Ini seharusnya mudah saja untuk dilakukan. Berakting bahwa aku adalah sudah menikah dan menjadi seorang istri. Kemudian, mengakui kepada semua orang di kota ini, bahwa aku adalah seorang istri yang bahagia dan baik-baik saja ditinggal oleh suami.
Aku sudah hidup sebatang kara sejak lulus sekolah menengah atas. Hanya ibuku satu-satunya keluarga yang aku punya dulu, sudah pergi selamanya di tahun terakhir sekolahku.
Aku harus melanjutkan pendidikan tanpa bantuan keluarga. Dunia ini tidak sebaik yang orang-orang katakan. Kau tidak bisa hidup dari belas kasihan orang. Makanya aku terus bertekat untuk diriku sendiri. Aku mati-matian mendaftar berbagai beasiswa demi menyambung pendidikan impianku.
Mencari beasiswa tidak semudah itu. Apalagi yang mau membiayai sepenuhnya hingga selesai. Aku baru bisa mendapatkan program beasiswa setelah hampir belasan ku daftari. Beasiswa full hingga penelitian, tetapi uang bulanan yang kecil. Aku tetap harus mengikuti program beasiswa, kuliah, dan kerja paruh waktu di swalayan 24 jam untuk membiayai hidupku.
Rasanya aku akan menangis saat akhirnya aku berhasil meraih gelar sarjana pertamaku. Tanpa pikir panjang, aku langsung melanjutkan sarjana kedua ku. Untuk beasiswa S2 lebih mudah. Program yang ditawarkan juga full, dengan uang saku tinggi. Setelah mendapat gelar, beberapa pekerjaan paruh santai mudah untuk di dapatkan. Paling sering dari junior kuliahku untuk les di beberapa mata kuliah. Aku juga membuka jasa membuat laporan untuk perusahaan. Sebagai freelancer yang tidak mengikat.
Ini semua terasa seperti berkat luar bisa yang diberikan kepada Tuhan untuk sebatang kara sepertiku. Pendidikan sarjanaku yang kedua berakhir dengan sangat memuaskan.
Kemudian aku mendapatkan tawaran untuk bekerja pada orang yang telah membiayai seluruh beasiswa pendidikanku. Siapa yang mau menolak pekerjaan yang datang? Meskipun artinya aku harus meninggalkan kota tempat tinggalku, karena kantor itu berada di kota lain. Aku baik-baik saja bekerja sebagai sekretaris disana, bahkan dalam dua tahun aku berhasil menjadi orang kepercayaan pemilik perusahaan.
Kini aku bekerja sebagai sekretasi sekaligus merangkap sebagai asisten pribadi. Fasilitas kerja dan tantangan kerjanya sebanding. Aku dijinkan tinggal di dalam mansion milik bosku yang sangat besar. Aku juga diberikan akses untuk menggunakan kartu kredit atas nama pribadi milik sang kepala keluarga.
Makanya ku bilang, tantangannya besar sekali. Gaji yang diberikan padaku sangat besar. Belum lagi segala fasilitas yang bisa ku akses dengan mudahnya. Makanya aku harus tau diri. Aku punya utang jasa yang besar pada mereka.
Jadi saat bosku memintaku untuk menandatangani surat pernikahan bersama cucunya yang tidak pernah sekalipun aku bertemu secara langsung, aku tidak bisa menolak. Aku melakukannya karena semua kebaikan Tuan Madara lebih dari yang bisa kuganti.
Pertama, ini seharusnya akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Aku hanya perlu memperkenalkan diri kepada seluruh masyarakat di kota ini bahwa aku adalah istri dari Uchiha Sasuke. Dia adalah seorang marinir angkatan.
Kedua, aku hanya perlu melakukan tugas seperti yang seharusnya seorang istri lakukan, yaitu bekerja di bawah nama suami. Lalu, membuat kebaikan dengan nama suami. Aku telah membuat beberapa perubahan di kota ini dengan membawa nama suamiku.
Ketiga, di dalam perjanjian itu sudah sangat jelas. Dalam waktu delapan bulan lagi aku akan resmi bercerai dengan seseorang bernama Sasuke itu. Setelahnya Madara memberikan aku kebebasan untuk pergi kemanapun aku mau tanpa beban utang materil dan jasa.
Kakek Madara berjanji bulan depan ia akan segera memberitahu cucunya tentang pernikahan yang sudah berjalan selama 2 tahun terakhir. Ketika pria itu pulang nanti, ia tidak perlu khawatir karena aku sudah tidak berada lagi disini.
Harusnya pria itu pulang delapan bulan lagi.
Tapi dia sekarang berdiri di depanku.
Aku tidak berlebihan karena berpikir hampir mati karena serangan jantung, jantungku berpacu tinggi sekaligus dengan kecemasan yang menyerangku.
Kami tidak pernah bertemu satu sama lain. Sosok suami yang secara hukum sudah sah aku nikahi hanya sering kulihat fotonya di dalam mansion dan rumah ini. Dua tahun terakhir aku meyakinkan diriku dia layak untuk ku jadikan sebagai mantan Suami. Aku tidak boleh menyesali semua keputusanku sendiri.
Menyadari akan ketelanjangan ku, aku berbalik menghadap tembok. Rasanya malu sekali. Aku merasa seperti pencuri yang ketahuan sedang beraksi. Sialnya, bathrobe ku berada cukup jauh dari jangkauanku.
Sementara kedua tanganku kugunakan untuk menutupi bokongku yang terekspos bebas.
"Sejak kapan kau disitu?"Tanyaku, aku sedikit menoleh melihatnya.
"Aku tidak tahu. Tapi yang jelas aku menikmati tontonan kau yang sedang mandi."
Sialan!
Kakek Madara tidak pernah bercerita tentang cucunya adalah orang mesum.
"Um.. bisakah kau berbaik hati mengambilkan bathrobe disana?"Aku tidak menunjuk, aku hanya melirik Bathrobe yang tergantung dekat wastafel di belakangnya.
Diapun hanya melirik bathrobe itu sebentar dan berjalan mendekatiku.
Dia menghimpit tubuhku di tembok. Tubuhnya tegap dan tinggi. Jauh dari perkiraan ku ketika melihat fotonya, aku hanya setinggi dagunya. Ketika dia menundukkan kepalanya aku menahan nafas.
Aku dapat merasakan sentuhan tangannya di pinggangku dan nafasnya di tengkuk leherku.
"Untuk apa kau butuh bathrobe. Apa kau tidak merindukan suamimu ini?"
...
...
...
...
...
...
...
...Aku berbalik dan mendorong bahunya keras.
Dia merintih kesakitan sambil memegangi bahu kirinya. Dengan cepat aku meraih bathrobe dan segera memakainya.
...
Q : Apa draft-nya sampai cerita selesai seperti yang lain?
A : tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife
FanfictionTerasa mengejutkan begitu kau sedang mendapat cuti pulang ke kampung halaman dan mendapati bahwa di sepanjang jalan menuju kerumah mereka membicarakan 'Istri' yang sama sekali tidak kau ketahui. Re-make dengan banyak perubahan sana sini dari novel t...