Cucu Kiri

49 1 3
                                    

"Kakek...." Putri memelas. Ia berdiri dengan satu kaki dan tangan menjewer kedua telinga dibalik kerudungnya. Berkali-kali ia memanggil kakeknya namun tak ada respon. Kakek hanya duduk dan menatap Putri, dalam.

Putri tahu ia telah melakukan kesalahan. Mendorong entah teman atau harus disebut lawan hingga jatuh, sedikit sangsi tapi dia pingsan.

Mungkin pihak sekolah telah menghubungi kakeknya.

Mata Putri mulai berkaca-kaca. Ia tidak tahan dengan situasi ini. Bukan karena kakinya yang mulai lelah dan hilang keseimbangan, tapi baginya menyaksikan sorot kekecewaan dari mata kakeknya itu sangat menyakitkan. Setelah sekian lama ia berjuang mendapatkan kasih sayang, kepercayaan, dan segalanya agar dia bisa tetap bernaung dan bertahan hidup yang baginya itu adalah anugerah. Hari ini seketika roboh.

"Cukiii...!" Suara teriakan Nil dari luar. Ia memanggil Putri dengan julukan cuki. Tak ada jawaban dari dalam.

"Cuk." Mata Nil terbelalak menatap Putri dan bergumam,"what's going on, Cuki?"

Jangankan empati atau pembelaan, simpatipun tak bisa ia tunjukkan. Nil sepertinya menikmati moment ini. Ia malah duduk di samping kiri kakeknya dan tanpa sadar mengangkat kakinya ke atas meja.

"Papooh!" Putri menangis memanggil papa yang menyayanginya lebih dari anaknya sendiri. Karena ia hanya anak asuh Pak Pras. Ayah Nil. Sudah enam bulan ia tidak bertemu dengan papanya. Dan bertambah rasa rindunya disaat ia merasa tak ada yang bisa membelanya seperti yang dilakukan papooh, papa kebanggaannya.

Aku tak punya siapa-siapa sebelum aku bertemu papa. Kakek juga bukan milikku, karena itu aku hanya cucu kiri.

Bukan! Bukan cucu tiri. Kiri. Karena aku terlalu jauh dari silsilah keluaga ini. Kupanggil Nil sebagai Cuka bukan karena ia cucu kanan yang selalu dimanja atau cucu kandung walaupun itu benar tapi lebih karena dia asam, seasam cuka. Lihatlah dia tertawa! Batin Putri .

***

Di halaman belakang.

Nil mengangkat dumble, naik turun bergantian dari tangan kanan ke kiri. Putri hanya memandanginya dari kejauhan. Dengan nada mengejek Putri mengangkat jempol dan memutarnya ke bawah. Dari gerak bibirnya Nil dapat menebak kalau Putri meremehkannya dengan mengatakan dumble-nya terlalu ringan. Sedikit kesal ia membanting dumble itu hingga hampir mengenai kaki Putri.

"Heran. Kenapa kemarin kakek masih ngebelain lu padahal lu tuh udah kayak telor di ujung tanduk? Sedikit lagi. PLOOK." Nil menghampiri Putri dan menatap matanya seolah memastikan tak ada bandul hipnotis di dalamnya. Putri malah mengedip-ngedipkan matanya dengan cepat.

"Konyol! Kapan sih lu bisa dewasa?"

"Kapan kamu berhenti jealous?"

"Jealous? No way! Gak ada alasan buat...."

"Gak mau ngaku ya gak apa-apa. Aku ini cucu kiri yang beruntung. Disayangi dan dicintai banyak orang terutama orang terdekat kamu. Haha."

Putri PatriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang