Chapter 8

152 6 0
                                    

Shane tidak dapat tidur. Ia hanya merubah posisinya di atas kasur tanpa menutup matanya. Ia memikirkan hal-hal yang tidak pernah dipikirkan secara detail sebelumnya.

Shane ingat betul bahwa kemarin ia sangat membenci Kian yang terus dekat dengan Harley. Tapi saat Harley memanggil Kian dengan sebutan 'kakak' Shane terkejut bukan main. Ia sekarang mengerti kenapa saat mereka pertama kali bertemu Kian sangat ketus padanya. Mungkin Kian hanya mengujinya. Kian tentu tidak akan melepaskan adiknya ke tangan orang yang salah. Itu membuat dirinya menjadi percaya diri.

Shane bangkit dan turun dari kasurnya. Entah kenapa ia selalu merasa haus.

Shane membuka pintu kamarnya dan melihat Harley, Kian, dan Tom sedang duduk di ruang tengah. Shane berjalan ke dapur dan mengambil sesuatu yang ia butuhkan.

Shane berbalik setelah minum segelas air dan sedikit tersentak melihat sosok Kian yang sudah berdiri tak jauh di hadapannya.

"Aku boleh minta tolong padamu?" tanya Kian yang sebenarnya bukan permintaan tapi perintah.

Shane mengangguk, "Tentu."

Kian menyandarkan tubuhnya ke tembok dan menatap Shane, "Kau tau kan bahwa tengah malam nanti aku akan pergi mencari Alex?"

Shane kembali mengangguk.

"Aku minta padamu untuk menemani Harley dan Tom saat aku pergi nanti, setidaknya sampai mereka tidur." Kian sebenarnya bukan meminta Shane untuk menemani kedua gadis itu, melainkan menjaganya. Ia yakin sekali Harley dan Tom akan ikut pergi dan membuntutinya untuk mencari Alex.

Harley dan Tom memang bertolak belakang, sering bertengkar, dan tidak pernah sejalan. Tapi jika pasal kabur, Kian akui, Harley dan Tom lebih kompak daripada prajurit.

Kian memberikan isyarat pada Shane untuk mengikutinya dan menunggu bersama-sama.

***

Alexha sudah duduk manis di atas kasur. Ia bangun terlalu pagi untuk menjalani hari. Senyumnya mengembang menunggu orang pertama yang akan membuka pintu ber-cat putih dengan ukiran yang menghiasinya.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya yang ia tunggu-tunggu datang juga. Pintu besar itu terbuka perlahan, menampilkan sosok beberapa wanita membawa nampan. Ia mendesis pelan mengetahui tebakannya salah. Tapi dia tidak salah sepenuhnya. Senyumannya kembali mengembang setelah melihat pria yang ia tunggu-tunggu sejak tadi berjalan dengan gagah mengekori wanita-wanita itu.

"Terlalu pagi untuk sarapan, Nona." Pria itu berucap, "Tapi tak apa, wanita-wanita ini tidak keberatan untuk mengantarkanmu makanan meski dunia akan hancur sekalipun."

Alex tertawa kecil, terlalu menjijikan untuk mendengar tawanya.

"Sup lagi?" Alex menatap semangkuk sup panas yang masih mengepul di atas nampan yang dibawa salah satu wanita berpakaian maid, lalu menekuk wajahnya.

"Lihatlah luka-lukamu ini. Apa yang kau mau? sup sangatlah cocok untuk orang sakit." Pria itu duduk di samping kasur besar yang selama sehari terakhir ini menjadi milik Alex.

"Tapi Pangeran-"

"Tidak ada bantahan, Abigail!" Pria itu menggelengkan kepalanya.

Alex cukup senang mendengar nama panggilan itu. Ia selalu minta semua orang untuk memanggilnya Abigail. Tapi keluarganya tetap memanggilnya dengan Alex.

"Terserah kau saja, Pangeran!" Alex memajukan bibirnya dan melipat tangannya di dada.

Sang Pangeran tersenyum manis, cukup untuk menggoyahkan pertahanan kekesalan Alex. "Jangan lupa tiup supmu sebelum kau memakannya,"

InfiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang