1. Kepindahanku dan Destia

167 24 15
                                    

Setelah kepergian ayah dan nenek, aku tinggal bersama tante Jeni yang berdomisili di Jakarta. Alasannya supaya aku tidak keteteran dalam kegiatan sehari-hari karena sendirian dirumah. Tante Jeni adalah adik dari ayahku yang sudah lama tinggal di Jakarta karena mendapat suami orang Jakarta, yaitu Om Seno.

12 Desember 2015
Rianti Ariska

***

Tante Jeni punya dua anak. Yang satu seumuran denganku, dia jenis orang yang cerewet banget, namanya Destia. Makanya kalau dulu setiap liburan sekolah yang aku tunggu-tunggu itu si Destia yang selalu liburan ke Jogja, kami selalu berbagi cerita setahun terakhir yang kami jalani di kota berbeda. Ya, dia dengan cerita kealayan anak ibu kota, pssst... jangan kasih tau Destia ya dia itu orangnya alay, eksis banget. Dan aku dengan cerita anak desa, ya aku nggak dikota Jogjanya, ya Jogja coretlah dengan berbagai kegiatan ekstrakulikuler PMRku. Terakhir yang kami bicarakan sih itu, liburan tahun kemarin sewaktu kami kelas 1 SMA.

Ngomongin Destia dan segala kecerewetannya pasti nggak lengkap kalau aku nggak ngasih tau sama kalian tentang adiknya Destia yang nggak kalah cerewetnya sama Destia namanya Hendra. Hendra ini kelas lima SD, tapi kalau berhadapan sama Destia udah kayak abangya Destia karena tingkahnya yang bisa nyeimbangin Destia. Suka lucu aja kalau liat mereka berantem adu mulut.

Sore itu setelah dikasih tau sama tante Jeni kalau aku bakal tinggal di Jakarta, aku awalnya agak sedih, karena harus meninggalkan semua kenangan yang udah diciptain sama ayah dan nenek selama 15 taun ini.

Masa-masa ayah yang dongengin aku sebelum tidur, yang ajarin aku naik sepeda, yang anterin aku pertama kali aku masuk TK, ayah yang selalu ambilin rapor aku. Dan aku paling inget ayah yang ngehibur aku waktu dulu pas SD aku suka diledek sama temen-temenku katanya mana ibuku, Ri nggak punya ibu, dulu aku nggak ada temen disekolah, nggak ada yang ngehibur aku yah, tapi ayahkan yang jemput aku pulang sekolah waktu itu dan ayah lihat aku nangis terus ayah beliin es krim abang-abang depan sekolah.

Tapi ayah nggak tau kan kenapa aku hari itu nangis yah? Aku nggak mau ayah nangis juga kayak aku yah. Ayah yang suka ngelucu nggak jelas, lelucon ayah tuh garing sebenernya tapi aku bisa ketawa yah. Ayah yang suka nonton bola dan aku nemenin disebelahnya, lalu kita teriak bareng-bareng kalau tim kesayangan kita bisa ngegolin, ya Madridista kita yah. Dan ayah yang katanya suka sama kopi buatanku, aku hapal yah, dua sendok kopi bubuk dan satu setengah sendok gula pakai cangkir kesukaan ayah, yang aku tau yah, itu cangkir hadiah dari bunda.

"Yah aku kangen itu semua yah, kenapa ayah pergi yah? Kecelakaan itu harusnya nggak terjadi yah. Dan sekarang aku harus ngelupain semua kenangan tentang ayah? Aku harus ke Jakarta sama keluarga tante Jeni Yah"

Aku tau aku harus realistis. Walaupun aku kadang suka bermonolog dalam hati berusaha bicara sama ayah atau nenek, tapi nyatanya mereka nggak akan kembali lagi sama aku. Maka aku harus jalani kehidupanku di Jakarta. Dan aku berharap kesedihanku ini tidak terus menhantuiku.

Setelah acara pitung dinanan selesai maka aku bersama tante Jeni, om Seno dan Hendra berangkat ke Jakarta naik mobilnya om Seno. Destia nggak ikut karena Destia dan om Seno hanya di Jogja ketika hari kematian nenek dan hari setelah kematian nenek. Destia dan om Seno nggak bisa lama-lama karena Destia harus sekolah dan om Seno karena urusan kerjaan. Sedangkan tante Jeni dan Hendra nemenin aku selama 7 hari dan tante Jeni ngurusin berkas kepindahan sekolahku ke Jakarta.

*

Kami sampai di Jakarta sore hari, karena jalanan agak macet karena liburan akhir tahun. Setelah mobil sampai di teras rumah tante Jeni, pintu rumah dibuka dengan tarikan semangat yang dibarengi dengan lari-lari kecil oleh gadis berkuncir awut-awutan dan sweater biru kedodoran, ya, dia sepupu tergilaku, Destia.

Begitu aku turun dari mobil, dia langsung memelukku dengan gaya yang dilebih-lebihkanya.

"Riantiiiiiiii, akhirnya ya setelah bertahun-tahun gue pengen serumah ama lo, sekarang kita bisa serumah" salam pembukanya gini ya sama sepupu sendiri?

"Apaan sih lebay deh kamu Des" jawabku sambil menoyor kepalanya.

"Iya tuh mbak Destia lebay banget, dari dulu kadar lebaymu nggak turun-turun mbak, ntar mbak Rianti jangan ampe setres ya gara-gara sekamar ama mbak Destia." Hendra ikut nimbrung setelah turun dari mobil.

"Wah ni anak kurang ajar, awas aja Ndra ntar aku bales dendam ya. Liat aja nanti."

"Kalian ini nak-nak, Rianti baru dateng malah kalian ribut-ribut. Ayo masuk Ri, biarin aja mereka." Tante Jeni malah menggandeng Rianti masuk rumah dan mengabaikan kedua anaknya.

"Maaah, aku kangen mamah, mamah nggak kangen aku apa?" Tanya Destia kepada tante Jeni sambil ngegelendotin ibunya, padahal kan tante Jeni cuma ngegandeng aku. Haha astaga Destia, Destia.

"Udah sana anterin Rianti kekamarmu." Usir tante Jeni yang kayaknya udah mulai pusing sama kelakuan Destia.

"Haha, siap bu bos. Laksanakan!" Hormat Destia ke tante Jeni.

"Ayo Sist, kita bikin kamar kita jadi kapal pecah, let's party!" Seru Destia yang sambil nyanyi lagu Big Bang yang We Like 2 Party. Aku dan tante Jeni cuma geleng-geleng kepala liat Destia yang naik ke tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

"Yeee tu anak katanya siap bu bos tapi malah keatas duluan." Kata tante Jeni.

"Destia emang ajaib tante, kalau dia diem aja berarti bukan Destia. Haha"

"Iya juga sih. Kamu yang betah ya Rianti disini."

"Makasih ya Tante. Moga aku betah disini."

"Iya sama-sama, udah sana keatas, ntar si Destia bikin kamar jadi kapal pecah beneran lagi."

*

Aku membuka pintu kamar Destia. Kamar Destia didominasi oleh poster-poster K-Pop didinding dan beraneka barang DIY yang dibuatnya sendiri. Karena dia suka sekali mengubrek-ubrek akun youtube DIY dan dipraktekkannya. Walaupun edan tapi selera seninya tinggi.

"Yeee monyet! malah naik keatas duluan." Omel Rianti.

"Sori Sist, gue lupa, soalnya tadi gue baru liat drama korea. Jadi gue naik lagi deh mau nerusin nonton lagi. Seru abis gila." Jawab Destia sambil mem-pause film dilaptopnya.

"Sejak kapan Des kamu suka korea-korea gini? Perasaan tahun kemarin kamu masih normal-normal aja."

"Haha kampret lo Ri, ya ini tuh sejak anak-anak kelas gue pada deman korea. Haha demam, ya gitulah pada heboh ama korea-korea gue ikut-ikutan. Baru-baru ini sih." Selalu Destia yang kalau ngomong pasti sambil ketawa sendiri.

"Ampe beli poster-poster gitu ya kamu?" Aku tanya aja soalnya poster di kamarnya ada lebih dari 5 ada yang poster muka cowok tapi imut ada yang bareng-bareng.

"Haha iyalah, itutuh ya Big Bang, boyband kesukaanku Sist. Itu G-Dragon, ganteng ya pacar gue? Tapi dia lebih tua. Haha, nggak papa lah oppa oppa kesayangan mereka tuh."

"Dasar mimpi jangan ketinggian Des, pacar darimana. Dia di Korea sana."

"Justru itu kita kan lagi LDR Sist." Yang aku kadang suka sebel sama Destia juga ini. Ngapain dia manggil aku Sist Sist, pas aku tanya dulu katanya kan aku Sisternya, mau apa dipanggil Brother?

"Serah deh serah. Emang kamu ini lagi nonton drama korea apa?"

"Who Are You School 2015 nih. Asli heran deh gue udah berkali-kali nonton tapi kok gue tetep seneng ya?"

"Drama mulu sih hidup kamu. Emang ceritanya gimana sih Des? Ampe aku ditinggalin dibawah tadi"

"Gini Sist, lo harus nonton ya, ceritanya tuh dimulai dari si Eun Bi anak yang sering dibully gitu disekolahnya dan dia nyoba bunuh diri pake baju yang dikasih sama Eun Byul, nah Eun Byul ini kembaranya tapi..." Ya aku memancing si Destia untuk bercerita tentang drama korea yang lagi disukainya itu. Aku udah nggak konsen lagi sama jalan cerita drama korea yang lagi dijelasin sama Destia karena aku udah harus bersyukur karena ada Destia yang eror ini.

Dan sekarang aku udah tau hidupku bakalan berubah karena adanya Destia di hidupku. Aku tau Destia akan selalu jadi sepupu terkeren segalaksi bima sakti ini.

***

10 Desember 2016
Aprl's

Ranting PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang