Gue adalah anak sulung yang selalu mempunyai pemikiran kalau anak yang lahir perdana adalah anak yang akan menjadi pemeran utama. Padahal sih, nyatanya, gue cuma figuran. Dengan embel-embel title sebagai Kakak dari seorang Dibias Raleesha Aminata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
General FictionThey said, nothing stays. Nothing is permanent. Feelings, people, circumstances: they all change. "So, do I." *** Written in Bahasa. Discontinued. ©Komuhodu, 08/27/2017.