Tak ada yang berubah dengan penjelasan ayahnya. Padahal ia ingin sekali mendengar kalau ayahnya hanya berbohong. Tapi apa yang terjadi, terjadilah.
'Takdir memang tak mengenal perasaan'. Bolehkah mengeluarkan kalimat itu? Astaghfirullahaladzim.
Tutup peluang. Saatnya berdamai dengan takdir.
Tapi mampukah?
Nil hanya mendengus. Pandangannya tertuju pada ayah dan Putri yang sedari tadi sibuk ketak-ketok membuat hal-hal yang menurutnya tidak penting.
Di halaman belakang yang tak kalah luasnya dengan halaman depan kakek sibuk memangkas daun-daun kering tanaman kesayangannya, menggantikan sementara tugas Pak Dimin yang mudik ke kampung halamannya karena ada saudaranya yang menikah.
Langkah kakek terhenti karena terhalang bale-bale yang telah selesai dibuat.
"Aku udah ijin sama kakek sebelumnya kok." Putri mengeluarkan suaranya lebih dulu hawatir dimarahi kakeknya.
"Apa kabar Ayah?" Pras menyapa.
"Hmm."
Entah jawaban macam apa itu?
Cuma itu?!Harus segera bertindak. Harus bisa menyatukan mereka kembali. Jangan panggil Putri kalau belum bisa memulihkan semuanya. Bagaimana bisa? Aku bukan putri kandung papa tapi dapat kebahagiaan darinya. Bukan pula cucu kandung kakek tapi bisa bahagia bersamanya. Keduanya memberiku kebahagiaan tapi mereka tidak bisa merasakan bahagia yang sama denganku. Bahagiaku saat kalian bersama lagi, Nil juga. Ironis rasanya kalau mengingat kakek tidak lagi bersikap baik pada papa karena papa lebih memilih merawatku. Dan kini saat kakek bisa menerimaku, mereka masih saja perang dingin. Perlu sentuhan seorang 'putri'. Hidup tak jadi sempurna jika tak ada kalian. Jika HUJAN yang turun adalah rahmat (dalam memorinya teringat pada Rain).
Hujan sungguhan. Batinnya menegaskan.
Sederas apapun itu takkan bisa menghapus kasih sayangku pada kalian. Aku nggak bisa bayangin hidup bersama pria lain selain kalian.
***
"Hidup bukan melulu tentang cinta kan?" Putri bersuara. Yang diajak bicara tidak merespon. Ia asik dengan bukunya, lalu ia keluarkan sebuah kacamata.
"Sejak kapan?" saat Putri menyadari orang disampingnya jadi berkacamata.
"Apanya?" Nil balik bertanya.
Putri menunjuk tepat pada kacamata Nil.
"Sejak lu mulai bertingkah aneh dan gak peduli gue lagi."
"Kapan aku kayak gitu? Jadi pengen dipeduliin ni ceritaya. Cari aja seseorang yang bisa care bisa ngapain aja buat kamu. P-A-C-A-R. Tapi kamu gak dibolehin pacaran kan sama kakek? Katanya 'lelaki kalau sudah mapan gak usah nyari ntar cewek-cewek ngantri sendiri. Masa muda belajar sungguh-sungguh, hari tua tinggal senangnya'. Iri ya orang lain pada pacaran? Ta'arufan aja ya! Aku kasih tahu cuma sama kamu. Cita-citaku mau nikah muda, ya 19 atau 20 lah. Awas lho jangan bilang kakek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Patri
Roman pour AdolescentsPutri, anak yatim piatu yang dirawat dan dibesarkan oleh Pras, teman baik ibunya. Karena pekerjaan Pras yang mengharuskan ia pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri, ia terpaksa menitipkan Putri pada ayahnya meski ia tahu kalau ayah dan putranya Ni...