Lembar Lima
-*-
Motor Brian berhenti tepat di samping aku yang lagi berdiri sambil bersandar di dinding dekat gerbang depan sekolah, dengan telapak sepatu sebelah kiri yang aku tempelkan langsung ke dinding dan asik dengan ikat rambut yang aku mainkan sejak berdiri di sini sekitar setengah jam yang lalu.
Oh, aku bukannya lagi nungguin Brian buat pulang bareng, tapi aku lagi nungguin Aldo sayangnya aku yang belum datang-datang juga dari tadi. Jadi gini, aku kan udah bilang sama Aldo sayangnya aku buat bantuin dia jualan ice cream hari ini kayak biasanya. Terus tadi dia bilang mau nyimpen gitarnya dulu di ruang musik sekalian jemput Looser di kelasnya, liat manja banget kan cewek biadab itu?
Sebenernya aku mau ikut Aldo aja, biar mastiin kalau dia nggak diapa-apain sama orang jahat waktu jalan ke ruang musik, juga mastiin Aldo sayangnya aku nggak di grepe-grepe si biadab Looser. Tapi sayangnya dia bilang kalau aku nunggu aja di gerbang, dan aku nurut. Itu makanya sekarang aku lagi di sini, melipat tangan sambil menghadap Brian yang sedang ngebuka helmnya.
"Tumben lo mau pulang bareng, ada hidayah apa? Atau Aldo barusan ngusir lo supaya nggak nganggu hidupnya lagi? Oh, sekarang kita punya gadis yang sedang bersedih di rumah," ucap Brian sambil memangku helm di pahanya.
"Gue nggak semenyedihkan itu."
"Terus, ngapain lo di sini? Gak mungkin kan lo jadi satpam baru di sekolah?"
"Shut up your silly mouth, Brian. Gue juga nggak seputus asa itu ya, meski gue habis dijahatin Aldo sayangnya aku berkali-kali sampai Kristina tobat ke jalan yang benar dengan cara pakai hijab."
Brian memutar bola matanya. "Jadi lo abis dijahatin Aldo?" tanyanya dengan nada suara malas.
"Bukan bego. Gue di sini lagi nungguin my prince gue, nanti gue mau nganterin dia pulang sekalian bantu dia jualan lagi," kataku.
Brian mengerutkan dahinya, dan aku nggak tau apa artinya. "Gue gak habis pikir deh sama lo. Tapi, terserah deh, yang penting gue nggak mau bohong lagi sama Ibu dengan bilang kalau lo lagi ada tugas kelompok or semacamnya."
"Ya kali tugas kelompok hampir lima kali seminggu. Lo kan bisa cari alasan lain Bri, semisal... hm... ah! Bilang gue ada pr yang susah banget dan harus ngerjainnya di rumah temen gue," aku menyimpan ikat rambut bulu-bulu warna pink-ku ke saku baju.
"Kan gue udah bilang kalau gue nggak mau bohong lagi."
"Brian sayang, my gorgeous stupid twin. Lo nggak harus bohong sama Ibu, lo cuma harus bilang apa yang tadi gue bilang. And the problem's clear," aku mengibaskan tanganku ke udara sekali sebelum tersenyum miring ke Brian.
"Itu sama aja. Pokoknya gue gak mau bohong lagi sama Ibu hanya karena masalah percintaan lo. Dosa tau. Nanti gue harus minta pengampunan lagi di gereja, lo kan tau gue paling males ke gereja dan ketemu sama keluarga Posen yang nyinyir banget itu."
"Lo ribet ah. Terserah deh lo mau bilang apa ke Ibu, lo kan orangnya gitu nggak suka banget liat gue seneng," aku mengalihkan pandanganku ke samping. "Padahal gue sering bantuin lo nyelundupin Braga ke kamar, ato dengerin curhat lo pas lo lagi drama mode on, ato jadi perantara pesan pas lo sama Braga lagi marahan. Ya, gue sih, nggak minta balas budi ya, tapi cuma ngingetin aja sih."
Brian menghembuskan napas dengan kasar, "oke, nanti gue kasih tau Ibu kalo lo ngerjain tugas di rumah temen lo. Clear, kan?"
Aku menatap Brian lagi, lalu tersenyum sumringah dan memeluk kembaranku itu. "Aaaaa... makasih Bri..."
![](https://img.wattpad.com/cover/93070595-288-k727092.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Story of Brian and Key
Teen FictionTentang Brian, juga Key. Ini tentang Brian, yang berpikir kehidupan SMA-nya akan berjalan seperti telenovella, dengan segudang cerita manis dan cinta, tetapi tidak. Ekspetasinya hancur tepat di bawah kakinya saat dia bangun di pagi hari dan mendapat...