Prolog

160 13 1
                                    

#peringatan: cerita belum diedit sepenuhnya.

Neymar POV

Mataku menangkap samar sosok Davi yang tengah berlarian di halaman belakang rumah dengan seekor husky berumur tiga bulan hasil iming-iming Carol padanya. Dari arah berlawanan, Labrador putih milikku seperti merengek perhatian padanya. Kepalaku sedang tidak beres. Benar sekali. Bahkan hanya untuk membuka memori beberapa tahun ke belakang, saat aku seumuran Davi. Aku menyerah, terimakasih Davi, lewat dirinya lah aku melihat 'kemungkinan' kebahagiaanku dua puluh tahun yang lalu. Anak anjing, bola baru, atau jersey bekas pemain Santos yang berhasil diperoleh papa pada suatu pertandingan persahabatan, dan memori-memori samar lainnya, yang berontak saat aku berusaha mengingat mereka kembali.

Ya Tuhan....

Apa aku terlalu egois?. Berusaha menampik kehidupan sekarang yang untuk sesaat sangat aku tidak sukai. Davi bilang cintanya ditolak oleh Valentina karena dia baru berusia sebelas tahun. Tapi lihat sekarang, dia bisa tertawa riang hanya dengan anak anjing dan kembali ke Brazil. Aku juga punya urusan dengan gadis yang sama. Namun orang dewasa tidak lagi mengakhiri masalahnya dengan anak anjing atau kembali ke rumah.

Aku memang pengecut, meninggalkannya begitu saja dan membiarkan gadis itu tinggal dengan puluhan asumsi tentang pria yang sesaat pernah singgah di apartemennya. Menguatkan predikat bahwa aku memang playboy bersertifikat bagi gadis itu. Atau dia hanyalah pempuan rata-rata seperti Sasha dan mantan-mantanku yang sebelumnya. Ku akui Valentina sebenarnya lebih dari itu. Orang bilang pria sepertiku kebanyakan menyukai gadis yang sedikit jual mahal, Valentina berhasil membuat dirinya terlihat eksklusif di mataku. Apalagi setelah aku tahu kenapa dia bertindak demikian. Aku mengatakan bahwa aku tidak sama seperti pria-pria yang memberinya kesan demikian. Tapi tetap saja, untuk beberapa saat dia masih menolak keberadaanku. Kemudian aku harus rela menerima saran Aimee untuk mendekatinya. Setelah aku berhasil mendapatkannya, benarkah nilai Valentina hilang begitu saja?. Entahlah, aku merasa ada sesuatu yang menahanku untuk melanjutkan semua itu. Aku mungkin telah mendapatkan gadis itu, tapi tidak dengan hatinya.

Alexander, pria masa lalu Valentina telah kembali. Semuanya di mulai dari kecelakaan di London. Saat pria itu berpapasan denganku di lorong rumah sakit tempat Valentina di rawat, dengan sebuket Bunga ungu di tangannya. Sejak itu pula aku tahu, bahwa peluangku untuk bersama dengan gadis itu semakin menipis. Namun aku tetap melanjutkannya, dan dia bilang 'kurasa kita bisa mencobanya'. Respon macam apa itu?. Untung saja saat itu aku tak melamarnya. Jawaban 'kurasa kita bisa mencobanya' bukan berarti 'yes I do'. Masih ada sedikit keraguan di dalam 'kurasa kita bisa mencobanya'. Berbeda dengan 'yes I do', seperti apapun masalah yang akan di hadapi pasangan ke depannya, kata-kata itu tetap bisa mengingatkan, bagaimana pun badai kehidupan menerpa, mereka akan selalu menghadapinya bersama. Jawaban 'kurasa kita bisa mencobanya' mungkin hanyalah versi lain dari 'bagaimana jika nanti kita gagal, bolehkah aku meninggalkanmu?'. Aku melihat keraguan pada Valentina, terlebih saat pemutaran perdana film kami. Alexander ada di sana. Bagaimanapun Valentina melihat dia saat itu, aku tahu jika Alexander menginginkan sesuatu darinya. Jika pun aku memang sejahat itu, aku rasa aku telah gagal. Aku tidak benar-benar membuat Valentina jatuh cinta, sehingga dengan meninggalkannya pun, sepertinya dia akan baik-baik saja.

Dua bulan sudah sejak pemutaran film Fallen yang berhasil merajai box office di Italia. Sejak itu bayang-bayang hasil tes medis di klub menghantui kepalaku tiada henti. Setiap saat, kata-kata Lopez tentang "AC Milan sudah membiarkanmu pergi" terus menghempaskanku pada kenyataan bahwa impianku bersama sepak bola hampir berakhir. Bisa bayangkan?, umurku baru tiga puluh satu tahun. Masih ada tujuh sampai delapan tahun ke depan bagiku untuk tetap di puja di lapangan hijau. Aku bukannya terlalu optimis, banyak pesepak bola yang masih bermain di umur tiga puluh lima ke atas untuk klub-klub besar. AC Milan juga tidak menutup kemungkinan untuk itu. Mereka hanya tidak bisa memberiku kesempatan sekali lagi−bahkan tidak cukup hanya dengan memohon. Klub mengatakan cederaku bertambah buruk, parahnya lagi mereka menyalahkan kegiatanku bersama film. Baiklah, mungkin sebagian memang benar. Tapi sebagian lagi mereka salah. Aku masih melatih kakiku di sela-sela waktu syuting, saat latihan bersama klub, dan aku juga masih membawa skill-ku ke lokasi syuting.

Berangsek... Gilanya lagi, belum memasuki bursa transfer, mereka sudah memasang radar untuk pemain yang memiliki posisi sama denganku dari klub asal Spanyol, Atletico Madrid. Kesimpulannya, klub memang ingin menyingkirkanku. Sekarang statusku adalah pemain dengan transfer bebas, klub mana pun yang mau memakai jasaku, aku cocok dengan harga dan ranking mereka, buat kesepakatan, kemudian aku bisa di perkenalkan sebagai pemain baru di klub itu. Damn.... Jujur saja aku tidak senang dengan predikat pemain bebas transfer. Aku tidak mau meninggalkan Eropa lalu bermain ke liga yang bahkan tidak di tayangkan di Bein atau Star Sport. Minimal ESPN harus menayangkan pertandingan klub tempatku bermain dua kali dalam seminggu. Menurutku pemain dengan status bebas transfer itu adalah nama lain dari pemain yang tidak laku. Orang-orang hanya membuatnya terdengar berkelas dengan kata 'bebas transfer' itu. Beruntung jika bebas transfer yang di maksudkan adalah saat sang pemain tak mau memperpanjang kontrak dengan klub yang dibelanya, dan bertindak lebih hati-hati memilih klub selanjutnya. Bukan karena klub yang tidak mau memperpanjang kontraknya. Heck... dulu aku sering menyematkan label itu sebagai candaan untuk Dani Alves dan Mathieu, tapi sekarang aku mengerti bahwa candaan itu sangat tidak lucu.

Masalahku tidak hanya sebatas Valentina dan klub yang tidak mau memperpanjang kontrakku saja. Aku juga bukan ayah yang baik bagi Davi Luka−setidaknya bagi Carol. Kukira Carol takkan memata-mataiku di Italia, kukira dia begitu bahagia dengan suami barunya. Ternyata dia masih punya waktu untuk mengawasiku dan Davi di sana. Carol menggunakan alasan bahwa aku sering meninggalkan Davi sendirian, aku sering keluar bersama gadis, aku juga sering menitipkan anak kami pada Valentina. Dari mana dia bisa mendapatkan informasi sedetail itu, kecuali Davi yang mengadu kepada ibunya. Mari buat asumsi jika Davi patah hati karena cintanya telah di tolak oleh Valentina, dan anak itu ingin melarikan diri ke Brazil. Di tambah, Carol telah membelikannya anak anjing sebagai umpan. Aku tidak bisa mencegahnya, Carol adalah ibu Davi, dan anak kami akan baik-baik saja hidup bersama keluarga barunya.

Mungkin aku hanya butuh waktu untuk membiasakan diri melihat anak itu tidak berteriak-teriak kesal karena kutinggalkan, atau kegirangan karena berhasil mengalahkanku bermain PES. Tetap saja, Davi adalah alasan kenapa aku ingin segera pulang ke rumah, melihatnya merengek, atau merajuk karena keinginannya tak kupenuhi. Dia adalah segalanya bagiku. Orang tua mana pun di dunia ini tahu persis bagaimana perasaan itu. Perasaan sederhana yang sangat sulit di jelaskan dengan kata-kata.

Di dalam rumah−seperti menempatkan beberapa kargo dari pesawat, beberapa orang suruhan papa terlihat masih merapikan kotak-kotak yang tergeletak sembarang. Kegaduhan mereka pula lah yang membuatku kembali tersadar, membuatku meninggalkan segala masalah di dalam kepalaku untuk sesaat. Sekali lagi aku telah berada di Brazil, di rumah orang tuaku, melarikan diri dari banyak hal.

" Tuan, ada kiriman untukmu." Salah seorang dari suruhan papa menyerahkan sebuah amplop cokelat untukku. Wow... sebuah kiriman dari Irlandia. Apa ini?. Untuk menuntaskan rasa penasaranku, segera ku robek amplop itu dan mengeluarkan isinya. Undangan pernikahan dari Aimee dan Sutradara Biati. Isi amplop itu tak hanya berupa undangan pernikahan, tapi Aimee juga menyisipkan sebuah surat dengan tulisan yang begitu rapi.

" Dear Neymar...

Aku tak menyangka jika akan sulit sekali menghubungimu. Sepertinya kau mengganti nomer ponselmu. Menghubungi menejermu pun sama sulitnya. Baiklah, kuharap saat kau menerima ini, pernikahanku belum dilangsungkan. Kau harus datang. Aku memaksa. Ingat, kau berhutang banyak padaku tentang Valentina. Meski sekarang sepertinya kalian sudah tidak bersama, aku harap hubungan kita tetap terjaga.

Salam sayang dari rekan kriminalmu.

Aimee

&

Sutradara Biati

Ah...

Manis sekali surat dari wanita itu. Tanpa di sadari, aku tersenyum sendiri begitu melipat kembali surat dari Aimee. Benar kata Valentina, dia memang unik dan penuh kejutan.

Irlandia...

Aku datang.

.....

Leaving ValentinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang