tujuh

331 34 3
                                    

matahari menembus tirai di kamar gue, gue pun mengumpat pelan. tapi seseorang membuka tirai kamar gue, Martin. sejak kapan dia masuk kamar gue. orang kaya dia ga mungkin masuk kamar orang tanpa izin. sama kaya gue.

"bangun" bisik Martin tepat di telinga gue.

gue langsung membulatkan mata gue. punya keberanian dari mana?

"10 menit lagi, ah" ucap gue dengan suara parau.

Martin menempelkan punggung tangannya di dahi gue. dengan cepat gue segera menyingkirkan tangannya dan gue berubah posisi menjadi duduk dengan memberi ekspresi yang serius.

"dih? kenapa?" tanyanya dengan panik.

"tangan lu dingin!" jawab gue.

"dahi lu yang panas!" ucapnya sambil mencoba punggung tangannya dengan dahinya.

"engga tuh gue normal" ucap gue sambil memegang dahi gue.

Dia tertawa "uh, come on! Ga ada orang lho di rumah lu"

Gue membulatkan mata gue panik.

"Tenang, gue ga mau apa apain lu kok" 

Dia ngomong gitu tetap aja gue panik. Gue masih tak berdaya dengan nyawa yang setengah ngumpul setelah bangun tidur.

"Warna battle?" Ucapnya sambil menunjukkan kaset Guitar Hero.

*****

"HAHAHA DIE SUCKER!" ucap Martin penuh kebanggaan.

Ya, gue kalah main Guitar Hero. Gue agak malu tapi, ah masa Bodo dengan itu.

Gue bangkit dari tempat duduk gue dan beranjak ke dapur.

"Hey? Mau kemana lu?" Tanyanya tapi gue mengabaikan.

Gue mengambil kaleng Coca Cola Zero dari kulkas. Pasti Martin mau, jadi gue ambil dua

Duaaaa, Coca cola isi duaa.

Hmz.

"Hey! Calon DJ!" Seru gue.

Dia menoleh lalu gue melemparkan kaleng tersebut. Dengan cermatnya, dia menangkap kaleng itu dengan tepat tanpa melukai wajahnya.

"Tau aja" ucapnya sambil membuka kaleng itu lalu meminumnya "seger euyy, makasoy ya" ucapnya lagi sambil meminum lagi.

Gue tertawa kecil "gue kan peramal" ledek sambil memainkan jari jari gue ala ala peramal.

Martin senyum sarkastik.

"Eh, kenapa gue ga tau orang tua gue pergi. All right, gue home alone"

"Who says??" Kata Martin lalu meminum Coca Cola itu "let's have some fun!" Ucapnya lalu menarik tangan gue ke pintu.

Saat gue ingin membuka pintu, hati gue ragu. "Mau kemana?" Tanya gue.

"Oh, ayolah" Martin memberi wajah mupeng.

Gue menghembuskan Nafas berat, lalu membuka pintunya

*prrrrrsssttt, teng teng teng*

"Hahahahahahahaha lihatlah dirimu aahahahah"

Gue diam terpaku. Entah se ember tepung terigu dari mana yang menumpahi kepala gue. Tapi gue tau ini ulah Martin. Bukan cuma itu, tepat di depan gue ada Sonny. Dia memandang gue aneh. Tapi gue lihat dia bawa setangkai bunga mawar merah, bunga kesukaan gue. Kemudian Sonny melihat Martin yang tertawa geli karena gue berhasil terjebak perangkapnya.

"Lu baru saja terperangkap, darling!" Seru Martin.

"Sonny" panggil gue.

Sonny menjatuhkan bunga mawar itu dihadapan, lalu pergi meninggalkan gue.

"Hey! Sonny! Ada apa!?" 

Martin menghentikan tawanya. "Hey apakah barusan Sonny di sini?" Tanyanya.

Lagi lagi gue mengabaikannya. Gue mengambil mawar yang dijatuhkan Sonny.

"Lihat apa yang udah lu perbuat! Sonny ninggalin gue! Tau ga sih ini tuh tadinya mau dikasih ke gue! You're idiot!" Bentak gue ke Martin dengan sedikit teriakan di kalimat terakhir.

Martin diam.

Gue pun terdiam.

Gue kemakan ego gue sendiri. Seharusnya gue ga bentak Martin. Dia menatap gue dengan penuh rasa bersalah. Gue pun menatapnya dengan rasa bersalah atas ego gue.

Gue menunduk "forgive me" kata gue pelan.

Martin menghampiri gue "gue yang harusnya minta maaf" katanya

Mata gue bertemu dengan mata birunya Martin.

Blaster Belanda yang perfect.

Dia memeluk gue "seharusnya gue ga lakuin ini"

Gue langsung melepas pelukannya "lagian lu mah ngapain sih begitu"

"Gue ga maksud gitu"

"Tapi udah kaya gitu" kata gue sambil melipat kedua tangan gue di depan dada.

"Ayolahh. Mobil gue kotor. Gue mau nyuci bareng lu tadinya" kata Martin.

Gue langsung menoleh ke mobilnya Martin. Bujug bused. Itu mobil kotor banget. Gue menghampiri mobilnya lalu menuju ke keran yang sudah disambung dengan semprotan berselang. Dengan cepat gue mengambilnya lalu menyemprotkan ke arah Martin.

"Hey! Ugh hentikan hentikan!"

Gue tertawa. tiba tiba dia mengambil ember yang telah terisi air, lalu menyiramnya ke arah gue. kami pun tertawa dengan puasnya.

*****

"huh"

gue sama Martin menghembuskan nafas lelah dan duduk bersebelahan.

"gue paling males kalo nyuci mobil, pasti gue agak jijik kalo ngebersihin bagian  bawah mobil" gue complain.

"huehehe untung aja lu yang bersihin. soalnya gue juga males bersihin bagian itu" katanya sambil diiringi suara tertawanya.

gue mencubit kecil lengan kanannya sampai dia mengaduh kesakitan. tapi dia tetep tertawa. dasar anak bangor.

"jadi lu manfaatin gue?" tanya gue.

dai masih tertawa dan gue menempeleng kepala Martin.

"hey jalan jalan yuk" ajak Martin.

"kuyy lahh. gue mau ganti baju dulu" kata gue sambil beranjak dan menuju ke kamar.

ih? kok Martin ngiikutin gue sih? tapi gue masa bodo sampe gue masuk ke kamar. 

"Martin! lu ngapain di kamar gue?" tanya gue dengan nada tinggi.

dia mengangkat bahu.

gue mendecak lidah "udah sana lu keluar dulu gue mau ganti baju" kata gue sambil menarik tangan Martin keluar.

gue menghela nafas lalu gue menutup pintu kamar gue. ga lupa gue kunci. bisa bisa tu anak mesum masuk ke kamar gue.

*****

setelah mandi, gue turun ke bawah buat ngeliat Martin. udah ganti baju? kapan dia pulang?

"kapan lu pulang?" tanya gue.

"gue ga pulang. tapi gue bawa tas, tuh" jawabnya sambil menunjuk tas ranselnya di dekat TV.

gue nyengir. lalu kami pun berangkat. yeaay

*****

hai maaf lama next wkwk. 

maaf dengan segala typonya.

oh iya guys. gue punya saudari nih. dia punya cerita yang ga kalah keren dari gue. gue sih sekedar promosiin aja. kalo ada yang mau baca, nih @AgnezClau tuh gue mention wkwk.

ohiya btw jangan lupa vomment pls itu sangat berharga.

bye!

In The Name Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang