2. Kembang Api yang Muram

115 23 6
                                    

Karena ajakan Destia yang ngotot ingin pergi ke TMII untuk merayakan pergantian tahun bersama, akhirnya kami pergi ke TMII dengan catatan Hendra nggak ngambek lagi.

Aku tak tau jika momen pergantian tahun di TMII waktu itu juga akan membawaku pada semesta baru.

31 Desember 2015.
Rianti Ariska

***

"Mah, ayo tahun baruan ke Mall lagi ya? Aku pengen main time zone sepuasku Mah." Kata Hendra waktu sarapan pagi, di hari terakhir tahun 2015.

"Boleh. Gimana sama yang lain?" Tanya Tante Jeni. Kalau aku sih terserah mereka saja. Aku hanya mendengarkan mereka sambil makan nasi goreng buatan tante Jeni.

"Aku nggak mau Mah. Masak ke Mall lagi, aku pengin liat kembang api yang keren banget. Kayaknya ke TMII seru tuh. Haaa ke TMII aja ya Mah?" Tegas Destia.

"Kakak ngikutin trend lagi ya pasti? Biar bisa update di instagram kakak" Ejek Hendra.

"Apaan sih Ndra, kayak tau instagram aja. Pokoknya ke TMII. Disana kan rame ada banyak pertunjukanya, dan kembang apinya lebih banyak Mah. Pasti keren tuh."

"Aku kan mau main di Time Zone Kak, dan di Mall kan nggak panas, ada AC-nya. Apaan di TMII bisa keringetan aku."

"Udah-udah dek, kak. Gini aja kok malah ribut kalian." Lerai om Seno.

"Iya. Mbok udah gitu hlo kalian ributnya. Sehari nggak debat kenapa sih? Kalau usul Rianti mau kemana ngerayain tahun baruannya?" Tanya tante Jeni ke aku.

Aku sebenernya agak menebak-nebak, mereka seperti nyembunyiin fakta kalau aku tuh pantas dikasihani, ya betapa nasibku emang udah buruk gini. Tapi untung tante Jeni nggak menunjukkan sikap terang-terangannya untuk ngasihani aku. Aku masih keponakannya yang dia sayang. Dan om Seno juga sayang sama aku.

Hanya Destia yang aku tau dia selalu bisa buat aku ketawa. Destia ngelakuin itu dengan tanpa sadarnya. Dia nggak pura-pura untuk ngehibur aku biar bisa ngelepasin beban aku. Walaupun Destia pasti sama sedihnya dengan aku, karena udah kehilangan nenek dan omnya. Aku tau banget Destia juga deket sama nenek. Tapi anehnya Destia, dia bukan tipe pemikir sepertiku. Dia tidak larut dalam kesedihan sama sepertiku. Kadang, aku iri sama Destia, aku ingin jadi Destia yang periang dengan kekonyolannya itu.

"Eh, kok malah ngelamun sih mbak? Ditanyain sama mamah tuh. Ke Mall aja ya mbak?"

"Eh?" Aku tersadar dari lamunanku setelah ditegur Hendra. Tadi tante Jeni nanya apa ya?

"Itu hlo Ri, kamu mau ke mana taun baruannya? Ke TMII aja ya? Pasti seru."

Oo itu yang ditanyain tante Jeni.

"Aku terserah aja tante." Iya aku manut aja kalau tahun baruan ini mau kemana, sepertinya mereka tidak mau terlalu larut dalam kesedihan, bagaimanapun kehidupan juga harus terus berlanjut.

Dan setelah perdebatan sengit akhirnya diputuskan kalau kami mau merayakan tahun baru di TMII. Alasan terakhir Destia sih karena tahun lalu yang diturutin Hendra, jadi sekarang giliran Destia yang harus diturutin. Kata Destia ke Hendra sih sekali-kali adik tuh nurut ke kakaknya. Haha, ada-ada aja Destia

*

"Udah deh Ndra nggak usah ngambek gitu. Kalau ngambekan gitu kan si Putri nggak mau jadi pacarmu." Ledek Destia ke Hendra, Putri itu temen sekelasnya Hendra. Ya bisa dibilang cinta monyetnya Hendra. Dasar anak SD ya udah cinta-cintaan. Sejak masuk ke TMII muka Hendra memang sudah ditekuk-tekuk karena usulannya nggak diturutin.

"Kakak! Apaan sih" Teriak Hendra dan langsung nyubit tangan Destia.

"Anak papah udah gede ya. Putri gebetannya adek ya?" Goda om Seno, merahlah pipi Hendra dan dia langsung ngehindar jadi jalan lebih cepat ngedahuluin kami.

Ranting PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang