Damn, It's Monday!

91 3 4
                                    

Lembar Satu

When life gets you down,
do you wanna know what you've gotta do?
Just keep swimming!

Dory, Finding Nemo-

-*-

'Morning babe, pas istirahat temuin gue di tempat biasa ya? Ada yang mau gue kasih ke kamu. Sampai ketemu. Love you.' 06.15 AM.

Aku tersenyum lagi di tempatku. Mengabaikan Ibu yang berhenti menyendok nasi goreng ke piringku dan memerhatikanku sambil geleng-geleng kepala. Ah, aku benar-benar tak peduli, aku sangat senang sekarang, soalnya tumben sekali Braga mau sok-sok romantis seperti ini ke aku dengan memberi surprise. Secara kan, Braga itu orang paling unromantic yang pernah aku ketahui dalam sejarah percintaan umat manusia.

Seriously, dulu aja dia pernah merusak date pertama kami di pantai dengan membuat buah kelapa aku—yang aku maksud benar-benar buah kelapa ya, bukan kelapa di dada aku soalnya aku kan cowok jadi tak punya dada segede kelapa—jatuh menggelinding dan membasahi seluruh pakaianku.

Jadi ceritanya waktu itu dia mau mengelap mulutku yang belepotan karena baru saja selesai dengan jagung bakarku, eh tapi sebelum tangannya sampai di mulutku, tangannya tak sengaja menyenggol minuman kelapa mudaku yang disajikan langsung sama buahnya. And then, air kelapa dengan sirup rasa pandanku itu jatuh dan tumpah ruah di atas meja, dan sebagian lagi membuat bajuku basah. Aku marah dengannya seharian, wajar saja kan? He's not romantic at all, really-really unromantic and barbaric boy. Tapi aku tetap sayang dengannya, itu aneh.

"Brian, kamu kenapa sih? Dimakan dong, jangan senyum-senyum aja dari tadi," rupanya ibu masih memerhatikanku yang masih asik mengamati ponselku dari tadi—membaca berulang-ulang pesan dari Braga dan mulai menebak-nebak apa yang mau dia kasih ke aku aku nanti. Aku memberi Ibu senyuman lalu mulai memakan sarapanku. "Key mana?" tanyanya lagi. Aku menaikkan bahuku.

Key itu kembaran perempuanku. Tapi, walau kami kembar, aku dengan dia tetap berbeda. Selain karena dia perempuan dan aku laki-laki, dia itu juga adalah orang gila. Mungkin kau tak akan memercayainya. Dia jatuh hati dengan teman laki-laki di kelasnya yang bernama Aldo. Terdengar tak ada yang aneh? Tapi akan aneh jika setiap pagi saat aku masuk ke kamarnya, dia mulai mengigau dengan menyebut nama cowok itu sambil memeluk guling dan menciuminya dengan liur yang sudah menggenang di mana-mana. Belum lagi ambisinya untuk bisa berpacaran dengan Aldo itu sangat menggebu-gebu, dia bahkan rela pulang sekolah naik bus setiap hari hanya karena harus mengantar Aldo pulang. Katanya dia khawatir kalau Aldo nanti di jalan dicegat preman-preman dan dipukuli. Jadi, setelah dia mengantar Aldo pulang—dengan jalan kaki tentu saja—dia baru pulang juga. See, sangat aneh, kan? Tapi kalau aku dengan Braga kan beda, kami saling mencintai sejak awal, dan kami juga gay—Kalau Braga baru pertama kali pacaran dengan cowok sih, dan itu aku. Ah, aku jadi kangen benaran sama dia.

"Ibu kayak nggak tau aja," aku meminum susu putihku sampai habis dan selesai dengan nasi gorengku yang masih bersisa banyak.

"Gak dihabisin lagi? Kamu ini kebiasaan deh. Jangan suka membazir Brian, di luar sana—"

"Dah Ibu, Tschüss Dad!" kataku setelah mencium pipi Ibu, kemudian Dad yang hanya ditanggapinya dengan anggukan sambil terus membaca koran paginya. Dad itu sangat tidak suka jika konsentrasinya buyar.

Aku berlari ke luar sambil memakai tas punggungku sebelum Ibu menasehatiku panjang lebar tentang bagaimana orang-orang tidak mampu yang harus berjuang untuk makan sesuap nasi yang mana sudah aku dengar berkali-kali itu.

Bukannya aku ini anak yang durhaka apalagi sombong, ya! Aku memang tidak biasa saja menghabiskan makananku sampai benar-benar bersih like a homeless who never met a food for the million years. Itu sudah bawaan aku dari lahir, tidak pernah habis kalau makan walaupun sudah dikasih sangat sedikit. I dunno why.

Little Story of Brian and KeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang