Bonus part

445 29 1
                                    

Seperti yang dibilang Martin, gue menemani Martin sepanjang tahun 2017 ini. Tapi realitanya masih awal tahun. Ngomong ngomong gue sama Martin lagi di pinggir danau.

"Kalo gue di Belanda, berarti kita ldr dong?" Ucap Martin.

"Bisa jadi" kata gue.

"Gue pasti bakal kangen sama lu" katanya.

"Kalo kangen gue, panggil aja nama gue sebanyak 3X"

"Terus? Lu datang ke mimpi gue gitu?" Tanyanya.

"Engga lah. Setelah itu, lu Vidcall gue. Wkwkwkwk" jawab gue.

"Haduh" Martin menutup kedua matanya dengan tangan kanan.

Gue tertawa.

"Tapi sebenarnya gue bohong" kata Martin yang membuat tawa gue terhenti.

"Bohong apa?" Tanya gue.

Martin menghela nafas panjang kemudian menghembuskan nafas berat dan malah memandang danau yang ada di depan matanya.

"Apa?"

"Gue ga berangkat akhir tahun 2017, tapi bulan maret" ucapnya.

"Ga, lu bohong. Gue ga percaya"

"Beneran, Marchel" dia menyandarkan kepalanya di pohon.

"Terus? Gue gimana?"

"Gue udah minta Skrillex buat jaga lu" katanya sambil mengusap bahu kanan gue.

Gue menghembuskan nafas berat. Tuhan ga adil, kenapa Tuhan ambil kebahagiaan Marchel?.

"Udah, sayang. Ga usah loyo gitu..." Martin merubah posisi duduknya "kaya kerupuk basah, loyo".

"Lu sendirinya juga loyo. kaya pudding, lembek" ucap gue.

"Semua pudding itu lembek, sayangku, cintaku, gadisku" rayunya sambil mengusap pipi gue.

Usapan itu sangat berarti untuk gue. "Gadisku? Hdue gue gadisnya Ayah gue lah, dia yang miliki gue seutuhnya"

"Ohh iya" ucap Martin sambil mengacau rambut gue.

"Pulang yuk, udah sore" kata gue.

Dia mengangguk mantap kemudian Martin menggenggam tangan kanan gue dan tersenyum. Nikmat Tuhan manalagi yang engkau dusta kan?.

*esok hari*

Gue berniat main ke rumah Martin. Setelah sampe di rumahnya, gue bingung. Kok sepi? Mobilnya Martin ga ada? Dia kemana? Gue masih diem di depan rumah Martin sampe tengah hari. Ahk ni anak kemana sih? Tumben banget ih.

"Dik!" Seseorang manggil gue.

"Iya, ada apa ya?" Tanya gue.

"Adik dari tadi nungguin siapa?" Pemuda itu balik tanya.

"Uhm, ini, pemilik rumah ini." Jawab gue "dari tadi pagi sepi sekali, kalau tau pada kemana ya?" Tanya gue.

"Wah ini mah pergi ke bandara dari pagi, kira kira jam 8" jawab pemuda itu.

"Jam 8?!"

"Iya dik"

"Makasih ya mas" 

Gue langsung buru buru pergi, ngeliat ojek terdekat.

"Pak, Pak. Bandara Soekarno Hatta ya" kata gue sambil terengah engah.

"Duh kejauhan, Neng. Gapapa?"

"Bodo amat. Cepetan berapa aja saya bayar" kata gue masih terengah engah.

"Oh iya iya neng" tukang ojek ya langsung buru buru.

In The Name Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang