GOING TO PRIVATE SOON :)
Enjoy reading~
"Kapan kau pulang, sih?"
Aku bergumam kesal sambil mengaduk-aduk berondong jagung dalam mangkuk besar yang kuletakkan tepat di depan laptop. Lebih baik begini daripada aku harus melihat apa yang sedang dilakukan sahabatku di ujung panggilan sana.
Dasar jorok, bagaimana bisa aku mempunyai sahabat sejorok Mia? Dia mengupil lalu melemparkannya dengan sembarangan. Aku bergidik ngeri, membayangkan siapa yang akan menemukan kotoran hidungnya dan menjerit penuh jijik. Kemungkinan besar keponakan perempuannya yang sebaya dengannya.
"Tidak tahu." Mia tersenyum sangat lebar. Rambut cokelat keritingnya itu tergerai dengan epik, salah satu hal yang membuatku iri dengannya, terkadang. "Aku juga bosan di sini. Yah, meskipun cowok Jerman rata-rata tampan."
"Ingat, Paul."
"Tentu! Paul tetap nomor satu di hatiku, ingat itu!" Dia mengibas-kibaskan tangannya sambil tertawa centil. "Kau bilang kau tadi ingin bercerita. Ada yang bisa kubantu, Nona Kesepian?"
"Cukup dengarkan, tutup mulutmu rapat-rapat, jangan memotong pembicaraan, dan," Mia menaikkan sebelah alisnya. "berhenti mengupil, demi Tuhan!"
"Okay! Aku berhenti."
"Sebutkan nama kelompok anak cowok populer di Andersen."
"Hey, kau ini mau bercerita atau bermain tebak-tebakan sih!?"
"Cukup sebutkan saja apa sulitnya?"
Mia memutar kedua bola matanya malas. "Kelompok Harry Simpson dan kelompoknya Bradley Styles. Tunggu, apa Mick juga termasuk anak populer?"
Aku tergelak, pasalnya Mick adalah seorang yang cukup populer di Andersen karena kepintarannya yang luar biasa. Si penyetor rajin piala Olimpiade Sains. Tapi kacamata tebalnya dan kawat gigi yang terpasang di giginya membuatnya terlihat seperti kutu buku yang menyedihkan. Padahal Mick cukup imut, menurutku pribadi secara rahasia.
Senyum simpulku mendadak enyah karena mengingat mereka berdua. Bradley tidak henti-hentinya mengirimiku pesan, dan teman-teman Harry semakin gencar mengawasiku di sekolah. Bahkan di rumah. Si pirang Horan itu, dia dengan sialnya kebetulan sekali adalah tetanggaku. Jadi kadang aku memergokinya sedang memperhatikanku dari kamarnya yang berada jauh di seberangku dengan menggunakan teropong.
Sinting.
"Kau benar-benar gila! Dua-duanya, kau apakan hingga mereka bisa berlomba-lomba seperti itu?"
Setelah bercerita panjang lebar pada Mia tentang apa yang membuat dongkol hatiku, rasanya sedikit lega. Aku sudah puas mengeluarkan keluh kesahku tentang sikap aneh Harry dan Bradley yang terlalu mendadak ini.
Mengunyah berondong jagung dengan kasar, membuatku terbatuk-batuk. Apalagi setelah Mia menunjukkan foto terbaru Bradley di instagram bersama seorang gadis, entah siapa. "Kau serius didekati oleh si keriting nomor dua yang genit ini?!"
"Tunggu, sejak kapan kau mengikuti akunnya?"
"Lihat, aku akan memesan tiket sekarang." Dia mengabaikan pertanyaanku dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya, mungkin memesan tiket. Gadis ini, aku seribu persen yakin kalau dia serius. "Aku akan membantumu memberantas keanehan ini."
Aih, maaf pendek ya ehehe. Buntu sih.
Tapi next chapter bakal panjang kok!!!
Votes votes votes please thankss
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Switched?
Fanfiction"Mom, dad. Mengapa Bradley lebih terlihat seperti anak kalian daripada aku?" -- "Tertukar? Lelucon macam apa itu, Styles?"